xix

2.1K 417 214
                                    

📜

Jung Kook adalah pemuda impresif, sosok yang amikal, dan Christa tidak pernah tidak tertawa bila berada di dekatnya.

"Pergi jauh, tapi tidak membawakan aku hadiah tangan?" Menyesap secangkir es lemon, pemuda itu menodong tatap. "Hebat sekali."

Christa terkekeh; benar katanya, Jung Kook itu lucu, menyenangkan, serta banyak membawa aura positif. Sikapnya secara tanpa sadar terlihat begitu jenaka dan banyak banyolan. Meskipun, Christa juga tak bisa melupakan betapa dewasa dan luasnya pemikirian yang dipunya laki-laki itu─kadangkala Christa saja merasa iri. Tiap kali mereka berdiskusi, ada saja hal yang membuat Christa takzim terhadap laki-laki itu; baik melalui tingkahnya, maupun bagaimana cara laki-laki itu memandang sebuah persoalan. Jung Kook tak pernah merasa jumawa dan maha, justrulah ia malah semakin merendah diri.

"Tiba-tiba." Christa menjawab santai, "Tidak ada juga hadiah tangan yang bisa dibawa."

"Kalau kamu sendiri bagaimana?" Tatapan Jung Kook berubah serius, tetapi binarnya terasa komikal. "Hatimu masih utuh, kan?"

"E─eh?" Mata gadis itu nyaris melompat, "Hatiku? Ada apa dengan hatiku?"

"Hanya memastikan saja masih berada di tempat yang sama."

Jung Kook tidak tahu apakah Christa adalah gadis yang peka terhadap pelbagai macam kode; masalahnya, harapannya telah pupus. Tawa gadis itu menggelegak, senyum di matanya menginjak-injak keseriusan Jung Kook, sehingga pemuda itu jadi salah tingkah. Menahan mati-matian malu, yang mana panas serta merta menjalar ke seluruh permukaan wajah. Hati laki-laki itu mendadak rumpang, seperti ada sesuatu yang telah direnggut paksa dari sana

"Kalau tempatnya salah, sekarang aku pasti tergeletak di ranjang rumah sakit."

Menghela, Jung Kook terpaksa ikut tertawa dengan permukaan bibir yang kelu bukan main. Tidak cukup peka, ya. Mau bagaimanapun, Jung Kook anaknya tidak pantang menyerah. Ia terlahir dari seorang pejuang, barangkali sifat itulah yang menular dan terakar pada dirinya. Sehingga, dengan sekali menghela napas, tekad yang selama ini ia pendam mendadak membara. Pembuluh darahnya tersengat, dan ubun-ubun terasa jadi sangat terbakar.

"Christa?" Bola di matanya membidik, memerhatikan sang lawan dengan penuh hati-hati. Ada segenap perhatian khusus yang ia selipkan, juga rasa was-was yang membungkus dirinya dalam takut yang diam-diam menggetarkan lidahnya yang terasa kian kelu. "Menikah denganku, mau?"

© ikvjou ©

Ia seperti malaikat jatuh.

Malaikat yang telah terjatuh.

Setidaknya begitulah yang dikatakan oleh Seok Jin kepada Jayatri Rutmi─ibundanya terkasih, yang telah melahirkan ia ke dunia. Seok Jin tentu tak mengatakannya secara terang-terangan, hanya menyimpan di lubuk hati. Bundanya begitu cantik, tetapi selalu tampak sedih dan murung. Entah persoalannya apa, tetapi Seok Jin tak pernah ingat kapan terakhir kali senyum perempuan itu sungguh, tidak berpura dan terselip sedih seperti saat ini. Meskipun, perempuan itu sangat cantik─cantik sekali malah, tetapi tetap saja layu.

"Bunda, apa saya telah melakukan perbuatan yang salah sehingga Bunda menjadi sangat sedih?"

Rutmi tersenyum. Ia usap puncak kepala Seok Jin penuh kasih. Kedua matanya membentuk sabit, keriput-keriput halus yang tampak nyata membungkus senyumnya yang cantik, menenangkan, tetapi layu. "Kamu adalah anak yang berbakti." Ada helaan yang menjeda, dan selama itu pula jantung Seok Jin rasanya seperti tertikam belati. "Jangan lupa juga untuk bahagia."

"Seok Jin bahagia, Bunda."

"Menjadi pastur?" Seok Jin mengangguk, "Bagaimana dengan gadis cantik itu? Kau kata menyukainya."

Candramawa [BTS FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang