E n a m B e l a s.

4.6K 295 1
                                    

"Lihat nggak sih, kalau Ale tuh mandangin Nita terus?" ucapan Ria itu berhasil membuat fokusku dalam menyelesaikan rangkuman buyar.

Aku mengikuti arah pandang Ale, memang tertuju jelas pada Nita. Setahuku Nita adalah seorang bendahara kelas yang cukup pintar, ia mengenakan sebuah kacamata kotak dan rambutnya yang hitam legam sepanjang pinggang. Gadis itu sangatlah manis, mungkin saja itu yang membuat Ale menyukainya.

"Suka mungkin, udah gausah diganggu!" perintahku, bukan menjadi hal aneh juga seorang lelaki menyukai seorang perempuan, jadi untuk apa dipermasalahkan.

"Tapi tatapannya aneh, Lan."

Aku kembali memusatkan perhatianku pada Ale, memang jika dilihat itu bukanlah tatapan berbinar. Orang yang jatuh cinta menumbuhkan banyak hormon yang mempengaruhi kebahagiaan, biasanya seseorang yanh melihat orang dicintainya maka ia akan senyum-senyum sendiri, atau paling tidak menatapnya dengan tatapan mata berbinar. Sekarang ini tatapan tajam yang Ale tujukan, tidak ada emosi apapun dalam mimik wajahnya.

"Gue kasih tahu ya, Lan. Dulu saat kenaikan kelas dua, ada murid di kelas ini namanya Angga, dia dan Ale berantem di kelas karena Angga udah nyelingkuhin adik Ale. Satu hari setelah pertengkaran mereka, Ale natap Angga terus, persis kaya sekarang natap Nita sekarang ini...." sebelum melanjutkan ceritanya Ria mendekatkan bibirnya ke telingaku lalu berucap lirih, "Pulang sekolah Angga meninggal karena kecelakaan motor, itu aneh banget Alana!"

Selama ini aku mengenal Ale bukanlah orang jahat, ia memang awalnya ketus padaku karena tidak ingin ikut campur permasalahanku dengan ikatan iblis. Tetapi pada akhirnya ia membantuku bertemu dengan kakek Teja, meski itu tidak banyak membantu, setidaknya ia sudah memiliki niat tulus. Akhir-akhir ini kita juga lumayan akrab, aku yang sekarang bisa melihat hantu akan banyak membutuhkan bantuannya.

Dalam kasus Angga yang baru saja diceritakan Ria, mungkin saja itu memang takdir Angga untuk meninggal dalam kecelakaan motor. Hanya saja yang menjadi pertanyaan kenapa Ale menatapnya lekas pada jam-jam sebelum Angga meninggal. Itu yang terasa sedikit aneh.

"Banyak yang bilang kalau kecelakaan Angga itu penyebabnya adalah Ale, dia kan anak aneh, jadinya bukan nggak mungkin dia ngelakuin ritual buat bikin Angga dicelakai sama mahluk halus."

"Mungkin itu kebetulan," ucapku untuk memperbaiki prasangka Ria. Bagaimana pun itu tidak memiliki bukti dan tentunya tidak bisa asal tuduh sembarangan.

"Emang ada kebetulan yang secreepy itu?"

"Nggak tahu juga sih, tapi kan umur seseorang kan nggak ada yang tahu juga, Ria."

"Lo kan akhir-akhir ini lumayan deket tuh sama Ale, peringatin gih biar nggak apa-apain Nita."

"Kenapa nggak lo aja, gue nggak mau ikut campur masalah orang lain." tentu saja menghakimi orang tanpa bukti adalah sebuah kesalahan.

"Gue kan nggak akrab sama Ale, kasian tahu Nita itu orang baik. Masa dia bisa punya masalah sama Ale sampai segitunya, nanti deh Lan lo ngomong sama Ale."

Aku hanya mendengus disusul oleh bel istirahat yang berbunyi, bu Anika yang tengah mengajar di jam ini segera mengakhiri kelas sehingga banyak murid yang berhamburan keluar, sebagian memuaskan dahaga di kantin dan sebagian lagi sekedar keluar untuk menghilangkan jenuh selama mengikuti pelajaran di kelas.

"Gih ngomong saja Ale!"

Aku memutar bola mataku, melangkahkan kakiku menuju bangku Ale yang berada di ujung depan. Aku menundukan dirinya di bangku sebelahnya, dia hanya memandangku sebentar sebelum kembali fokus pada ponselnya, tetapi itu tidak berlangsung lama, ia hanya mengecek ponselnya sebentar lalu menyimpannya kembali.

"Ada yang aneh ya sama Nita? Lo mandangin Nita terus soalnya." sergahku dengan kalimat pelan.

"Lo nggak lihat tanda merah itu?"

Aku menfokuskan pandanganku pada Nita, selain para mahluk penghuni kelas ini yang telihat menatap Nita, aku tidaklah melihat apapun, apalagi yang Ale lihat.

"Enggak, emang itu apa?"

"Itu adalah aura merah pekat yang mengeliling, pertanda kematian." Ale mengucapkan itu begitu entengnya, seperti hal itu bukanlah masalah sama sekali, sedangkan aku mendengarkan kata kematian langsung merinding.

"Jadi lo bisa tahu kapan orang itu mati?"

Ale menggeleng, "Enggak juga, tetapi di hari kematian seseorang, gue bisa lihat aura merah pekat itu menyelimuti. Pertama kali lihat adalah saat gue masih kecil, entah umur 4 apa 5, saat itu kakek gue sakit dan suatu hari aura merah itu terlihat, malamnya kakek meninggal."

Tahu kapan seseorang meninggal itu menurutku sangat menyeramkan, kita tahu ajal seseorang di depan mata dan hanya kita seorang yang tahu. Jika itu dari dulu, berarti Ale sudah melihat banyak aura merah tanda kepulangan itu. Juga itu artinya saat kematian Angga bukan Ale penyebabnya seperti yang dikatakan Ria, tetapi Ale melihat aura merah itu pada Angga.

"Itu artinya, ini hari terakhir Nita?"

Ale mengangguk, sekarang mataku menatap lekat ke arah Nita, ia tengah bercengrama dengan teman sebangkunya, menghabiskan satu buah kotak bekal yang ia bawa dari rumah. Tidak menyangka saja seseorang yang terlihat sehat dan bugar itu hanya memiliki waktu hidup sampai hari ini, entah itu nanti siang, nanti sore atau nanti malam, hidupnya akan berakhir.

"Nggak ada cara gitu buat nyelamatin Nita?"

"Kematian itu takdir Tuhan, gue kebetulan dikasih kemampuan buat tahu tetapi kembali lagi gue nggak bisa merubah jalan takdir yang dibuat Tuhan. Jika itu memang ajalnya, mau gue bantu gimanapun ya gabisa."

Benar, dimanapun kita bisa menemui kematian. Entah itu saat bekerja, bepergian atau bahkan saat sedang duduk santai di rumah. Banyak cara seseorang menemui kematian dan kita juga tidak bisa memilih akan seperti apa caranya.

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Dont forget to click the vote button!

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Jika ada pertanyaan tuliskan saja di kolom komentar, terima kasih sudah mampir di cerita ini silahkan tunggu episode selanjutnya ^_^

And, see you.

Pengantin IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang