40. 💔

259K 30.7K 5.5K
                                    

Terlalu gampang mencari lelaki yang mencintai karena parasmu, tapi terlalu sulit mencari lelaki yang menerima kekuranganmu.

_Retak_

Hari ini Marsel bersiap untuk pergi ke Jerman untuk menemui Gladys. Namun dirinya masih tidak tenang untuk pergi, karena Amanda sakit. Mungkin karena faktor kehilangan ibunya, membuat dirinya tak memperdulikan kesehatan.

"Kamu nggak mau mundurin waktu lagi? Kamu nggak kasihan sama Amanda?"

Marsel menghela nafas berat, sebenarnya dia juga bimbang, tak tega meninggalkan Amanda dalam keadaan seperti ini. Badannya panas tinggi, dalam mata yang terpejam dia melirihkan nama ibunya.

"Ya mau gimana lagi Bun, masa aku mundur lagi. Udah cukup seminggu aku mundurin waktunya," ucap Marsel menatap ibunya yang berdiri di depan pintu kamarnya.

"Jaga diri baik-baik ya, kalau kamu ada apa-apa bilang sama Bunda. Jaga makannya, maafin Bunda ya, Bunda selalu overprotektif sama kamu, Jangan tinggalin Bunda sama seperti Abang kamu, ya," Zia hampir menangis.

Padahal menurutnya Dia sudah menjadi Ibu yang baik, dia hanya ingin masa depannya cerah untuk anak-anaknya, tapi sepertinya itu malah mengekang anak-anaknya sehingga kehilangan masa kecil yang harusnya diisi dengan permainan malah diisi dengan buku pelajaran.

"Kuliahnya yang rajin, Bunda percaya sama kamu. Semoga ada keajaiban di sana kamu bisa bertemu dengan kakak kamu," ucap Zia memaksakan senyumannya padahal air mata sudah jatuh.

Marsel langsung menghampiri ibunya, dia menarik tubuh wanita paruh baya di hadapan ini dan memeluknya erat. Dia paham Ibu hanya ingin yang terbaik untuk anak-anaknya, tapi dia kurang mengerti apa yang dibutuhkan oleh anak-anaknya.

"Mars nggak akan kayak Abang. Aku masih sayang Bunda, Bunda jangan sedih," Marsel mengusap air mata ibunya lalu mengecup keningnya.

"Sebentar lagi penerbangan, ayo kita berangkat," ajak Marsel membuat ibunya mengangguk lalu menggenggam anaknya turun melewati tangga.

Tapi langkah Marsel terhenti, Dia berjalan ke kamar di mana Amanda tertidur. Dia belum mengucapkan salam perpisahan untuknya, bagaimanapun Sekarang dia sudah menjadi bagian dari keluarganya.

Zia hanya tersenyum melihat putranya yang semakin dewasa, dia akan pergi meninggalkannya untuk mengejar cita-cita dan kisah cintanya. Zia sadar dirinya hanya mendoakan yang terbaik untuk anaknya bukan ikut campur atas semua yang dilakukan oleh putra-putranya. Seharusnya dari awal dia sadar mengapa Gilang pergi meninggalkan mereka, itu karena keegoisan dirinya yang mementingkan kepintaran dan materi saja, dia tak pernah memikirkan kebahagiaan anaknya.

Marsel membuka pintu kamar Amanda dengan pelan, ia melihat Amanda yang meringkuk membelakangi dirinya, perlahan tangan Marsel menyentuh kening Amanda yang masih panas tinggi, padahal kemarin baru saja diperiksa oleh dokter. Katanya ini adalah hal biasa jika seseorang kehilangan sesuatu yang berharga, syukurlah Amanda hanya merasakan sakit bukan depresi.

"Man..." Ucap Marsel lirih.

Sepertinya Amanda tidak benar-benar tertidur, dia bangun dari posisi tidurnya menghadap Marsel yang sudah rapi.

"Mau berangkat ya?" Tanya Amanda sambil mengusap matanya yang sembab karena menangis.

"Hm. Gue harap lo nggak akan sedih lagi ya, ikhlasin aja yang udah ilang. Mungkin ini salah satu cara Tuhan untuk menguji seberapa sabarnya kita, lo masih punya Bunda, lo bisa nggak dia sebagai ibu, karena Bunda juga udah nganggap lho sebagai anaknya," ucap Marsel membuat Amanda mengangguk.

"Makasih banyak ya. Jaga diri disana, aku doain semoga Tuhan mempertemukan kamu dengan dia, dan semoga takdir kalian bersama," ucap Amanda membuat lelaki di hadapannya tersenyum.

RETAK [Sudah Terbit]✓Where stories live. Discover now