1.💔

785K 61.5K 23.6K
                                    

Memelukmu bagaikan ketidakmungkinan yang selalu aku harapkan.

-Gladys.

Gladys POV.

Plak

"Dasar anak gak tau diri! Dibaikin malah ngelunjak."

Tamparan dan makian sudah menjadi makanan untuk ku, tatapan kebencian itu yang selalu aku sambut kala memasuki rumah.

Tak ada lagi cinta bagiku, tak ada kebahagiaan bagiku tak ada perhatian untukku.

Aku mengabaikan mereka yang mencaci maki diriku, sepertinya aku sudah mati rasa. Bahkan tamparan itu tak terasa di pipiku.

Aku memasuki kamar dan menguncinya, menatap diriku yang menyedihkan ini di dalam cermin.

"Apa aku gak boleh buat bahagia?"

"Apa papa dan mama tak menyayangi ku?"

"Apa aku masih dianggap anak olehnya?"

Ribuan pertanyaan bersarang di dalam otakku, ingin rasanya aku berteriak meluapkan rasa sakit yang aku rasakan selama 5 tahun ini.

Yha! 5 tahun aku dikucilkan dalam keluargaku sendiri. Selama itu aku tak pernah lagi mendapatkan perhatiannya.

Bahkan saat berkumpul dengan keluarga besar pun aku tak pernah datang, bukannya aku menolak namum kedua orang tuaku tak mau mengajakku.

Aku Membuka sedikit pintu kamarku, aku mendengar suara ketukan pintu dan aku melihat gadis cantik mirip sepertiku.

"Mama Angle pulang!"

"Kamu baru pulang sayang? Gak ngabarin mama, bikin khawatir aja."

Aku mendengarnya, dia kembaranku. Mama dan papa selalu memanjakannya, perhatiannya berbeda saat denganku.

Aku menutup kembali pintu kamarku, menangis di belakang pintu dan menutup wajahku dengan telapak tangan.

Sekuat tenaga aku menahan isak tangis agar tak ada yang mendengarnya. Apakah ada yang lebih sakit daripada menangis dalam diam?

Aku kembali menatap diriku di depan cermin, menatap bekas tamparan papa yang masih memerah di pipiku.

Aku mengambil handphone di saku rok ku. Menatap nanar nama disana, selama ini aku selalu bercerita tanpa jawaban.

Ku buka Room chat mama, aku menekan pesan suara di sana.

"Ma, papa nampar aku lagi ma. Tapi ini gak sakit kok ma, Glad kuat kok. Kata mama Glad ga boleh nangis kan?  Tapi gak bisa ma." ucapku sambil terisak.

Bodoh memang, aku sudah mengirimkan pesan lebih dari seribu, namun tak kunjung mama membuka blokirannya.

Semua anggota keluargaku memblokir nomor ku.

Bahkan teman-temanku pun begitu. Mengapa aku terasa asing?

Ku raih cutter di bawah bantal tidurku, kaki jenjangku melangkah ke arah kamar mandi.

Aku terduduk sambil menangis, ku dorong cutter agar isinya keluar.

Ku gulung lengan bajuku, di sana sudah banyak luka yang sudah mengering. Bukan sekali saja aku melakuannya, bahkan sudah sangat kering.

Ku goreskan cutter ke lenganku, aku membuat pola garis-garis disana, aku masih cukup sadar agar aku tak menggores nadiku. Aku masih takut untuk mati.

Darah kental menetes di lenganku, fisik diriku terganggu dengan semua cemoohan mereka yang di lontarkan kepadaku.

Ku pejamkan mataku, menelusuri bayangan diriku yang pernah bahagia 5 tahun yang lalu.

RETAK [Sudah Terbit]✓Où les histoires vivent. Découvrez maintenant