D u a P u l u h L i m a

5.1K 337 41
                                    

Saat aku turun dari gendongan Adamir tempat disekitarku sudah berubah, kamarku berubah menjadi sebuah kamar super luas mungkin sama luas dengan ukuran rumahku dari ujung depan sampai ujung belakang, kamar ini juga memiliki banyak furnitur klasik dan sebuah ranjang berukuran king size di tengah ruangan. Banyak sekali hiasan dari emas, contohnya saja lukisan besar bergambar manusia bertanduk yang memiliki bingkai berwarna emas, benerapa hiasan dinding juga terbuat dari emas.

Perhatianku teralihkan pada dua orang wanita yang berdiri di belakang Adamir, aku tidak tahu dari mana asal mereka? Entah sejak kapan mereka ada disini, karena sedari tadi aku kan bersama Adamir, atau mereka memang sudah ada disini saja sedari sebelum kami tiba. Keduanya memiliki bentuk wajah yang panjang dan sedikit menyeramkan, ada juga tanduk besar di ujung kepala, mereka mengenakan jubah hitam panjang.

"Kalian pergilah!"

Hanya dengan satu kalimat datar dari Adamir, dua wanita itu menghilang, benar-benar menghilang dalam sekejab mata tanpa jejak dan tanpa harus berjalan melalui pintu, lalu jika bisa menghilang seenaknya seperti itu apa gunanya pintu di ruangan ini, apakah hanya sebuah pajangan?

"Ini dimana?"

"Ini adalah tempatku, Alana."

Ruangan ini cukup luas untuk disebut kamar, bahkan di ujung kanannya saja ada sebuah perpusakaan kecil yang terdapat beberapa buah rak buku, jangan bayangkan itu adalah buku dongeng pengantar tidur karena yang ada hanyalah buku-buku super tebal yang membutuhkan waktu lama untuk habis membacanya. Melihat kemegahan luar biasa ini aku jadi teringat dengan runagan yang waktu itu ada di mimpiku, tempat yang mirip dengan kerajaan itu.

"Apakah ini sebuah kerajaan?"

"Mungkin bisa kau sebut seperti itu tapi bagiku ini hanyalah rumah."

"Ini pernah hadir di mimpiku, lorong panjang lalu sebuah balkon yang memiliki arsitektur sama dengan kamar ini."

"Memang balkon itu tidak jauh dari kamar ini, dan yang waktu itu terjadi bukanlah mimpi, aku memang membawamu kesini melalui alam bawah sadarmu."

Aku tidak terkejut karena memang aku sedari awal merasa jika mimpi itu terlalu nyata untuk disebut mimpi, semua detail bahkan kejadian dimana aku bisa mengendalikan diriku masih saja berbekas sekali di dalam ingatan.

"Bukankah katanya kau memiliki banyak pertanyaan untukku? Katakan, aku akan menjawabnya." kalimat itu memang bernada datar tetapi aku merasakan ada kehangatan dibaliknya.

"Bagaimana bisa kita memiliki ikatan? Bagaimana bisa aku yang menjalani takdir ini, secara tiba-tiba bisa melihat mereka lalu terikat denganmu?"

Adamir tersenyum miring, entah apa yang ada di pikirnya. "Itu adalah takdir, aku juga tidak tahu bagaimana bisa benang merahku terikat pada seorang manusia."

"Ini bukan takdir tetapi ini menyalahi takdir!"

"Diluar sana banyak orang yang juga memiliki ikatan benang merah antar dunia, kita hanya salah satunya Alana."

"Lalu apa yang terjadi dengan mereka?"

"Mereka menikah, pihak yang manusianya menjadi bagian dari kami."

Menjadi bagian dari mereka artinya merelakan jiwanya terlepas dari raga bukan untuk beristirahat dengan tenang melainkan untuk memulai kehidupan baru dengan status yang lain. Aku tidak bisa membayangkannya, meski dengan segala kemewahan ini tetapi rasanya jika harus hidup menjadi seorang hantu juga aku tidak akan bersedia.

"Aku tidak mau seperti itu," ujarku berusaha untuk jujur, tidak perduli dia akan marah tetapi aku haruslah jujur.

"Itu adalah sebuah takdir, meski kau tidak mengenalku tetapi kau harus menerima takdir ini."

"Apakah ada cara untuk menghindari takdir ini?"

Adamir menggeleng, "Tidak ada!"

Nada kalimatnya meninggi, wajahnya juga sudah mulai serius, apakah sekarang Adamir sudah benar-benar marah? Tetapi aku memang tidak bisa menerimanya, menjadi bagian dari mereka artinya aku harus meninggal terlebih dahulu, aku tidak mau.

"Kau memang pengantinku Alana tetapi aku tidak akan memaksamu menjadi bagian dari kami, hidup selamanya itu adalah kutukan bukan berkah."

Mungkin jika hanya mendengar hidup dari selamanya dari generasi ke generasi itu menyenangkan, bisa memiliki waktu yang lebih lama, berkeliling dan menikmati kehidupan yang panjang. Tetapi jika dijalani tentu tidak semenyenangkan kelihatannya, pasti ada rasa jenuh dan bosan juga di dalamnya, bayangkan saja harus hidup selama ribuan tahun dengan rutinitas yang mungkin seperti itu saja.

"Memangnya sudah berapa tahun usiamu?"

"Aku tidak pernah menghitungnya, yang pasti lebih dari seratus tahun."

Ada sedikit keterkejutan di wajahku, jika dilihat dari yang nampak wajahnya ini menujukkan pemuda dengan usia 25 sampai 27 tahun, garis wajahnya masih terlihat begitu tegas. Rupanya usianya sudah sangat tua, jika mengambil wujud manusia tentu Adamir sudahlah kakek-kakek.

"Tuan muda, Anda sudah ditunggu sedari tadi."

Kalimat itu berasal dari balik pintu, mungkin dia yang berbicara itu juga termasuk hantu.

"Aku mengerti...." sahutnya pelan, sekarang Adamir beralih ke arahku. "Aku akan mengantarkanmu kembali, Alana."

"Bukankah kamu mengatakan memiliki banyak waktu untuk sekarang? Masih banyak hal yang ingin aku tanyakan."

"Maafkan aku karena tidak bisa menepati janji, lain kali aku akan menemui kembali."

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Dont forget to click the vote button!

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Jika ada pertanyaan tuliskan saja di kolom komentar, terima kasih sudah mampir di cerita ini silahkan tunggu episode selanjutnya ^_^

And, see you.

Pengantin IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang