TIGA PULUH ENAM

1.6K 194 121
                                    

Baru saja sampai di parkiran apartemen, Abil melepas helm dan turun dari motor, gak sengaja dari sudut matanya melihat Iqbal berjalan keluar dari gedung apartemen, sendirian. Jalan kaki.

Abil mengernyit heran, memerhatikan Iqbal dari samping motor, kelihatan sekali kalau Iqbal lagi gak baik-baik aja. Jalannya pelan, wajahnya pucat seperti mayat.

"Gue ngerasa bersalah banget sama Iqbal... Gak harusnya gue bantuin Zaki buat Iqbal kayak gini." Gumam Abil.

Abil melebarkan mata setiap langkah Iqbal seperti tidak ada tujuan, sampai cowok itu berakhir di tengah-tengah zebra cross untuk menyebrang.

Tanpa melihat kanan-kiri Iqbal melengos gitu aja di ramainya kendaraan yang berlalu lalang.

Dengan cepat Abil berlari menghampiri cowok manis itu, dan langsung merangkul pundaknya, membantunya untuk menyebrangi jalan.

Setelah sudah sampai di seberang jalan, Abil melepaskan rangkulannya memegang pundak cowok itu menatap penuh penyesalan.

"Iqbal... Gue minta maaf."

"Kata maaf lo gak berarti buat hidup gue." Terdengar dingin dan tidak ada ekspresi.

Abil mengigit bibirnya tambah merasa bersalah lagi karena Iqbal gak bergeming dan masih menatap kosong ke depan, kearahnya. Yang Abil inginkan adalah respon Iqbal yang memarahi nya saja, daripada diam seperti ini membuatnya tambah bersalah.

"Bal, pukul gua aja gak papa. Tapi please maafin gua."

Pandangan mata Iqbal tertuju pada mata Abil, sang cowok bule itu, dia terkekeh terdengar seperti orang yang tak punya semangat hidup.

"Gue bakal pukul atau bunuh lo kalo lo bilang kalo ini semua cuman mimpi."

Abil gak pernah liat sisi Iqbal yang kayak gini, dia mengerjap, tangannya tidak lagi memegang pundak Iqbal,"gua bakal sujud buat lo, gua bener-bener minta maaf Bal."

"Ngomong Bil, bilang kalo ini cuman mimpi!!! Bilang kalo gue lagi mimpi!" Tiba-tiba suara Iqbal meninggi, mencengkeram kedua lengan Abil.

Abil hanya bisa diam, memandangi raut wajah Iqbal tidak lagi datar, tetapi sedih dan menangis.

"Hiks! Ini mimpi buruk! Hiks! Gue gak mau terus tidur! Bil! Bangunin gue! Gue mau keluar dari mimpi buruk ini hiks!"

Hati kecil Abil tersentuh, dan merasa dadanya berdenyut sakit, tangan panjangnya mendekap tubuh Iqbal dengan erat.

"Maaf Bal, maaf. Gua harus apa Bal, gua gak mau lo kayak gini. Maafin gua."

"Jahat! Lo semua jahat! Mending gue mati! Mending gue bunuh anak ini! Gue gak sudi hiks! Gue gak mau ngandung anak dia..."

Walaupun ucapannya terendam di dada Abil, tetapi Abil bisa mendengar suara Iqbal yang putus asa.

Iqbal keluar dari pelukan Abil, mengelap mata dan wajahnya yang berair menggunakan punggung tangan, lelaki mungil itu pergi meninggalkan Abil tanpa mengatakan apapun.

Abil mengejar Iqbal, mengikuti setiap langkah lelaki itu dari belakang sampai Iqbal masuk kedalam toko obat a.k.a apotek.

"Ngapain Iqbal ke sana... Tunggu tadi dia ngomong—

"Gue gak mau ngandung anak dia...""

Mata Abil terbelalak, walaupun otaknya masih belum bisa percaya kalau Iqbal bisa hamil. Tetapi Abil tetap menyusul Iqbal, ikut masuk ke toko obat.

"Iqbal!" Abil menahan tangan cowok itu yang lagi ngomong sama apoteker.

"Apaan sih Bil?! Lepas!" Iqbal menghempaskan tangan Abil.

[BOYS LOVE] NEIGHBOR [END]Kde žijí příběhy. Začni objevovat