Bandara

43 8 2
                                    

.

Aku udah kembali lagi ke rumah. Di kampus tadi gak ada yang spesial. Perkuliahan cuma satu,itu pun terlambat. Jadi, untuk apa tadi aku ke kampus? Di sana juga cuma ditraktir makan nasi goreng aja sama Sam. Abis itu pulang.

Niatku ingin tidur siang, tapi aku ingat, aku harus mengantar Gama ke Bandara. Jadilah aku kembali siap-siap, karena kata Gama, sebentar lagi supirnya akan menjemputku.

Dia bahkan udah memikirkan bagaimana nanti aku pulang agar gak sendirian. Ah Gama.. kalau aja aku masih sendiri, udah aku jadikan kamu pacar (lagi) Gam.

Tapi sekarang aku udah sama Alfa. Ya walaupun hubungannya lagi sedikit renggang, tapi aku percaya, semuanya akan baik-baik aja.

*

Saat ini aku udah ada di dalam mobil. Yang kata Gama sebentar lagi itu ternyata memang sebentar lagi. Karena beberapa saat setelah aku menerima pesan dari Gama, supirnya udah ada di depan rumah.

Aku baru mengaktifkan handphone lagi. Dan ternyata banyak banget missed call dari Alfa. Pasti dia mau jelasin semuanya. Tapi aku mengabaikannya. Bukankah aku pernah bilang? Aku gak butuh penjelasannya, karena yang aku butuhkan itu kehadirannya.

Merasa bosan, aku kembali menon-aktifkan handphoneku lagi. Lalu aku simpan ke dalam sling bag yang sengaja aku bawa.

"Hai," sapa Gama yang baru aja masuk dan duduk di samping kursi kemudi.

Bahkan aku baru sadar kalau saat ini aku udah sampai di rumah Gama. Tapi kenapa Gama sendirian?

"Fira mana?" Tanyaku.

"Fira gak ikut. Berangkatnya nanti katanya kalau udah lulus." Aku hanya ber-oh ria.

Selama perjalanan pun gak ada yang berbicara selain penyiar radio. Sampai akhirnya kami tiba di Bandara.

"Kamu gak bawa apa-apa, Gam?" Tanyaku yang heran, karena ternyata Gama hanya membawa satu ransel kecil itupun yang dipakainya sekarang.

"Emang harusnya aku bawa apa?" Tanyanya sambil terkekeh.

"Baju gitu? Atau apa? Kalau gini caranya mah bukan kaya orang mau pindah, tapi kaya orang yang mau jalan-jalan." Kataku.

Gama menarik hidungku. Kebiasaan!

"Semuanya udah tersedia di sana." Katanya.

"Gak bawa oleh-oleh gitu?"

Ya siapa tau aja Gama kan mau pindah ke Amsterdam. Di sana kan adanya kincir angin, siapa tau Gama mau bawa oleh-oleh khas Indonesia yang berbeda. Monas misalnya?

Miniatur monas maksudku! Masa iya monas aslinya dibawa-bawa!

"Kan udah," katanya dengan senyum yang aku sendiri gak tau artinya apa.

"Apa?" Tanyaku penasaran.

"Foto kamu." Jawabnya dengan enteng sembari menunjukkan kamera yang terkalung di lehernya.

"Emang foto bisa dijadiin oleh-oleh, ya?"

"Bisa,"

"Masa,sih?"

"Iya."

Gama berbalik menatap supirnya. "Tunggu di sini dulu, pak."

Kemudian Gama menarikku ke sebuah kursi tunggu. Dia memperlakukanku dengan sangat baik.

Setelah itu Gama pergi sebentar. Entah ke mana tujuannya. Tapi katanya dia mau beli sesuatu. Paling juga dia kepikiran buat beli oleh-oleh. Hahaha.

"Ziyya??"

Nah loh, siapa yang kenal aku di Bandara ini? Aku kira aku famous-nya cuma sekalangan kampus. Tapi ternyata luas juga ya? Hhihihi

SHATTERED Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon