Putus?

33 5 0
                                    

.

"Bertahan atau selesai?"

Rasanya emosiku naik hingga ubun-ubun setelah Alfa menanyakan hal itu padaku. Yang benar saja! Heran, ke mana Alfaku yang dulu? Kenapa dia menjadi lebih mudah menyerah?

"Kalau mau putus, bilang aja putus! Ga usah berbelit-belit!" Kataku dengan penuh emosi.

"Kamu serius?"

Kenapa jadi dia yang tanya? Bukankah tadi dia sendiri yang bilang??? Putus kan maksudnya???

"Iya!! Memangnya muka aku ada tampang bercanda apa?!"

"Ziyya-"

Aku menghindar saat tangannya hendak meraih tanganku. Rasanya aku sudah terlalu lelah. Emosi benar-benar menyelimutiku saat ini.

"Udahlah, Fa. Aku capek. Aku mau istirahat. Lebih baik kamu pulang."

Hancur sudah hubungan yang selama ini aku pertahankan. Kesetiaan yang telah aku jaga hanya berakhir pada perpisahan. Malangnya nasibku.

Kamu harus kuat, Zi, ga boleh cengeng!!

*

Pagi hari yang melelahkan. Sebab semalam entah kenapa terasa lebih panjang dari malam-malam biasanya. Mataku bengkak karena terlalu lama menangis, sampai aku tidak sadar, pukul berapa aku baru bisa tertidur.

Bohong kalau aku ini manusia kuat, karena pasalnya, Aku hanya manusia biasa yang bisa merasakan sakit ketika perpisahan itu tiba. Dan benar adanya, tidak ada perpisahan yang baik-baik saja.

Jujur aku masih sangat mencintai Alfa. Tetapi hubungan kami memang sudah tidak dapat diselamatkan lagi. Menyedihkan, bukan?

Rasanya sangat menyesakkan. Apalagi ketika aku teringat dengan mimpi-mimpi aku dan Alfa yang terpaksa harus dikubur dalam-dalam bahkan sebelum kami mulai mewujudkannya.

Terlalu naif memang. Menata masa depan dengan begitu rapih, tanpa memikirkan, jalan kami berdua untuk bersama masih terlalu jauh. Tidak berpikir bahwa setiap jalan menuju tujuan tentulah banyak hambatan.

Ziyya bodoh!

TOK TOK TOK

Aku menoleh ke arah pintu. Rupanya bunda yang datang dengan segelas susu hangat di atas nampan yang dibawanya.

Sial!!

Melihat wajah bunda, air mataku kembali mengalir deras. Langsung aku dekap bunda dengan sangat eratnya. Menumpahkan semua kesedihan aku di dalamnya. Tanpa perlu aku cerita, aku yakin bunda sudah tahu semuanya.

"Bunda jadi ikutan sedih kalau lihat kamu begini. Udah, jangan nangis lagi, ya? Anak bunda, kan, kuat."

"Anakmu tidak sekuat itu, bunda... Hikss.."

Aku tidak tahu akan seperti apa hari-hari aku berikutnya. Tanpa Alfa? Tak terbayang sama sekali.

"Kalau kamu sedih seperti ini, terus kenapa kalian mengambil keputusan untuk berakhir? Bunda tahu kok kamu masih cinta banget sama Alfa, begitu juga sebaliknya, Alfa masih cinta sama kamu, Zi."

"Alfa udah ga cinta lagi sama Ziyya, bun. Udah ada orang baru dalam hidupnya. Jadi, buat apa aku terusin hubungan ini??? Aku capek bun.. aku capek." Aku menghela napas sejenak. Capek juga sedari tadi nangis sambil ngomong.

"Lagipula.. hikss.. Alfa yang mau hubungan kita berakhir. Terus salah aku kalau aku ngabulin keinginannya Alfa?"

Bunda mengusap lembut jejak air mata di pipiku. "Sudah, jangan nangis lagi. Lebih baik kamu sarapan. Habis itu mandi, terus berangkat ke kampus. Nanti bunda minta ayah buat anterin kamu, ya?"

SHATTERED Where stories live. Discover now