D u a P u l u h E n a m

4K 278 12
                                    

Adamir.

Sebuah nama itu kugoreskan di halaman buku kosong, sepenggal nama yang hingga kini masih menimbulkan tanda tanya besar di kepalaku. Seolah pertemuanku beberapa kali dengannya sama sekali tidak menjawab pertanyaan yang selama ini tersimpan.

Aku masih tidak begitu paham dengan kenyataan yang terjadi di depan mata, kenyataan tentang Adamir yang memiliki ikatan takdir denganku. Sulit untuk dipercaya, dia adalah iblis, aku tidak boleh gegabah dengan percaya begitu cepat dengannya.

Aku mengalihkan pandangan pada bangku Aleandra yang kini kosong, mungkin ia tengah berada di kantin bersama dengan yang lainnya, karena sekarang sudah memasuki jam istirahat. Mengenai kejadian yang aku alami, sepertinya aku harus bercerita pada Aleandra.

Tidak ada yang paham dan percaya mengenai hal tidak masuk akal itu kecuali Ale. Sekalipun itu adalah kedua orang tuaku, mereka pasti juga akan kebingungan. Berbeda dengan Aleandra yang memang paham dengan ini semua.

"Nih Lan, titipan Lo." Ria datang seraya menyerahkan satu kantong plastik berisi makanan.

Aku memang lebih memilih menitip Ria untuk membelikan makanan di kantin, daripada ikut berdesak-desakan dengan yang lainnya, cara itu tentu lebih efektif. Ria juga sama sekali tidak keberatan, karena aku memberikan uang lebih untuknya.

"Eh, Lan. Tadi kan gue lewat belakang, masa gue liat Ale lagi duduk di bawah pohon besar sendirian, itu anak makin aneh aja." ujar Ria, dengan bersemangat.

Aku tahu sekali jika Ria dan beberapa teman lainnya merasa jika Aleandra itu aneh, selain Aleandra yang memang jarang bergaul dan tidak peduli ia memiliki teman atau tidak. Keistimewaan Aleandra tentang mata batinnya, tidak sama sekali di percaya oleh Ria.

Memang hal yang tidak nampak oleh mata sendiri akan sulit untuk di percaya, aku juga tidak akan memaksa Ria untuk percaya.

"Gue ke kamar mandi bentar," ucapku sembari beranjak, tetapi Ria langsung mencekal lenganku.

"Jangan bilang Lo mau nyamperin, Ale?" tebaknya, yang entah mengapa bisa tepat sasaran, karena memang aku berencana untuk menghampiri Aleandra.

Karena sudah ketahuan ya mengaku saja lebih baik. "Iya, gue ada sesuatu yang harus dibicarakan sama, Ale."

"Kok, Lo akhir-akhir deket banget sama Ale? Dia emang ganteng, tapi Lo harus tahu kalau dia tuh aneh, Alana!"

"Lo nggak akan pernah ngerti, kalau nggak coba lihat Ale dari sudut pandang lain."

Setelah mengucapkan itu, aku langsung beranjak dari bangku. Ria menggerutu kesal di belakang, tetapi aku tidak memperdulikannya, jika aku lanjut berdebat maka aku yakin itu tidak akan berakhir. Pemahaman yang berbeda tidak akan menjadi satu hanya karena satu perdebatan.

Aku melangkahkan kakiku menuju ke halaman belakang sekolah, tidak membutuhkan waktu lama untuk tiba di bagian belakang. Ada sebuah pohon beringin yang sangatlah besar, ia berdiri gagah di belakang lapangan basket dan di samping pagar tembok yang menjulang tinggi. Cukup terisolasi dari aktivitas para siswa maupun guru, palingan mereka hanya akan beraktivitas di lapangan basket saja.

Benar saja, Aleandra berada disana, dengan mendudukan dirinya di salah satu akar pohon yang menjulang ke atas tanah. Besarnya hampir sama dengan paha orang dewasa sehingga akar itu bisa dijadikan tempat duduk.

"Kamu harus berhenti!" ucapnya dengan tegas, tetapi nada bicaranya masih menyimpan kelembutan.

Kata itu entah ditujukan pada siapa, karena aku tidak melihat siapapun. Mungkin saja itu ditujukan pada mahluk tak kasat mata. Saat ini entah mengapa penglihatan sedang tumpul, memang aku sadar penglihatan kadang muncul kadang kabur.

Kemarin memang tidak hilang dalam kurun waktu cukup lama, itu berhari-hari aku bisa melihat mereka tanpa jeda, sampai kufikir aku benar-benar memilikinya. Tapi rupanya salah, setelah pertemuanku dengan Adamir kemarin, aku terbangun di pagi hari dengan tidak bisa melihat mereka, bahkan Analiese sekalipun.

"Ale," panggilku pelan.

Aleandra segera menoleh, rupanya sedari tadi ia tidak menyadari kedatanganku. Aku segera mendudukan diriku di samping Ale, menjatuhkan bokong di akar pohon yang ternyata cukup nyaman.

"Ada siapa, Le?" tanyaku.

Aleandra menatapku dengan kedua alis berkerut, mungkin dia heran juga kenapa aku tidak bisa melihat mereka lagi.

"Namanya Sandrina, dia memiliki energi besar dan mulai mengusik. Karena energinya besar dia bebas masuk ke teritori mereka yang ada disini."

Ya, aku belum menjelaskan. Jika mereka terkadang memiliki daerah kekuasaan atau teritorial mereka sendiri. Jadi hantu lain tidak bisa melewati teritori daerah mereka, tetapi tidak semuanya ya, hanya beberapa. Karena juga banyak satu tempat yang menampung begitu banyak mahluk.

"Lalu dimana dia sekarang?"

"Tadinya dia di lorong kelas X, terus gue bawa kesini dan peringati dia biar enggak ganggu orang.... " Aleandra menatapku sejenak. "Ilang lagi mata batin, Lo?"

Aku mengangguk, "Ya, tapi pasti enggak lama bakal balik lagi."

Sebenarnya aku senang tidak bisa melihat mereka, karena sebenarnya memiliki kemampuan seperti ini itu, cukup melelahkan. Terkadang melihat mereka yang memiliki energi besar, bisa menguras energi kita dan lelah juga jika setiap saja mereka ada di depan mata.

Mungkin Aleandra sudah terbiasa, tetapi tidak denganku, jika bisa aku lebih memilih tidak bisa melihat mereka sana untuk selamanya. Tetapi itu tidaklah mungkin terjadi, beberapa hari atau bahkan beberapa waktu lagi kemampuan itu pasti akan kembali lagi.

"Aura Lo aneh, Lan. Kemarin habis pergi kemana?" tanyanya, sedari tadi Aleandra memang beberapa kali menatapku dengan aneh.

Ini saatnya, mungkin aku harus berbagi cerita ini pada Aleandra. Hanya dia yang paham dan bisa menjadi pendengarku, ya siapa tahu dia bisa membantu juga.

"Gue udah tahu jawaban tentang ikatan iblis yang kakek Teja bilang. Jadi itu adalah ikatan benang merah, aku memiliki jodoh seorang iblis—"

Belum sempat aku melanjutkan kalimatku, Aleandra sudah memotongnya.

"Lo tahu darimana, Lan?"

"Dia sendiri yang bilang, gue udah ketemu sama dia, kemarin. Dia bilang kami memiliki ikatan benang merah, dia berbeda dari iblis lainnya, penampakannya seperti manusia biasa dan tidak menyeramkan."

Wajah Aleandra nampak serius, "Jangan percaya!"

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Don't forget to click the vote button!

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Setelah satu tahun lamanya, akhirnya cerita ini berlanjut lagi. Sudah siapkah untuk kembali melihat petualangan Alana, jangan lupa dukung terus yaa, love youu.

Jika ada pertanyaan tuliskan saja di kolom komentar, terima kasih sudah mampir di cerita ini silahkan tunggu episode selanjutnya ^_^

And, see you.

Pengantin IblisKde žijí příběhy. Začni objevovat