xii

1.5K 475 387
                                    

📜


"Mengantuk sekali, ya?"

Secarik kurva muncul di sudut bibir manakala kepala gadis itu terjatuh di atas pundaknya. Lekat, ia tatap gadis itu tanpa kejemuan setitik. Menilik paras ayu sedekat ini sungguhlah memunculkan sensasi yang aneh─kamu sangat cantik, lagi-lagi kalimat sejenis itu terlintas di dalam kepalanya.

Pertama, ia mainkan anak rambut di ujung dahinya, yang kusut tak berbentuk. Surai tipis nan lembut itu menggelitik jari-jemarinya, membikin debaran di jantung makin gila. Ia tidak pernah tahu bahwa surai wanita sebegini lembutnya sampai menimbulkan kesan yang mendalam.

Ada kekehan yang tertahan di kerongkongan sewaktu kedua atensi dengan tidak sengaja mendapati paspor dan secarik foto formal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada kekehan yang tertahan di kerongkongan sewaktu kedua atensi dengan tidak sengaja mendapati paspor dan secarik foto formal. Lekas ia ambil selembar foto itu, diam-diam ia masukan ke dalam dompet─menaruhnya di antara kartu-kartu lain yang ia miliki secara tersembunyi. Lantas, ia tatap kembali Christa yang sedang terlelap di atas pundaknya.

Sungguh lucu, impresif sejenis apa yang membuat gadis itu selalu membawa paspor dan visa di dalam tas kerjanya─kapanpun itu. Apakah ia berpikir jika sewaktu-waktu dapat mandat terbang ke mana pun, ataukah di tempat kerjanya dulu mengkhususkan hal seperti itu. Ia sungguh menggemaskan.

Entah ini hanya perasaannya saja atau tidak, tetapi setiap kali ia bersama gadis itu, selalu ada saja tingkahnya yang kalau diingat mengundang tawa. Contohnya saja hari ini; pertama, ia mendumal ketika menunggu pesawat di ruang tunggu. Ia mengomentari mural dan arsitektur bangunan yang terlalu minimalis─putih lagi putih lagi, begitu katanya.

Seok Jin tidak tahu apakah Christa adalah salah satu orang yang membenci warna itu. Hanya saja, Seok Jin suka. Putih itu seperti dirinya; polos dan suci. Juga warna merah jambu, selayaknya kedua pipinya yang merona merah persis buah persik. Ia masih tak bisa lupakan itu, malam kala Christa keluar dari masjid. Demi Tuhan, ia sangat cantik saat itu.

Kedua, ia selalu saja mendumal─lagi-lagi mengomentari; kali ini rasa kopi dan roti yang mereka beli. Ia bilang rasanya terlalu modern─untuk kesekian kalinya ia mengeluh akan hal tersebut, namun tetap memakannya karena lapar.

Seok Jin kerap bertanya; mengapa hal-hal sekecil ini dari Christa bisa jadi sesuatu yang berkesan? Jadi sesuatu yang khusus? Padahal itu adalah hal-hal yang sifatnya biasa saja: siapa pun dapat melakukannya.

Kembali memerhatikan sang dara, senyum tertarik di wajah. Sebuah kesedihan terpancar dari binar-binar matanya, membuat ia tanpa sadar mencengkramkan tangan pada mantel. Tanpa dinyana-nyana, air mata turun, jatuh membasahi wajahnya yang nampak datar.

Ia usap puncak kepala sang gadis. Mendekatkan cucuknya pada rungu Christa, ia berbisik lembut. "Ibu pasti suka padamu."

© ikvjou ©

"Mahacantik sekali kamu, Nak. Persis seperti namamu."

Mengulas senyum, Christa cium punggung tangan seorang wanita paruh baya yang berdiri di hadapannya. Wanita itu terlihat sangat anggun, perawakannya lembut dan ayu, juga polah tingkah dan tutur katannya sangatlah kalem dan sopan.

Memerhatikan wanita di depannya ini dengan atensi lebih, Christa sepertinya tahu dari mana Seok Jin mendapatkan paras dan ketenangan selembut ini. Tentulah dari ibunya, yang mana begitu bersahaja dan berbudi baik. Ia sangat ramah dan hangat, mempersilakan Christa dengan tangan lebar dan pelukan hangat.

Tadinya Christa merasa mahfum sewaktu diajak ke zona 74─salah satu zona militerisasi, di mana tengah terjadi kerusuhan dan kelaparan di sana. Christa pikir ini adalah bagian dari tugas pertamanya jadi staf ahli kepresidenan. Ternyata, Christa salah. Seok Jin yang membawanya sekonyong-konyong bukanlah untuk bertugas, melainkan mengunjungi ibunya yang adalah salah satu aktivis sosial.

Tentulah Christa merasa pesimis; ada banyak kecemasan dan rasa antisipasi di dalam kepala. Terlebih Seok Jin ingin mengenalkannya pada ibunya─tanpa maksud dan tujuan yang jelas.

"Saya akan jawab nanti. Sekarang saya belum menemukan jawaban yang tepat." Itu katanya, sewaktu ditanya dan dicecar alasan mengapa ia begitu bernafsu dan mendadak mengenalkan Christa kepada ibunya.

Christa tentu dilanda kebingungan yang cukup dalam; ditambah solah Seok Jin yang jadi lebih posesif dan tidak membiarkan Christa untuk sedikit saja jauh darinya.

"Sini, duduk. Bunda mau bicara dengan Christa."

Menurut, gadis itu duduk di dipan sebelah Bunda. Seok Jin hanya tersenyum, lantas meninggalkan kedua wanita itu di teras untuk bercakap-cakap.

Kini, tinggalah Christa dan Bunda. Tangan mungilnya digenggam pun dielus lembut oleh Bunda. "Anak itu terlalu kaku, ya?" Senyumnya yang manis mengembang, lantas tangannya bergerak mengusuk surai Christa, menyingkapnya ke belakang telinga. "Kamu ini cantik sekali. Pantas saja ia suka padamu."

"Ya?"

Melihat kebingungan yang terpancar dari wajah belo Christa, Bunda dengan cepat menambahkan, "Anak itu bilang ia sedang menyukai seseorang yang rambutnya sebahu; yang aromanya semerbak kasturi, tetapi ia adalah domba yang berada di ladang lain. Ia bilang ia menyukainya sebagaimana dahulu Sulaiman memperistri Bilqis."

© ikvjou ©

"Jadi Nak Jung Kook dan keluarga ke sini ingin melamar putri kami, Christalina?"

Mengangguk dengan tegas (tanpa membiarkan celah keraguan masuk ke dalam binar-binar matanya) Jung Kook mengulum senyum. "Saya hanya punya kakak saya sebagai wali." Ia menunjuk Jeon Wonwoo yang duduk di sebelahnya, "Saya tidak punya keluarga lain."

Ahmed Lukas Remyzhern─ayahanda Christa mengangguk. Mata elangnya yang berbalut kacamata menilik Jung Kook sekali lagi sebelum tersenyum, "Christa sudah tahu?"

Jung Kook menggeleng, "Belum," katanya tenang. "Tetapi akhir-akhir ini saya sedang dekat dengan Christa. Saya pikir sebuah niat yang baik harus sesegera mungkin dilaksanakan. Lagipula saya tidak ingin menimbulkan zinah. Insya Allah niat saya lillahita'ala karena Allah semata-mata."

Berdeham, Wonwoo yang duduk di sebelah Jung Kook menambahkan. "Selain itu mungkin sudah jelas apa dan maksud dari saya dan adik saya bertandang kemari. Termasuk tentang Jung Kook yang sempat berpura-pura belajar di seminari untuk menjadi pastur──"

"Itu bukan sesuatu yang memberatkan kami." Ahmed memotong, mengangguki. Lagipula ia paham akan alasan mengapa Jung Kook sampai berlaku sejauh itu. Selain itu, justru rasa banggalah dan decak kagum yang terbesit di benak Ahmed. "Sebelum muallaf saya adalah seorang Pastur. Kamu pasti kenal dengan Romo Daniel, kan?"

Jung Kook mengangguk, "Saya kenal. Beliau orang yang baik."

Merenggangkan tubuhnya sedikit, sekali lagi Ahmed tersenyum ke arah Jung Kook. "Christa sedang pergi ke zona 74, barusan ia kabari saya. Tetapi selepas pulang dari sini, Insya Allah pernikahan kalian akan segera terlaksana. Daripada berbuat zinah, lebih baik begini."

Berlimpah rasa bahagia, segeralah Jung Kook bersimpuh di bawah Ahmed. Ia salami punggung tangan itu berulang kali. Sementara Ahmed menepuk-nepuk bahu Jung Kook. Memberikan dukungan moril dan rasa kagum pada pemuda itu.

"Ayah mertuamu ini bangga padamu. Christa akan sangat beruntung mendapat suami sepertimu. Jangan pernah lupakan semangat juang revolusimu, Nak."




ikvjou💕

Candramawa [BTS FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang