D u a P u l u h T i ga

4.1K 285 2
                                    

Tangisan pilu itu mampu membuat air mataku ikut menggenang, kepergian seseorang yang amat di cintai akan menjadi sesuatu yang begitu menyakitkan, terlebih jika kepergiannya secara tragis. Tidak jauh di depanku ini ada keluarga Indira beserta suaminya, setengah jam yang lalu polisi datang dan menggeledah ruangan dokter Reno, aku sebenarnya tidak menyaksikan hal itu karena bunda baru mengabari.

Saat sampai di rumah sakit aku dan Aleandra sudah melihat keluarga dari Indira tengah menangis di depan ruang autopsi. Aku yakin kepiluan mereka terjadi sejak tadi, telebih saat melihat jenazah yang di awetkan di pendingin, aku saja yang sekedar orang luar tidak berani untuk melihatnya, terlalu menyedihkan.

Indira sudah ada di samping suaminya meski ku yakin sang suami tidak bisa melihatnya, entah sejak kapan ia berpindah dari gudang rumahku hingga sampai disini. Tetapi aku bisa lega karena sekarang Indira sudah jauh lebih baik, penampilannya sudah rapi, ia sudah kembali dengan kewarasannya dan tidak lagi menangis seperti kemarin, tidak ada darah juga. Syukurlah jika Indira tidak menjadi roh jahat dan justru nanti akan menemukan jalannya.

Indira melayang ke arah aku dan Ale, dia memberikan senyuman manisnya kepada kami.

"Terima kasih sudah menolongku," ucapnya dengan tulus.

"Istirahatlah dengan tenang dokter itu akan mendapatkan balasan setimpal dari apa yang telah ia perbuat." tutur Ale dengan kalimat halus.

"Bolehkan aku meminta bantuan, satu kali lagi?"

Aku mengangguk, "tentu saja, katakan apa yang perlu kami bantu?"

"Katakan pada suamiku jika aku sangat mencintainya, itu saja."

***

Sore hari setelah autopsi, jenazah Indira langsung dikebumikan, selain karena jenazahnya sudah berair, pihak keluarga juga ingin jenazahnya cepat-cepat dimakamkan. Aku dan Ale ikut pergi mengantarkan ke kuburan, sedangkan bunda tidak bisa karena masih memiliki jam kerja. Baik selama perjalanan menuju ke pemakaman dan bahkan saat masih di rumah duka, Indira tidak pernah beranjak sedikitpun dari sisi suaminya, ia setia disana sampai dengan saat jenazahnya sudah terkubur ia baru menghilang.

Pasangan muda yang baru saja menantikan anak pertama mereka tetapi harus mengalami kejadian setidak beruntung ini, begitu malang karena kisah cinta mereka hanya sampai disini. Jujur saja aku melihat begitu banyak ketulusan di mata suami Indira, dia memangis sepanjang hari hingga wajahnya memerah dan kedua matanya membengkak. Saat semua orang telah pergi, ia masih setia dengan berada di samping pusara sang istri untuk melantunkan doa demi doa.

"Apa nggak sebaiknya kita temuin suami Indira, besok saja?" usulku.

Bukan apa-apa, hanya saja ia sepertinya masih diselimuti kesedihan, bukannya agar tidam sopan ya tiba-tiba menghampiri.

"Sekarang lebih baik," sahut Ale.

Akhirnya aku dan Ale melangkah mendekat ke arah pusara, suami Indira yang kurasa berusia sekitar dua puluh delapan tahunan ini menatap kami sebentar sebelum tersenyum ramah. Dalam tangisnya pun ia masih bisa bersikap sopan pada pelayat yang datang mengantarkan istrinya.

"Saya dengar kamu yang mengungkapkan semuanya? Saya sangat berterima kasih, karena kamu saya bisa menemukan istri saya."

Indira dilaporkan hilang oleh keluarga dan masih menjadi target pencarian, saat bunda memasukan kasus dokter Reno ke kepolisian, segeralah di hubungi pihak keluarga jika Indira menjadi salah satu korban dokter Reno.

"Tidak masalah," sahutku pelan.

"Waktu itu kata dokter kandungan Indira lemah sehingga harus dirawat inap, saya pulang untuk mengambil pakaian dan beberapa keperluan. Tetapi saat tiba dirumah sakit, Indira sudah tidak ada di kamarnya, saya mencari kemana-mana tetapi malangnya CCTV di sekitar ruang rawatnya tidak berfungsi. Setelah berhari-hari dicari polisi pun, tidak menemukan hasil apa-apa."

Aku tahu, saat kejadian itu Indira benar-benar seorang diri, tidak ada yang menemaninya.

"Mas jangan sedih lagi ya, mbak Indira sekarang udah istirahat tenang disana. Mbak Indira pernah bilang kalau dia sangat mencintai Mas."

Bukannya menghapus air matanya, ia justru semakin menangis setelah mendengarkan kalimatku. Memang begitulah sakitnya kehilangan, aku tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya mengetahui pasangan sekaligus calon anak, meninggal secara tragis seperti itu.

"Saya sangat mencintai Indira, dia satu-satunya wanita hebat yang menemani saya berjuang dari nol. Saya tidak menyangka perpisahan ini begitu menyakitkan, andai saja waktu itu saya tidak pulang, saya benar-benar bodoh."

"Kalau Mas terus memangis seperti ini, yang ada mbak Indira ikut sedih. Berhenti menyalahkan diri, karena mbak Indira sudah istirahat dengan tenang di atas sana."

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Dont forget to click the vote button!

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Jika ada pertanyaan tuliskan saja di kolom komentar, terima kasih sudah mampir di cerita ini silahkan tunggu episode selanjutnya ^_^

And, see you.

Pengantin IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang