35. 💔

252K 38.7K 15.6K
                                    

Bukannya menghindar, tapi berpindah tempat adalah cara yang ampuh untuk memperbaiki hati yang rapuh.

MULMED-NYA PAS BANGET, WAJIB DENGER :')

_Retak_

Dua bulan berlalu

"Semuanya udah dibawa?" Tanya Glen sambil menaikan koper milik anaknya kedalam bagasi mobil.

"Tunggu Pa, satu barang yang belum aku bawa." Gladys langsung berlari menuju kamarnya.

Ini memang berat, tapi ini adalah pilihan yang terbaik. Gladys memutuskan untuk kuliah di luar negeri, siapa tahu dengan pergi dari sini untuk waktu yang lama mampu mengobati lukanya.

4 tahun, Gladys akan menghabiskan waktunya untuk kuliah di Jerman. Berbulan-bulan dia memikirkan kemana dia akan pergi kuliah, dan akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari negara ini, dan menghabiskan waktu bersama Angle di Jerman.

Gladys membuka kamarnya. Kamar yang banyak luka di dalamnya. Gladys mengambil sebuket bunga mawar putih, tujuannya sebelum berangkat adalah ke makam sahabatnya, Sagara.

Tapi, kakinya melangkah mengambil buku diary miliknya. Diary yang memiliki banyak kenangan, bahkan Gladys tak pernah absen menceritakan kesedihan dan kebahagiaan dalam buku itu.

"Aku tutup lembaran terakhir ini. Aku akan mulai di buku yang baru, selamat tinggal kenangan." Gladys langsung berjalan keluar dan menutup pintunya.

Gladys naik ke mobil bagian belakang bersama Angle. Gladys menatap jalanan yang tidak padat, mungkin dia akan merindukan suasana kota Bandung, dan kenangannya.

"Kita ke makam sahabat kamu?" Tanya Glenn sambil fokus menyetir.

Gladys mengangguk menanggapi ucapan ayahnya. Bandung adalah kota kelahirannya, Bandung adalah tempat dirinya dibesarkan, dan kota Bandung juga yang memberikan luka dan pelajaran.

Banyak hal berharga yang Gladys lalui dalam kehidupannya, dari mulai hilangnya kepercayaan, mencari adanya kebahagiaan, dan kehilangan cinta yang dia jaga begitu rapi.

Gladys sudah tak mempercayai cinta, bahkan dia juga masih meragukan cinta dari ayahnya. Gladys memiliki asumsi bahwa semua laki-laki nampak sama, memberikan luka dan datang seolah tak terjadi apa-apa.

Gladys sudah mencoba untuk menghilangkan kebiasaan untuk tidak menyakiti diri sendiri, tapi itu cukup sulit untuknya. Bahkan rasanya sekarang hampa jika sehari saja tidak menggores tangan menggunakan cutter atau benda tajam dan tumpul lainnya. Menurutnya, lebih baik fisiknya yang dibuat hancur atau dibuat luka, bukan mentalnya.

Mobilnya terparkir di depan parkiran pemakaman. Gladys langsung mengambil bunga yang tadi diambil dalam kamar dan turun dari mobil. Keluarganya hanya menunggu dalam mobil, Gladys hanya ingin mengucapkan selamat tinggal kepada sahabatnya itu, sebelum dirinya pergi.

Gladys tersenyum menatap papan nama yang menuliskan nama sahabatnya. Tidak terasa, sudah cukup lama dia berusaha mengiklaskan dan hidup tanpa seorang sahabat yang tulus seperti dia. Jika boleh meminta satu permintaan, Gladys hanya ingin menghidupkan kembali Sagara.

"Hai, sudah lama tidak berjumpa dan saling bertukar sapa." Ucap Gladys sambil meletakkan bunga di atas kuburan Sagara.

"Mungkin aku akan merindukan momen-momen dimana kita menghabiskan waktu bersama, merindukan gelak tawa yang kita keluarkan diwaktu bersamaan. Kamu udah gak ngerasa sakit lagi kan, Ra? Sekarang aku lagi nyoba buat keluar dari kegelapan, lentera yang aku bawa udah padam. Dulu aku punya dua lentera yang menemani gelapku, kamu dan dia. Perlahan mulai redup itu kamu, dan mati. Aku memiliki satu lentera lagi, aku peluk agar tidak mati. Tapi, ada makhluk jahat yang menarik lentera dari genggamanku. Akhirnya aku sendiri di dalam gelap, tanpa ada seseorang yang menemaniku." Ucap Gladys.

RETAK [Sudah Terbit]✓Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora