Baikan

42 9 5
                                    

.

"Aku kangen banget sama kamu," katanya sembari hendak memelukku, namun aku menghidar. "Kenapa?"

"Aku pulang!"

Aku berlari dengan air mata yang gak sanggup lagi aku bendung. Kukira dengan kepulangannya akan membuat semua masalah di antara kami hilang. Tapi ternyata malah semakin rumit.

Aku memang childish. Aku belum bisa menjadi dewasa. Mungkin saat ini belum waktunya aku mendengar semua penjelasan darinya, karena aku belum siap untuk itu. Belum siap mendengar kemungkinan terburuknya.

Untuk itu aku meminta kepada supir Gama untuk mengantarkanku ke tempat biasa aku menghabiskan waktu sore. Tepi danau.

Di sana aku bebas menangis tanpa ada orang yang peduli. Cukup lama hingga langit benar-benar gelap. Gak ada bintang apalagi bulan. Hanya segumpalan awan yang menyelimuti langit, dan semilir angin yang begitu menusuk. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.

Heran, padahal saat ini bukan lagi musim hujan. Kenapa mendadak akan turun hujan? Seolah Tuhan tau apa yang sedang aku rasakan, dan Dia ingin menghiburku lewat melody hujan yang menyentuh bumi.

Sampai akhirnya, ada sebuah jaket yang menyelimutiku. Dan saat aku menoleh, kulihat Alfa sedang tersenyum dan duduk di sampingku. Saat itu pula air mataku semakin deras menetes.

"Gak baik cewek sendirian malam-malam di sini. Nanti kalau ada yang culik, gimana?" Katanya.

Kupikir dia udah gak peduli lagi sama aku, dan akan langsung pulang bersama Kirei. Tapi ternyata dia masih sepeduli itu padaku.

Tapi tetap aja! Aku masih kesal padanya!

"Malah aku berharap, ada alien yang datang untuk menculikku. Membawa aku keluar angkasa dan menetap di sana. Mungkin aku akan bahagia." Kataku enggan menatapnya.

"Jangan dong, kalau kamu diculik sama alien, nanti aku di sini sama siapa?"

"Kan ada Kirei!"

Kudengar suara tawanya. Indah tetapi menyebalkan. Apa ini lucu?

"Kamu cemburu?"

Jelas aku cemburu!!

Kenapa Alfa masih menanyakan hal yang udah jelas di depan mata kalau aku ini cemburu?! Apa ekspresiku dan ketidak sukaanku pada Kirei itu masih kurang jelas memperlihatkan rasa cemburuku?!

"Oke. Pertama, makasih karena kamu udah cemburu. Karena itu tandanya, kamu beneran sayang sama aku."

Aku mendengus sebal. Ya jelas aku sayang lah. Masa iya sayang aku bohongan? Apa selama ini dia masih menganggap dirinya sebagai pelarian?

Yang benar aja!

"Kedua, yang harus kamu tau, aku dan Kirei itu cuma teman. Gak lebih."

Ada teman yang bilang I love you?

Sebenarnya aku mau bilang kalimat itu secara langsung, tapi aku malas. Malas bicara sama orang yang ada di sampingku sekarang ini. Alfarizi Hadinata. Manusia paling menyebalkan yang sayangnya menjadi tunanganku.

"Dan ketiga, aku minta maaf. Maaf untuk semua kesalahan yang pernah aku lakukan, baik sengaja ataupun enggak. Aku minta maaf, oke?" Katanya sembari menyodorkan jari kelingkingnya ke hadapanku.

Aku menoleh sambil mengusap kasar air mata di wajahku. Aku bangkit dan melemparkan jaketnya hingga mengenai wajahnya.

"Aku pulang!"

*

Setibanya di rumah aku kembali menangis. Mengurung diri di kamar. Mengabaikan ayah dan bunda yang setia mengetuk pintu kamar sejak kepulanganku.

SHATTERED Where stories live. Discover now