Are You Kidding Me, Sir?

66 6 4
                                    

Sudah beberapa terakhir ini aku selalu diantar jemput oleh Reza. Seseorang yang sudah aku juluki dengan sebutan dosen tengil. Tak apa kalau kalian menyebutku tak sopan. Lagi pula, siapa suruh dia menjadi dosen tapi kelakuannya tengil. Mesum pula! Ewh!

Lihat, betapa menyebalkannya Reza. Sejak dari parkiran, dia sama sekali tidak melepaskan tautan tangannya pada jemariku. Gandengan terus kek yang mau nyebrang. Heran.

Dan jika kalian tanya kenapa aku mau-maunya diantar jemput oleh si dosen tengil ini, itu karena dia mengancamku. Kalau aku tidak menuruti keinginannya, dia akan menyebarkan berita tentang aku yang tak sengaja menciumnya saat di depan rumah.

Tolong garis bawahi. Tak sengaja. Sungguh. Kalian sendiri tahu, saat itu kakiku tersandung sampai akhirnya.. ya begitu. Tapi sungguh aku tak sengaja. Huhuuu.

"Ziyya???"

Kulihat Asa dan Sam tengah berjalan menghampiriku. Ingin aku melepaskan tanganku dari si dosen tengil ini, tapi rupanya dia sengaja menguncinya.

"Lepasin!" Desisku. Berharap dia akan melepaskannya. Tapi apa? Dosen tengil itu hanya menaikkan sebelah alisnya. Bukankah itu sangat menyebalkan?

"Ishh ngeselin! Kenapa ga sekalian diborgol aja kalau gitu?!"

"Boleh juga, nanti saya coba."

Tuhan.. gemas rasanya. Ingin sekali aku mencakar wajahnya yang baby face itu. Sungguh. Ingin mencakar dan menggaruknya pakai garpu rumput.

"Boleh saya pinjam Ziyya sebentar, wahai bapak dosen yang terhormat?" Ujar Asa.

"Ya sudah, boleh. Tapi hanya sebentar, karena setelah ini, Ziyyana harus menemani saya sarapan."

Malas sekali kalau setiap hari aku harus menemaninya sarapan. Sumvah ya, enyahkan sajalah orang ini dari muka bumi. Aku ikhlas!

"Dah sayang."

Wait.. what?? Sayang?!

"Jadi, gosip lo pacaran sama pak Reza itu fakta, Zi?"

PLAK
Kontan aku memukul lengan Asa. Kagak pake disaring dulu dia mah kalau ngomong!

"Yakali aku pacaran sama si dosen tengil itu sih, Sa? Yang bener aja?!" Kataku yang sudah tersulut emosi. "Udahlah, emang kalian mau apa cariin gue? Kangen lo pada, ya?"

Ga heran sih kalau misalkan mereka kangen sama aku. Toh, aku kan emang bikin kangen ehehe.

"Gue kangen Ziyya yang dulu." Aku menoleh pada Sam. Kacamatanya itu tak sedikitpun mengurangi ketampanannya.

"Ziyya-nya Alfa."

DEG

Ziyyanya Alfa?

Pliisss, ini sudah bukan lagi masanya. Ziyya Alfa itu sudah berakhir. Meski aku belum bisa merelakannya.

"Udah deh, Sa, Sam. Gue capek. Gue sama Alfa itu udah berakhir. Kita udah ga ada apa-apa lagi. Udah cukup."

"Plis, Zi. Hilangin ego lu kali ini aja. Kalian tuh udah sama sama dewasa. Jangan putus hanya karena cemburu. Gue tahu kalian masih saling cinta."

"SAM!!"

Ego?? Cemburu??

"Kalau emang Alfa cinta, ga mungkin dia khianatin gue!! Ga mungkin dia deketin cewek lain di saat dia sendiri masih punya gue! Gue ini tunangannya, bukan cuma pacarnya. Wajar dong kalau gue cemburu liat tunangan gue deket sama cewek lain?? Lo berdua tuh ga tau gimana rasanya ada di posisi gue!!! Sakit tau ga?!"

Sam menarikku ke dalam rengkuhannya. Dan aku? Aku menumpahkan segala kekesalan dan emosiku lewat air mata. Tidak peduli kalau semua orang memperhatikanku. Yang jelas, saat ini aku hanya ingin menangis.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 25, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SHATTERED Where stories live. Discover now