12.💔

378K 43K 9.5K
                                    

Bagiku dunia itu adalah Gladys.

***

"Jangan seneng kamu! Saya lakuin itu karena saya gak mau bangkrut. Pandai juga ya kamu deketin Aldo, pasti kamu mau uangnya kan?!" Bentak Glen membuat Gladys kaget.

"E--enggak Pa. Gladys cuma mau kayak anak yang lain," ucap Gladys lirih.

"Sampai kapanpun kamu gak akan pernah kayak orang lain!" Tegas sang Mama.

"KENAPA GAK BISA?! KENAPA HARUS AKU YANG NANGGUNG SEMUA? KALIAN SADAR GAK UDAH BUAT AKU SEHANCUR APA? KALIAN ANGGAP AKU PEMBUNUH? LIAT INI,"

Gladys menaiki tangga lalu naik ke atas pembatas. Dan.....

Bruk

"GLADYS!!"

Teriak semuanya histeris saat melihat kepala Gladys mengeluarkan banyak darah.

"Apa aku sudah mati?" Gumam Gladys sebelum semuanya menggelap.

Glen langsung berlari dan mengangkat tubuh Gladys. Dari pancaran wajahnya terlihat bahwa ia tetaplah seorang ayah.

Namun langkahnya terhenti saat nafas Gladys tak berhembus. Kaki Glen bak jelly, ia terduduk di lantai sambil memeluk tubuh putrinya.

"Gladys!!"

"Pa bangun!"

Glen membuka matanya dengan nafas tersengal, wajahnya pucat dan keringat dingin menetes di dahinya.

"Minum dulu, kenapa sih Pa? Manggil nama anak itu?" Tanya sang istri membuat Glen menggeleng.

"Gapapa. Anak itu belum pulang?" Tanya Glen membuat sang istri mengangkat bahunya, acuh.

Glen mengangguk lalu kembali tidur.

Mimpi itu mengapa seperti hal nyata? Glen berusaha memejamkan matanya dan melupakan tentang mimpi tadi. Kenapa ia merasa takut sekarang?

"Sudahlah tidak penting."

***

"Ish! Gak mau!"

"Buka matamu, lihat itu menyenangkan,"

"Menyenangkan your eyes? Kak Aldo gila, gila, gila," maki Gladys membuat Aldo tertawa.

"Membunuh itu menyenangkan," ucap Aldo memebuat Gladys semakin naik pitam.

"YAUDAH KALO GITU BUNUH AKU AJA!" teriak Gladys masih dengan menutup wajahnya.

Aldo langsung diam tanpa suara dan menatap Gladys dingin. Tangannya mematikan acara yang sedang ia tonton.

Gladys yang merasa tayangan itu sudah tak terdengar lagi, perlahan membuka matanya perlahan. Ia harus menelan ludah kasar saat Aldo menatapnya lekat tanpa ekspresi.

"Em--- k--ka--kak. Kenapa?" Tanya Galdys gugup.

Aldo bangkit lalu meninggalkan Gladys sendiri. Aldo berjalan menuju kamarnya lalu mengunci pintunya.

"Aku salah ngomong?" Tanya Galdys pada diri sendiri.

Gladys berjalan untuk mengetuk pintu kamar Aldo. Ia takut kalau lelakinya itu marah. Lebih baik Aldo membentaknya daripada harus di diamkan berhari-hari.

RETAK [Sudah Terbit]✓Where stories live. Discover now