Ayah

42 12 8
                                    

.

"Tumben baru pulang?"

Aku langsung disambut oleh pertanyaan ayah barusan. Berasa kalau aku ini anak rumahan banget. Sekalinya pulang telat pasti dibilang tumben?

Walaupun kenyataannya memang iya sih.

"Aku abis dari pasar malam dulu tadi, yah. Nih, aku beli gulali. Ayah mau?" Tawarku, tapi ayah menggeleng.

"Eh anak bunda udah pulang." Kata bunda yang baru aja muncul, dan langsung aku menyalaminya.

"Eh iya aku lupa, belum salim sama ayah." Kataku setelah mencium tangan bunda.

"Makan dulu gih, bunda udah siapin di meja makan."

"Ahsiaapppp!!"

Aku langsung berlari menuju meja makan. Perutku udah keroncongan karena dari tadi siang belum keiisi nasi sama sekali. Jangan kalian pikir karena aku marah jadi aku gak mau makan. Justru makan itu nomor satu. Walau lagi marah begini, aku juga harus makan. Karena marah juga butuh tenaga.

Haduhh bingung ngomong apa dari tadi.

:(

"Cepet makannya, ya. Ayah mau bicara."

Refleks aku menghentikan suapanku. Curiga kalau ayah udah tau tentang aku yang lagi marah sama Alfa. Astaga..

Aku menatap bunda yang lagi siapin minum buat aku. Menatapnya dengan tatapan bingung, tapi bunda cuma senyum. Ah bunda.. kalau bener ayah mau bicarain soal aku dan Alfa, gimana? Habis sudah aku diceramahi. Karena kalian tau sendiri, ayah dan Alfa itu udah klop banget. Jadi sekali pun aku dan Alfa marahan, ayah pasti akan belain Alfa. Pasti.

*

"Jadi, kapan kamu dan Alfa akan menikah?"

WHAT??? MENIKAH?!?!

Yang bener aja!! Masa ayah nanya itu sih? Awalnya aku pikir ayah akan membicarakan soal aku yang sedang marah pada Alfa. Tapi ini lain.

Menikah?

"Yah, Ziyya kan masih kuliah. Alfa juga. Masa nikah, sih?"

Ayah berdecak. "Kamu gak kasihan apa lihat ayah yang udah tua begini? Ayah juga mau seperti temen-temen ayah yang udah pada punya cucu."

Aku diam karena aku gak tau harus bilang apa. Lagi pula, kenapa bahasannya malah tentang pernikahan sih? Kaya gak ada bahasan lain aja!

"Ayah mau lihat putri ayah jadi pengantin paling cantik di dunia, sebelum nanti ay-"

"Ayah nih ya, udah ah, jangan bicara soal ini terus. Ziyya sedih nih jadinya." Potongku dan langsung mendekap ayah.

"Kamu ini anak ayah dan bunda satu-satunya, sayang. Kami mau yang terbaik untuk kamu. Ayah tau Alfa itu yang terbaik. Maka dari itu, kalau bisa menikah dalam waktu dekat ini, kenapa harus nunggu kalian lulus?"

Ayah gak tau! Orang yang kata ayah terbaik itu udah kecewain aku! Hati aku sakit karenanya, ayah!

Andai aku bisa meneriakkan itu. Sayangnya kalimat itu cuma hadir dalam benakku. Aku gak tau nanti ke depannya akan bagaimana. Tapi untuk saat ini..

"Seenggaknya tunggu Ziyya lulus dulu. Iya, kan, bun?" Kataku.

"Bunda mah ikut apa kata ayah aja. Karena bunda tau, kalau ayah udah bilang Alfa yang terbaik untuk kamu, itu berarti iya."

Ah bunda gak seru! Harusnya bunda belain aku dong! Masa main ikut gimana ayah aja?

Kalau sekarang hubungan aku dan Alfa sedang dalam keadaan baik, besok pun aku rela diajak ke KUA. Tapi yang jadi masalahnya, saat ini hubungan aku dan Alfa sedang tidak dalam keadaan baik-baik aja.

SHATTERED Where stories live. Discover now