T i g a P u l u h T i g a

2.9K 259 18
                                    

"Nggak usah berpikiran kotor, gue nggak akan macem-macem Alana," ucapnya kepadaku setelah mengunci pintu kamar.

Aku belum bisa merasa tenang dengan ucapannya itu, bagaimanapun Aleandra ini patut dicurigai karena sudah ada sebuah kebohongan semenjak kita hendak pergi kesini.

Sepertinya Aleandra menyadari aku yang masih diam saja, dia memandangku dengan sorot mata yang begitu meyakinkan. Itu begitu teduh dan seolah menyuarakan jika semuanya akan baik-baik saja.

"Jadi sebenarnya kakek Teja sudah meninggal, jauh sebelum waktu itu kita datang kesini." Aleandra mulai membuka pembicaraan.

Aku mengernyitkan dahiku, apa maksud kalimatnya itu?

"Maksud Lo gimana?"

"Waktu kita datang kesini itu, ternyata kakek Teja udah meninggal."

Aku ingat sekali, jika saat itu adalah pertama kalinya Aleandra mau berinteraksi denganku. Dia mengatakan mau membantuku dan membawaku ke rumah kakek Teja ini.

Tempat ini memang jauh dari pemukiman penduduk dan dikelilingi oleh pepohonan, tetapi selain suasana senyap itu aku tidak merasakan ada hal aneh lainnya. Saat itu kakek Teja menyambut kami dan kami juga berbicara panjang lebar dengan kakek Teja. Kakek Teja nampak seperti manusia biasa, bentuknya solid dan tidak ada yang aneh sama sekali.

"Gue baru tahu kemarin, Lan. Karena kemarin gue datang kesini tetapi justru ketemu sama adiknya kakek Teja yang lagi bersihin rumah ini. Dia bilang kakek Teja udah meninggal beberapa bulan lalu, setelah itu gue juga pergi ke makamnya."

"Jadi waktu itu yang kita temuin siapa Le?"

Aleandra menggeleng pelan. Meski kemampuan melihat hantu milik Aleandra ini sudah diasah sedari dulu, tetapi kuyakin dia juga tidak bisa membedakan jika yang ditemui saat itu bukanlah kakek Teja yang masih hidup.

Aku masih tenggelam dalam keterkejutanku, pasalnya ini begitu diluar nalar dan cukup membingungkan.

Brakk... Brakk... Brakk...

Pintu yang digedor beberapa kali itu langsung membuyarkan lamunanku, rasa tenang yang baru saja datang, seketika berubah menjadi ketakutan langsung menyeruak masuk.

Kualihkan pandangan pada Aleandra yang sekarang memiliki bersandar di ujung ranjang tua. Wajah Aleandra nampak tenang, meski bulir keringat masih membasahi wajahnya.

"Tenang, Lan. Kita aman disini," ucapnya kembali menenangkanku.

Tetapi apakah aku harus mempercayainya? Sementara gedoran itu nampak begitu jelas terdengar dari pintu depan. Tadi saat kita masuk mereka memang ramai, tetapi tidak sampai masuk ke pekarangan, sekarang sudah ada yang sampai menggedor pintu depan.

"Yakin sama gue, kita aman."

Entah yang keberapa kalinya hanya dengan kalimat Aleandra aku sudah menjadi lebih tenang. Semoga saja mereka memang tidak bisa masuk kesini.

***

Aku terbagun begitu sinar matahari menggelitiki mataku agar segera terbuka. Kuedarkan pandangan ke sekeliling, rupanya aku masih berada di rumah kakek Teja. Ranjang tua yang kutiduri langsung berderit begitu aku bangkit, menandakan usia ranjang yang mungkin sudah puluhan tahun.

Di sekeliling ruangan aku tidak menemukan keberadaan Aleandra, tetapi pintu kamar sudah terbuka, memang tidak terlalu lebar tetapi dari semalam tertutup rapat.

"Ale," panggilku pelan.

Alih-alih mendapatkan jawaban, justru suara pintu terbanting yang aku dengar. Aku yakin suara itu berasal pintu depan, tapi aku tidak takut lagi karena hari sudah cerah, tidak ada lagi gedoran pintu memuakan dan para mahluk yang menyeramkan.

Pengantin IblisWhere stories live. Discover now