xxvii

343 127 17
                                    

Seok Jin tak pernah tahu bahwa dirinya akan serikuh ini bertemu dengan Christa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seok Jin tak pernah tahu bahwa dirinya akan serikuh ini bertemu dengan Christa. Pasalnya, terakhir kali mereka bertemu keadaan agak kurang baik. Lalu, lelaki itu juga tak datang pada hari bersejarah bagi si wanita, hari di mana seharusnya itu jadi hari paling menyedihkan seumur hidup lelaki itu. Memang, Pastor Kim telah banyak mengucapkan kaul, bahkan sampai mati pun ia akan berteman dengan sepi; itu adalah hal lumrah, sebab ia telah menukar seluruh hidupnya untuk selibat dengan Tuhan. Oleh karenanya, ia memutuskan untuk mengikuti kedua tungkai-tungkai rapuhnya sekadar pergi berdakwah.

Kalau lelaki itu bersedih, maka haruslah karena Tuhan-Nya. Kalau lelaki itu lara hati, maka haruslah Tuhan-Nya yang mencabut. Ia percaya pada doa, bahkan semenjak ia kecil─masa di mana ia sungguh antara percaya dan takut-takut untuk berdoa. Tetapi, kejadian itu membuat sosok Seok Jin kecil belajar berdoa (dengan sungguh-sungguh). Sebab, hanya Tuhan yang ia punya, yang tak lain dan tak bukan pemilik raga dan keseluruhan zat batiniah di dirinya. Ia ingin berdoa sebagai orang beriman dan tidak menutup diri dari doa itu sendiri agar Kristus juga tak setengah-setengah menyayangi dan menerima doa yang sungguh-sungguh ia panjatkan.

"Apa kau sungguh marah padaku, Pastor Kim?"

Lelaki itu terperanjat, sebab sejak lalu hanya keheningan yang menemani dirinya maupun Christa. Pastor Kim menghela, melirik wanita itu sekilas lalu kembali kepada cangkir kopinya yang tak sehangat tadi. Jam makan siang bahkan hampir habis dan Christa musti kembali untuk bekerja. Agaknya Pastor itu terlalu impresif yang ujug-ujug meminta Christa begitu saja untuk menemui dirinya.

Menghela, ia berdeham sejenak. "Tidakkah kamu pernah merasa rindu menyambut Tuhan?" Christa bungkam, tak bicara sepatah kata. Tetapi yang ia tahu Pastor itu gaya bicaranya tak sekaku dulu─dan wanita itu senang karenanya. "Awalnya aku merasa tidak; kau tahu, aku hanya datang seperti pada Misa Paskah atau Natal. Kadang aku berpikir bahwa memang seharusnya begitu, telah menjadi kewajibanku. Benar, kan?"

Christa mengangguk, rupa-rupanya pastor itu ingin membuka diskusi dan Christa selalu senang karena itu. Pastor Kim adalah seorang teman dan lawan diskusi yang menarik, sungguh. "Iya," jawabnya yakin. "Memang itu adalah kewajibanmu meskipun aku tak tahu persisnya bagaimana. Tetapi, sebagai pendakwah memang kau berkewajiban tetapi tentulah itu sebagai ungkapan dari mengimani dengan sepenuh hati."

"Kalau begitu adanya, maka jawabanku adalah tidak." Christa nampak terkejut, tetapi ia tahu bahwa Pastor itu tak mungkin menjawab mentah-mentah tanpa memikirkan sekali atau dua kali. Ia kenal, Kim Seok Jin adalah sosok yang hati-hati. "Aku tak pernah tahu bagaimana rindu menyambut Tuhan selain daripada kewajiban dan memakan roti bulat yang dibagi-bagikan Imam di puncak perayaan."

"Bukankah itu bentuk lain dari ibadah dalam keyakinanmu?"

"Christa, kau sungguh cantik. Tetapi, beribadah dan beriman adalah dua konteks yang berbeda." Kali ini kedua dahi wanita itu mengerut─cukup dalam─diikuti dengan kedua alis yang menukik tajam. Dilanda kebingungan. "Seseorang bisa berdoa (cara paling utama dalam beribadah) tanpa harus beriman. Semua orang diperkenankan berdoa, entah di dalam ia percaya atau tidak. Ibadah sungguh bisa dilakukan oleh orang yang tidak sedang beriman. Syaratnya hanya kau terbuka, tak boleh menutup. Kalau kau menutup diri, sudah pasti ia tidak akan pernah berdoa."

Candramawa [BTS FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang