S a t u

10.4K 508 5
                                    

Macet adalah satu hal yang dapat membuatku meluruhkan senyuman karena kesal. Seperti yang sedang terjadi saat ini, kendaraan berbagai jenis hanya bisa maju sedikit demi sedikit akibat sesaknya jalanan.

Entah ini yang ke berapa kali aku menghela nafas, jam sudah menunjukan pukul tujuh lebih lima belas menit yang artinya lima menit lagi bel sekolah akan berbunyi. Sedangkan tidaklah mungkin dalam waktu lima menit mobil ini sudah sampai di sekolah.

Masalahnya adalah ini hari pertamaku untuk datang ke sekolah baru, akan menjadi masalah besar jika aku terlambat di hari pertama ku ini.

"Pak, nggak ada jalan lain ya?"

Pak Mardi-Supir keluargaku hanya menoleh dengan raut kecewanya, dia mungkin menyadari perasaan tidak senangku yang harus terlambat di hari pertama masuk sekolah baru.

"Haduh punten atuh Neng, udah kejebak. Nggak bisa puter balik lagi." Aku hanya mengangguk seadannya, tak apa terlambat bukanlah suatu hal yang sangat buruk.

Dua orang anak kecil berdiri di depan kaca mobil bagian samping dengan lantunan lagu dan bunyi kencrung yang dipetik mengikuti nada-nada indah itu. Meski masih kecil tapi sudah terlihat ia memiliki bakat dalam menyalurkan nada.

Tak terelakkan kalau mereka juga turut menabah kemacetan, berlalu lalang diantara mobil-mobil membuatnya semakin tersendat saja. Tapi itu memanglah cara mereka mencari nafkah, mau bagaimana lagi.

Aku mengambil selembar uang berwarna hijau lalu lekas membuka kaca mobil. Belum sempat aku menyerahkan uang ditanganku, kedua anak itu sudah lari terbirit. Raut wajah ketakutan tergambar jelas di wajah mereka.

Ada apa?

Kuedarkan pandangan, tapi nihil. Tidak ada hal aneh yang terjadi di dalam mobil ini. Pak Mardi masih asyik memandang ke depan, karena deretan mobil di depan mulai berjalan meski pelan. Memang tidak ada hal aneh, tapi apa yang membuat mereka lari ketakuan seperti itu?

Lima belas menit kemudian aku telah tiba di sekolah, benar saja gerbang sudah tertutup rapat. Tapi untung saja guru piket yang bertugas menghukum anak-anak terlambat memberi keringanan karena aku adalah murid baru, ya itu menguntungkan karena aku tidak perlu lagi berpanasan memberi hormat pada bendera sampai satu jam pelajaran atau membersihkan wc.

Bergegas menuju ke ruang guru, aku langsung bertemu dengan bu Sari. Orang yang ku ketahui sebagai wali kelas ku, saat mendaftar beberapa hari lalu beliaulah juga yang mengurusinya sehingga tidak terlalu canggung saat bertemu dengannya sekarang.

"Nak Alana?"

Senyuman manis dan anggukan pelan aku tampakan sebagai jawaban atas pertanyaan bu Sari. Dia mengangguk dan menyuruhku untuk mengikutinya ke kelas baru.

Jika dilihat sekilas bu Sari ini terlihat memiliki tampang yang garang dan tegas, tapi setelah kalian mengenalnya mungkin kata garang itu akan dileburkan. Dia memang tegas tapi juga sangat baik dan ramah, wajah anggunnya itu pasti membuat orang yang baru pertama kali melihatnya mengira beliau masih lajang.

Aku mengikuti langkahnya yang berjalan menuju ke kelas yang berada di lantai tiga, kelas berada di paling ujung sehingga membuat kakiku pegal karena terus berjalan. Kelas dengan papan kecil bertuliskan XI IPA 3 ini sekarang akan menjadi kelas baruku.

IPA, adalah mata pelajaran yang menurutku tidak bertele-tele, aku menyukainya dari bahkan masih duduk di sekolah dasar. Daripada harus menghafal buku sejarah yang tebalnya melebihi kamus bahasa inggris aku lebih memilih mengaplikasikan rumus untuk mendapatkan jawaban. Itu lebih simpel, teman.

Di kelas itu ternyata ada seorang guru lelaki yang terlihat baru saja memulai kelasnya, beliau mengangguk saat bu Sari masuk dan mengatakan ada murid baru yaitu aku.

Pengantin IblisWhere stories live. Discover now