bookstore

57 11 0
                                    

Sepulang kuliah, aku pergi ke toko buku bersama Asa. Jika ditanya, kenapa aku tidak pergi bersama Alfa? coba tanyakan pada kursi halte, seberapa lama aku mendudukinya, sampai rasanya bokongku terbakar, tetapi Alfa tidak juga datang. Menyebalkan bukan?

Beruntung Asa lewat, karena jika tidak, mungkin aku sudah bulukan diam di halte selama berjam-jam. Langsung saja aku memanggilnya, dan ketika Asa menghentikan laju motornya, aku langsung naik ke atasnya.

“Anterin gue ke toko buku, sekarang!”

Di sinilah kami, toko buku. Dua buku yang aku cari tentang seputar perkuliahan sudah aku dapatkan. Sekarang aku masih sibuk mencari novel-novel keluaran terbaru, dengan Asa yang mengekoriku di belakang.

“Eh kutu unta! Lo ke sini mau cari buku atau mau tawaf, sih?! Udah tujuh keliling, lebih malahan, kita bolak-balik ngelilingin rak ini?! Sebenernya buku apa sih yang lo cari?!”

Refleks aku memukul lengan Asa. Tingkahnya sangat memalukan. Masa iya dia mencak-mencak di hadapanku?! Kalau di hadapan aku saja sih, it’s okelah, tapi ini??? Di toko buku, dan masih banyak pengunjung!!

“Sabar dong! Marah-marah mulu?! Malu tuh diliatin orang!” omelku.

“Bodo amat! Udah sekarang lo mau cari novel apa? Biar gue bantu cari.”

Aku menyebutkan judul novel yang sedang aku cari, dan Asa langsung melesat pergi untuk menghampiri mbak-mbak penjaga toko buku ini. Sementara aku juga mencari tahu lewat handphone, dan ternyata apa yang aku cari masih dalam proses penerbitan. Sial!

“Ga ada di sini.” Ucap Asa yang baru saja kembali.

“Emang ga ada.” Kataku.

“Kok lo tau?!” Aku menampilkan cengiran lebar ke hadapannya.

“Gue juga baru tau tadi, kalau ternyata, buku yang gue cari masih dalam proses penerbitan ehehe.”

“Dasar kutu unta.. gue cincang juga lo?!” geramnya.

Aku tertawa ketika melihat ekspresinya yang seolah ingin makan orang. Hahaha.

“Iya udah maap. Sekarang kita pulang?” Kataku ramah.

“Iyalah! Pake segala ditanya?! Emangnya lo mau jadi penunggu toko buku ini?!”

Asa sudah berjalan lebih dulu dengan kaki yang dia hentakkan seperti anak kecil jika sedang marah. Aku kembali tertawa. Setidaknya aku beruntung karena masih memiliki sahabat seperti Asa. Sam juga sih.

Aku menyusul Asa yang sudah mengantri di depan kasir, karena dia juga sempat membeli satu buku tadi. Namun langkahku terhenti ketika melihat punggung seseorang yang sangat aku kenali. Aku menghampiri Asa dan menyerahkan keranjang berisi buku kepadanya, kemudian berjalan untuk menghampiri seseorang itu.

“Lo mau kemana lagi, Ziyya kamvret?!”

Aku tak menghiraukan teriakan Asa, sebab fokusku hanya satu. Kutepuk pundak orang itu, dan ketika dia berbalik.. ternyata benar.

“Kamu ngapain di sini? Bukannya tadi bilangnya lagi ngurusin kelengkapan surat-surat, ya??” Tanyaku heran. Kesal juga sebenarnya, tetapi masih bisa aku tahan.

“Yuk, Fa.” Kata seseorang yang baru datang menghampiri Alfa.

Aku sampai kehilangan kata-kata. Tidak tahu apa yang sebenarnya ada di hadapanku. Seolah flashback, namun dengan orang yang berbeda.

Dulu, aku pernah memergoki orang yang aku suka sedang jalan berdua dengan seorang cewek di toko buku juga. Kukira dia pacarnya, ternyata bukan. Aku sudah salah paham. Lalu sekarang.. Aku memergoki orang yang aku cinta, pacar aku, sedang jalan berdua dengan seorang cewek -yang baru kemarin dia kenalkan sebagai temannya- di toko buku juga.

SHATTERED Where stories live. Discover now