T i g a P u l u h S e m b i l a n

2K 196 24
                                    

"Lan besok pagi siap-siap jam 5 ya, ayah mau ngajak kamu keluar kota."

Kalimat itu yang ayah ucapkan tadi malam setelah kami selesai makan malam. Karena kalimat itulah saat ini aku tengah berada di mobil yang sedari tadi telah melaju. Ayah duduk di samping kursi kemudi dengan pak Sardi yang menjadi pengemudinya. Sedangkan aku berada di kursi belakang.

Langit yang tadinya gelap, kini sudah terlihat terang, sinar matahari juga mulai merayap sedikit demi sedikit. Mungkin sekarang sudah sekitar jam setengah tujuh.

"Yah sebenarnya kita mau kemana?"

Sedari tadi aku sudah hampir lima kali menanyakan kalimat itu kepada ayah, tetapi jawabannya tetap sama yaitu keluar kota. Aku tahu jika keluar kota karena ayah sendiri yang mengatakannya semalam. Aku hanya menginginkan jawaban yang lebih kompleks dan spesifik lagi mengenai hal itu.

"Kita mau ke Malang, menemui Mbah Suro." Akhirnya ayah menjawab dengan lebih banyak titik terang.

"Siapa mbah Suro?"

Nama itu terdengar asing tidak asing, tetapi tetap saja aku tidak tahu dan tidak mengenal orang yang ayah maksud itu.

"Dia orang yang dulu menyembuhkan kamu, Lan."

Ah jadi orang yang menyembuhkanku waktu aku masih kecil? Dulu aku berobat di rumahnya sampai berbulan-bulan, tetapi aku tidak bisa mengingat banyak hal mengenai peristiwa masa kecilku sehingga kebanyakan kenangan masa-masa kecilku sudah tidak tersimpan.

"Kita mau ngapain, Yah?" Mungkin pertanyaanku ini terdengar bodoh, tapi kan memang saat ini aku tidak sedang sakit ataupun membutuhkan pengobatan yang seperti itu.

Mengenai Adamir, kurasa itu bukanlah hal yang perlu diobati ataupun di tangani dengan serius, selama dia tidak merugikanku karena nyatanya selama ini alih-alih merugikan, Adamir justru selalu meolonglu dari bahaya.

Meskipun akhir-akhir ini kepercayaanku padahnya mulai sedikit goyah.

"Sesuatu yang berhubungan dengan mahluk halus itu harus segera ditangani Alana, ayah nggak mau sampai terjadi hal yang buruk."

"Tapi Yah, selama ini Alana baik-baik saja."

"Harapan ayah juga seperti itu tapi ayah nggak mau hal buruk terjadi. Sebenarnya dari dulu ayah paling nggak percaya dengan mahluk halus apalagi yang namanya dukun, menurut ayah itu hanyalah pembodohan semata tapi semenjak kejadian kamu saat masih kecil itu mau tidak mau ayah menjadi percaya dengan yang ghaib."

Ya, siapapun yang belum melihatnya secara langsung juga tidak akan percaya jika mereka itu ada, tetapi setelah semuanya nampak jelas di depan mataku sendiri tentu saja aku mempercayainya.

Aku tidak menjawabnya lagi karena aku tidak perlu mendebat ayah.

Mobil berhenti karena lampu yang sudah berubah menjadi merah, tiba-tiba saja sesuatu di balik kaca mobil juga mengalihkan perhatianku. Sepasang tangan terlihat mengetuk-ngetuk kaca mobil dengan penampilan yang keriput dan menghitam. Aku lebih memilih untuk mengabaikannya.

Kugengam liontin mawar di leherku, itu terasa menghangat. Aku yakin liontin ini akan melindungi ku dari makhluk-makhluk yang akan menganggu, aku masih percaya itu meski kemarin mahluk di rumah Aleandra sama sekali tidak takut dengan liontin ini. Kupikir dia memiliki energi yang sangat kuat saja sehingga kalung ini tidak bisa mengusirnya.

***

Setelah beberapa jam melakukan perjalanan, pada akhirnya kami sampai di sebuah perkampungan yang cukup berada di pelosok. Karena dari kota Malang sendiri, masih membutuhkan waktu sekitar dua puluh menitan.

Di ujung perkampungan ada sebuah rumah yang memiliki seluruh bagiannya adalah kayu, meski begitu rumah ini cukup luas dan memiliki beberapa bagian yang terlihat mahal seperti ukiran kayu jati di beberapa sudut bagian.

"Kita udah sampai," ucap ayah sembari menengok ke arahku.

Kami turun dari mobil, aku mengekor mengikuti ayah yang mulai masuk ke dalam.

Mataku tertuju pada dua ular besar yang melingkar di atap rumah, ukurannya mungkin sampai sebesar pinggang manusia. Banyak anak kecil yang berlalu lalang, beberapa dari mereka memiliki wajah yang rusak tetapi mereka tetap berlarian dengan riang dan gembira.

Aku lanjut melangkahkan kakiku karena kuyakin juga ayah maupun pak Mardi tidak bisa melihat makhluk-makhluk itu.




════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Don't forget to click the vote button!

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════


Jika ada pertanyaan tuliskan saja di kolom komentar, terima kasih sudah mampir di cerita ini silahkan tunggu episode selanjutnya ^_^

And, see you.



Pengantin IblisWhere stories live. Discover now