T i g a P u l u h D e l a p a n

1.7K 220 52
                                    

Baik saya putuskan cerita ini akan dilanjutkan dengan alur yang akan ku percepat, karena kuuuuuu sadari jika alur cerita ini lambat syekaleee atau gimana menurut kalian?

Untuk up cepet ayo spam komen yang banyak 🔥🔥🔥🔥🔥
















































Seorang wanita terlihat menghapus air mata di pipinya, ia melihat ke arah cermin tembaga yang memantulkan bayangan wajahnya yang begitu sembab. Kantung matanya sudah seperti panda, sedangkan wajahnya sudah memerah.

Wanita itu mengenakan setelan kebaya kuno dengan kain jarit sebagai bawahannya, perawakannya sedikit berisi di beberapa bagian, sedangkan pinggangnya sangat ramping. Rambutnya yang panjang dicepol asal-asalan kebelakang.

Tunggu, mengapa wajah itu nampak tidak asing? Wanita itu terlihat berusia beberapa tahun di atasku. Ini hal yang sangat membingungkan, sekarang ini aku seperti seorang penonton yang hanya bisa melihatnya, seperti saat aku diperlihatkan tentang kejadian kejam yang terjadi pada Indira.

"Romo menjodohkanku, aku sudah menolaknya berkali-kali tetapi aku tidak berhasil membujuknya," ucapnya yang entah tertuju pada siapa, karena di kamar yang berbau kuno ini dia seorang diri.

Mengapa aku menyebutnya kuno? Karena baik itu dinding lantai dan perabotan yang ada disini semuanya dibuat dari kayu. Tetapi kuyakin di zaman ini rumah seperti ini tergolong sebagai rumah milik orang berada.

"Aku tidak tahu lagi harus bagaimana?" Tangisnya kembali menjadi sembari mengucapkan kalimat itu.

Tiba-tiba saja muncul sesosok dari ujung ruangan yang gelap karena penerangan hanya berasal dari lampu petromax yang berada di samping meja. Sosok itu bertubuh tinggi tegap dengan jubah hitam yang menyelimuti tubuhnya.

Dia mendekat ke arah wanita dan menyingkap jubah yang menutupi kepalnya.

Deg,

Jantungku langsung berdetak begitu kencang, wajah nyaris sempurna itu tentu sama sekali tidak bisa kulupakan. Dia adalah Adamir dengan manik mata merahnya yang begitu mempesona.

Adamir berjongkok di lantai kayu untuk menyamakan tingginya dengan wanita yang sudah bersimpuh di lantai. Dengan sangat lembut Adamir mengusap pipi wanita itu yang basah dengan air mata. Entah mengapa perasaan tidak rela menyeruak di hatiku begitu melihat pemandangan itu.

"Aku tidak mau menikah, aku hanya ingin menikah denganmu tidak peduli jika aku harus meninggalkan dunia ini dan ikut denganmu! Bawa aku bersamamu!" wanita itu memohon pada Adamir hingga ia berkali-kali menggoyangkan tangan Adamir.

"Berhentilah menangis," ucap Adamir menenangkan.

"Bawa aku bersamamu, aku hanya ingin menikah denganmu, kumohon!"

Adamir tidak menjawabnya, dia hanya diam sembari membawa wanita itu kepelukannya. Mengusap pelan surai legam itu dengan harapan bisa menenangkan sang wanita.

"Alana," panggilan itu membuatku harus tersadar dari alam bawah sadarku yang sudah berjalan jauh entah kemana ini.

Tempat sekelilingku sudah berubah menjadi kamar super luas yang merupakan kamar milik Adamir.

Ya, seingatku aku memang tertidur di ranjang miliknya ini. Tetapi yang barusan itu apa? Rasanya begitu tidak mungkin jika disebut hanya sebagai mimpi, karena aku merasa sadar sepenuhnya hanya saja aku menjadi penonton yang tidak bisa menggerakkan tubuhku dan tidak bisa berbicara.

"Sudah terlalu malam di dunia manusia, aku tidak ingin kau mendapatkan masalah."

Aku mengangguk dan segera beranjak dari ranjang yang empuk ini. Adamir mengulurkan tangannya yang langsung kuterima. Kami berjalan bergandengan tangan keluar dari kamar.

Pengantin IblisOnde as histórias ganham vida. Descobre agora