Susu Murni

105 9 0
                                    

“Jadi, kak Zi udah tunangan, ya, sama kak Alfa?”

Saat ini aku dan Alea sudah berada di kamarku. Sebab selama tiga hari ke depan, Alea akan menginap bersamaku di sini. Sedangkan kak Dimas, entah akan sampai kapan tinggal di sini, karena katanya dia akan mencari pekerjaan di sini. Setidaknya hari-hariku akan selalu ramai selama ada mereka.

“Iya, Za. Kamu tau? Alfa so sweet banget loh orangnya.”

“Oh ya?”

“Iya,, awalnya aku juga nggak percaya kalau dia bisa romantis, tapi ternyata, wow banget deh. Dia udah bukan Alfa yang seperti dulu lagi, dia udah beda sekarang. Lebih dewasa. Yang pastinya dia lebih ganteng sekarang.”

Aku membayangkan wajah Alfa yang tersenyum padaku. Tubuh tinggi tegapnya terpapar sinar matahari. Menjadikannya berkali-kali lipat lebih tampan. Membuat aku tak henti bersyukur karena telah memilikinya dalam hidupku.

“Aza belum lihat, sih. Terakhir kali aku lihat aja udah ganteng ehehe.”

“Makanya aku mau jadi tunanganya.”

“Terus sekarang gimana rasanya LDR-an?? Nggak enak pasti, ya, kak Zi??”

“Kata siapa?”

“Kata aku barusan. Soalnya hampir semua temen-temen aku yang ldr-an sama pacarnya, mereka putus di tengah jalan, karena salah satu dari mereka ada yang selingkuh. Mungkin karena jarak? Aku juga nggak tau, karena aku belum pernah pacaran apalagi sampai ldr-an. Ehehe.”

Mendengar perkataan Alea barusan membuat sebuah perasaan takut tiba-tiba saja muncul. Jarak yang jauh, komunikasi yang jarang, dan tidak adanya kepercayaan. Mungkin ketiga hal itu yang sering membuat hubungan jarak jauh itu kandas di tengah jalan.

Sementara hubunganku dengan Alfa? tidak mungkin kandas seperti kisah teman-temannya Ale, kan? Lagipula kami sudah bertunangan. Iya, kan?

Jarak memang membagi kami ke dalam dua benua. Tetapi jarak sejauh ini tidak akan pernah memisahkan kita. Aku ingat perkataan Alfa, entah kapan dia pernah bilang, bahwa jarak bukanlah penghalang jika kita masih sama-sama di bumi, kecuali jika kita sudah berbeda alam. Komunikasi kami juga baik, meski tidak sesering saat dia ada di sini. Lalu kepercayaan? Aku yakin bahwa kami saling percaya. Aku percaya seratus persen bahwa Alfa tidak akan mengkhianati kepercayaanku. Jika ditanya kenapa aku seyakin itu padanya? Aku pun tak tau. Aku hanya yakin. Itu saja.

“Kak Zi??”

“Eh? Iya kenapa, Za?”

“Malah bengong. Pasti lagi mikirin kak Alfa, ya??” aku hanya tersenyum.

“Sekarang gantian, gimana hubungan kamu sama dugong kamvret berkacamata?”

“Dugong kamvret berkacamata??”

“Sam maksudku. Gimana?”

Kulihat wajah Alea bersemu merah. Dia juga terlihat salah tingkah saat aku menyinggung tentang hubungannya dengan Sam. Ahh adik kecilku ini rupanya benar sudah terkena virus cintanya si Sam. Heran aku, padahal mereka hanya baru bertemu satu kali. Tapi kenapa efeknya bisa sejauh ini, ya?

“Aku.. aku sama kak Sam.. hanya.. hanya teman, kak Zi.” Jawabnya terbata.

“Tapi kamu suka, kan, sama dia??”

Alea tersenyum. Wajahnya yang masih imut-imut ini membuatku gemas. Lantas aku merangkul bahunya dengan tangan kiriku, sedangkan tangan kananku dipakai untuk mengacak rambutnya. Berasa punya adik kalau begini.

“Suka aja boleh, tapi aku kasih tau, ya, jangan mau kalau diajak pacaran. Kecuali kalau dia mau langsung serius ngajak kamu nikah.”

“Ih kok nikah??? Alea kan masih smp, kak. Tahun ini baru lulus. Masa iya langsung nikah???”

SHATTERED Where stories live. Discover now