iii

2.7K 662 286
                                    

📜

Embus gusar itu keluar dari dua lubang penciumnya. Perangai yang biasanya tenang, kini tak lagi sama. Ia─pemuda jangkung berwajah datar itu tak berupaya untuk duduk barang sedetik. Ia stagnan di posisi seraya memasukan kedua punggung tangannya ke dalam coat layaknya orang bambung. Dwiatensinya pun senantiasa mengawasi sosok gadis tak berdosa di dalam kamar─yang raganya tengah dimasuki oleh iblis.

"Pastur Kim, saya rasa Anda perlu untuk beristirahat."

Spontan Seok Jin mengulas senyum ramah; senyum sekadarnya, yang mana hanya formalitas dan penolakan secara implisit. Bagaimanapun, tak mungkin Seok Jin beristirahat sedang gadis itu dikuasai iblis, yang sewaktu-waktu bisa saja membahayakan.

"Saya tidak apa-apa. Saya akan terus mengawasi putri Anda."

Si tua setengah botak dan kurus itu menghela napas, "Sudah ada tim medis dan psikiaternya. Saya sungguh berterimakasih pada Anda, tetapi Anda juga perlu untuk istirahat."

"Benar." Itu adalah Ruth─pasangan hidup si tua setengah botak. Wanita paruh baya itu mengelus lembut pundak Seok Jin, "Di bawah sudah saya siapkan teh hangat dan camilan. Ada Hezkiel di ruang makan. Biar kami berdua dan tim medis yang menjaga Hellen."

Ada jeda yang menahan kerongkongan Seok Jin untuk bercakap, tetapi Tuan Daffzren (si tua setengah botak itu) sekali lagi meyakinkan melalui tatapan mata yang tegas; yang penuh sirat dan mohon.

"Baiklah. Nanti saya akan naik ke sini lagi."

Tungkai-tungkai panjang milik pemuda itu lantas beranjak, melangkah menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Selagi berjalan ada banyak sekali praduga dan kira-kira di dalam benaknya, diikuti oleh rasa skeptis dan cemas.

Hening.

Sekonyong-konyong pusat pemuda itu teratensi pada sesosok gadis di dalam kamar melalui celah pintu yang tak tertutup dengan rapat. Dalam diam Seok Jin memerhatikan gerak pernapasannya yang naik turun; mengundang debaran tersendiri di dalam dada.

Selama ini Seok Jin tak pernah mengamati wanita selama ini, sedetil, dan sesaksama ini─kecuali perempuan paling suci yang sudah melahirkannya ke dunia melalui rahim. Anting-anting besar di kedua rungu sang dara memikat Seok Jin untuk menatap lebih detil sebanyak dua kali dalam pertemuan pertama.

Bibir ranumnya yang semerah darah, semenyegarkan mawar ditimpa lelehan es; membikin kedua tungkai itu impresif mendekati daun pintu. Intuitifnya menggerakan jemarinya menahan knop, mendorong pintu, membawanya masuk dengan tak lupa menutup pintu kembali dalam ketenangan yang luar biasa.

Ia seperti bius. Wanita itu seperti halnya candu hanya dengan memandanginya lekat. Presensinya sama halnya dengan air yang menyegarkan dahaga di padang gurun.

Tidurnya sungguh cantik, seperti dinyanyikan Kidung Raja Salomo.

Hanya, ia segera cepat sadar; jalannya bukan untuk ini. Bukan untuk mengulang murka-Nya yang menyuruh Musa merajam orang-orang yang berzinah. Sebab pada kenyataannya, wanita selalu disesah dengan lebih bergairah─tidak peduli bahwa domba jantan itu yang tersesat; dan ke mana pula pria yang bersetubuh dengan wanita yang dibawa orang-orang Farisi untuk dilempari batu di luar gerbang Yerusalem?

Jalan yang dipilih Seok Jin tidak untuk itu. Jalan yang dipilihnya adalah pengembala di padang gurun; menggiring domba-domba yang tersesat itu agar kembali pada pengembala dan pemilik yang tepat ...

"Kamu cantik. Saya tidak bisa berbohong untuk itu dan Tuhan juga tidak akan marah karena saya memujimu, yang sama-sama mulia seperti Maria."

Candramawa [BTS FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang