S e p u l u h

5.1K 316 0
                                    

"Kau tidak boleh pergi lagi karena sudah terikat benang merah denganku, jika kau pergi ikatan itu akan menjeratmu dalam kematian."

Kalimat itu terus saja berputar di kepalaku, bagaikan rekaman yang diulangi berkali-kali. Semakin ingin menepisnya maka semakin kencang juga suara yang terdengar dikepalaku. Aku mencoba mengalihkannya dengan melihat ayah dan bunda yang tengah menata barang-barang. Sebenarnya sekarang aku menjadi ragu untuk pindah kembali ke Malang atau tidak, kalimat itu terdengar begitu meyakinkan, aku takut akan terjadi sesuatu dengan diriku jika aku pindah.

"Ayah, Bunda...."

Hanya dengan satu panggilan itu kini mata mereka sudah terfokuskan padaku, jari-jariku tanpa sadar kini sudah memilin ujung baju, karena jujur saja saat ini aku sangat bimbang. Ingin menceritakan pada ayah bunda tentang kejadian tadi malam.

"Gimana kalau kita nggak usah pindah?"

Raut wajah mereka berubah, mungkin mereka sangat heran dengan ucapanku.

"Apa maksud kamu Alana?" tanya Ayah.

"Alana takut kalau pindah justru akan terjadi masalah."

Ayah dan bunda saling pandang, entah apa yang tengah mereka pikirkan.

"Itu adalah pilihan terbaik, Alana. Dahulu setelah kamu sembuh kita pindah ke Malang dan buktinya selama disana semunya baik-baik saja. Sebenarnya ini salah kami karena kami menganggap jika semuanya sudah berakhir tetapi rupanya tidak." aku melihat raut wajah tanda bersalah di wajah ayah.

"Tadi malam ada yang mendatangi Alana, dia mengatakan kalau Alana pergi dari sini justru akan terjadi sesuatu yang buruk."

"Kamu serius dengan ucapan kamu Alana?"

Aku mengangguk, untuk hal itu aku memang tidak berbohong karena bahkan sampai saat ini kalimat dan suara itu masih saja terus berputar di kepalaku, seolah menolak untuk dilupakan.

"Kamu bisa melihat iblis itu?"

"Bukan hanya dia tetapi sekarang Alana bisa melihat mereka," ucapanku ini membuat ayah dan bunda nampak memucat.

Setelah kejadian semalam aku benar-benar bisa melihat mereka semua, dinding pemisah dua dunia itu sudah melebur tanpa tertutup kembali seperti biasanya. Aku sedari tadi menunduk dan tidak berani memandang terlalu jauh, karena tidak hanya ada satu atau dua mahluk disini.

Di ujung tembok ada sebuah aura hitam milik seorang berbadan besar dan berbulu lebat, taringnya panjang berjumlah empat buah. Memang dibalik tembok adalah kebun kosong, mungkin dia berasal dari situ. Sedangkan pada kursi kosong depanku ada seorang wanita dengan baju panjang dengan kedua tangan terikat. Di almari ada dua anak kecil tanpa rambut yang tengah riang keluar masuk dengan menembus pintu almari. Aku tidak berani menatap mereka, karena aku yakin jika mereka tahu aku bisa melihat mereka maka mereka akan mendekatiku.

"Kita pergi ke rumah mbok Asih," ucap bunda tiba-tiba.

"Siapa mbok Asih, Bun?"

"Dia orang yang dulu menyembuhkan kamu, kita pergi kesana sekarang."

Aku mengangguk dan mengikuti langkah ayah dan bunda yang berjalan menuju carport, mereka nampak sangat buru-buru.

Ayah melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, tetapi raut wajah ayah nampak begitu serius, bunda yang duduk di sampingnya juga tenggelam dalam pikirannya. Biasanya bunda atau ayah akan mengeluarkan candaan saat dalam perjalanan, membuat suasana menjadi lebih hangat tetapi kali ini hanya hening yang tercipta.

Tak terasa mobil kami sudah menjauhi hiruk pikuk perkotaan menuju ke daerah pinggiran yang jalannya lebih sepi. Mendadak bulu kudukku berdiri karena melihat sepasang kaki tepat berada di samping kakiku, tidak memakai alasa kaki juga bentuknya tidak padat. Maksudku bentuknya itu seperti bayangan, bukan seperti bisa disentuh. Aku tetap mempertahankan diri untuk tidak mengubah pendanganku, menatap sepasang kaki itu lebih baik daripada harua melihat bentuk wajahnya.

Mobil berhenti di sebuah desa yang nampak masih asri, aku bahkan tidak tahu jika di jakarta masih ada desa yang se asri ini. Masih begitu banyak tumbuhan dan juga rerumputan yang begitu hijau, rumah-rumah jaraknya cukup jauh dan kebanyakan masihlah rumah kayu. Ayah dan bunda membawaku masuk ke area rumah kayu yang cukup besar, ada wewangian menyengat begitu sampai di depan pintu. Di depan rumah ini ada pohon palem besar dan disana ada mahluk tinggi besar seukuran dengan pohon itu, mungkin itu yang sering dikatakan orang-orang sebagai penunggu pohon.

"Permisi... Permisi...."

Bunda mulai mengetuk pintu, dan tidak lama kemudia seorang paruh baya datang membuka pintu, mungkin itu yang dimaksud mbok Asih. Perawakannya tidak terlalu tinggi, yang menjadi ciri khas dari penampilannya adalah terusan panjang berwarna hitam polos yang saat ini tengah ia kenakan.

"Ringgo, Intan...." senyuman dari wanita paruh baya itu begitu manis, selanjutnya ia melihat ke arahku. "Ini Nak Alana?"

Senyuman itu mendadakan menghilang saat kami sudah beradu tatap, entah apa yang ada dipikirannya aku juga tidak tahu.

"Kenapa kalian kembali kesini?!" dari kalimat itu juga terselip sedikit amarah, aku bisa melihat itu.

"Kami kira semuanya sudah berakhir tetapi ternyata belum," ucap ibu dengan tertunduk.

"Itu tidak akan pernah berakhir!"

"Apakah Mbok Asih ini tahu tentang semua yang terjadi pada Alana?" tanyaku.

Mbok Asih ini kan katanya orang yang menyembuhkanku itu artinya dia pasti tahu segala yang terjadi padaku. Aku sudah cukup pusing dengan teka-teki ikatan dengan iblis itu, aku rasa jika tahu semuanya akan lebih baik, sekalipun itu mungkin saja akan menyedihkan untuk ku ketahui.

Sebelum menjawab pertanyaanku itu, mbok Asih terlebih dahulu mempersilahkan kami bertiga untuk masuk. Di dalam rumahnya ini juga terlihat banyak perabot kuno, tidak jauh berbeda dengan rumah kakek Teja yang kemarin aku dan Aleandra datangi.

"Dahulu kamu hampir dijadikan tumbal, jiwamu sudah akan di ambil tetapi untung saja saat itu kamu bisa selamat. Aku melihat ada ikatan aneh yang mengikatmu, dan itu begitu kuat, karena tidak ingin hal buruk terjadi aku meminta kalian pindah dari sini. Tetapi sekarang malah kembali lagi kesini!"

Ada yang sedikit aneh, mbok Asih mengatakan aku dahulu hampir diambil jiwanya tetapi mengapa sekarang iblis itu tidak kembali mengambil jiwaku? Aku bahkan tadi malam sudah bertemu padanya, dia tidak melukaiku justru mengusir mahluk menyeramkan yang menggangguku.

"Dia mengatakan aku tidak bisa pergi darisini, jika aku pergi maka aku akan mati."

Mbok Asih terlihat terkejut setelah mendengarkan ucapanku, "Kau bertemu dengan iblis itu?"

Aku mengangguk, "Apakah ikatan itu bisa dihilangkan?"

"Tidak bisa, ikatan itu sangat rumit. Aku akan pergi menemui seseorang yang mungkin saja bisa menolongmu, tunggu saja aku akan kembali dalam beberapa hari."

"Terima kasih mbok."

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Dont forget to click the vote button!

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Jika ada pertanyaan tuliskan saja di kolom komentar, terima kasih sudah mampir di cerita ini silahkan tunggu episode selanjutnya ^_^

And, see you.

Pengantin IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang