Tameng

47 9 7
                                    

.

Mengulang kejadian yang sama dengan orang yang berbeda. Seolah takdirku memang seperti ini. Selalu dinomorduakan oleh orang yang aku cinta. Dulu Gama, sekarang Alfa.

Ingin rasanya aku tertawa, melihat buruknya nasib percintaanku.

Kulihat rangkaian boneka mawar putih pemberian dari Alfa. Kemudian aku bangun dan aku cabut satu per satu mawar tersebut. Hingga semuanya berserakan tak berbentuk.

Aku meluapkan emosiku di sana. Gak peduli semahal apa Alfa membelinya, karena kalau permintaan maafnya gak tulus, buat apa?

Maaf bagiku bukan sekedar kata. Melainkan sesuatu yang memang benar-benar tulus berasal dari hati. Jika kata maaf terlontar untuk sekedar formalitas. Maaf, maafku gak akan pernah kuberi.

Ting

Satu notif muncul, dan saat kulihat ternyata dari dia. Orang yang begitu mampu mengaduk-aduk emosiku.

Alfa Jelek: Kamu udah pulang, Ay?

Masih peduli rupanya?

Kulemparkan handphoneku ke atas kasur sembarangan. Melihat kamarku yang dipenuhi mawar putih berserakan, aku terduduk lemas di pinggir kasur dengan air mata yang masih mengalir deras.

Jam dinding menunjukkan waktu pukul 8.45 malam. Seharusnya malam ini aku bersenang-senang dengan Alfa. Merayakan kepulangannya setelah sekian lama. Tapi semuanya harus hancur hanya karena satu nama.

Kirei

Aku gak ngerti kenapa Alfa sepeduli itu padanya. Bukankah dia sendiri bilang kalau Kirei hanya sebatas teman? Aku baru tau, kalau sekarang, seorang teman lebih diprioritaskan dibandingkan dengan tunangannya.

Andai kisah cintaku semanis kisah Cinderella dan Pangerannya, atau seindah kisah Putri Salju. Tapi di sini aku hanya bisa berandai, karena ini dunia nyata, bukan dunia dongeng.

Dunia yang tidak pernah mau tunduk pada penghuninya yang egois. Mengingat aku, hanya sebutir debu jika dibandingkan dengan luasnya alam semesta.

Sampai akhirnya aku terlelap dalam tangis.

*

"Bagaimana kencannya semalam?" Tanya ayah saat aku tiba di meja makan.

Aku duduk di samping bunda yang kini sedang menyiapkan sarapan untukku dan juga ayah. Sandwich isi selai cokelat.

Aku diam. Gak berniat untuk menjawab pertanyaan ayah barusan. Karena mendengarnya aja udah buat aku keinget kejadian semalam. Ditinggalkan.

"Udah pasti seru dong, yah. Iya kan, Zi?" Kata bunda. Dan aku cuma senyum biasa.

"Hari ini aku berangkat sama ayah, ya?" Kataku.

"Emang Alfa kemana? Kamu gak mau berangkat sama Alfa?" Aku menggeleng. "Kenapa? Kalian lagi gak marahan, kan?"

"Enggak, yah. Aku cuma lagi mau berangkat sama ayah aja, emang gak boleh?"

"Tentu boleh dong. Apa sih yang enggak buat putri ayah tercinta?"

*

Aku tiba di kampus satu jam lebih awal. Sengaja. Karena aku ingin menyendiri di pojokan kantin. Tapi rupanya gagal karena dua manusia menyebalkan itu hadir dan mengganggu acara menyendiriku.

Asa dan Sam

Kupikir mereka akan langsung berkoar soal Alfa. Tapi ternyata mereka cuma diam. Sam dengan kacamata dan buku tebalnya. Asa dengan Cika yang sekarang udah diperbaiki.

SHATTERED Where stories live. Discover now