xiii

1.6K 472 213
                                    

📜


"Benar-benar harus merah jambu?!"

Mengembuskan napas jengah, Seok Jin memutuskan untuk tidak menggubris teriakan Christa. Mengeratkan tas punggung yang ia kenakan, lantas ia turunkan topi─ewh, ia merasa malu akan tingkah norak Christa yang berteriak-teriak.

Kota 74 memang tidak seramai 141, tetapi teriakannya tetap saja mengundang kernyitan dari banyak orang. Terutama beberapa orang yang sedang berdiri di depan peron; serentak menoleh ke arah Christa dan menjadikan mereka berdua (Seok Jin dan Christa) sebagai pusat perhatian.

"Hei, Tuan merah muda!"

Menoleh dengan rasa malu, ia menggelengkan kepala beberapa kali sebelum ikut berteriak, "Hoi Nona merah muda!"

Stagnan di posisi, Christa tersenyum. Tangannya lalu terangkat membentuk huruf 'V' yang kemudian diabadikan oleh Seok Jin dalam kamera ponselnya. Setelah itu ia raih uluran tangan Seok Jin yang berdiri di ujung peron, sebab kereta akan segera berangkat.

Terengah-engah, mereka berdua terbahak-bahak begitu memasuki kereta. Sambil tertawa mereka duduk di kursi yang sesuai dengan nomor tiket. Setelah itu mereka tertawa kembali─dasar idiot, padahal mereka berdua tidak tahu apa yang sedang mereka tertawakan.

"Pastur Kim, kamu tahu tidak?" Seok Jin menatap Christa dengan perhatian lebih seraya mengangkat sebelah alis, tanda ketidaktahuan. "Kamu seperti daging buah jambu biji, merah muda," lanjutnya sembari menatap Seok Jin serius.

Sepersekon berjeda dalam kebingungan, menghela napaslah pemuda itu. Ia buang pandang ke arah jendela, sebab berurusan dengan Christa yang sedang dalam mode tidak waras tidak akan jadi mudah.

"Kalau saya ..." Ia kembali berceloteh, menumpukan kedua sikunya di atas meja seraya menatap Seok Jin. "... seperti bunga sakura, cantik."

Tsk, tersedak napasnya sendiri berjengitlah Seok Jin, menatap Christa dengan pandangan tidak percaya. Ternyata, mengenal Christa lebih dalam ia jadi tahu kalau gadis itu; selain suka mendumal, tingkat percaya dirinya juga akut.

Kalau dipikir-pikir, pantas saja gadis itu jadi seperti matahari─pusat dari seluruh planet; di mana orang-orang yang berada di sekitarnya (termasuk dirinya sendiri) akan selalu berpusat dan berputar mengelilinginya. Ia punya daya tarik yang kuat; caranya bicara, caranya tersenyum, bagaimana ia memandang sebuah persoalan─segala hal yang ada di dirinya sungguhlah berarti.

Christa itu seperti pena yang memiliki beragam tinta; merah, putih, hitam, merah jambu, marun, cokelat, toska─pokoknya segala jenis warna ia punya. Christa itu juga seperti sebuah kisah, yang hadir dan mewarnai keberagaman hidup.

Atau, analogikan saja ia seperti sebuah ruh yang masuk dan melayang-layang dari satu raga ke raga yang lain; kemudian kisah yang didapatkannya ia paparkan pada Seok Jin. Jadi, Seok Jin tidak pernah merasa kesepian dan kekurangan kisah, sebab ada saja tingkahnya yang akan mengisi kekosongan pada lembar harianmu.

Christa itu istimewa. She is meaningfull.

"Pastur Kim?"

Kembali pada kesadaran, Seok Jin segera menyahut. "Ya?"

Seperti biasa, Christa tidak pernah lelah untuk tersenyum, menyuguhkan segelas pelepas dahaga di dada. "Ceritakan saya sebuah kisah."

Kali ini Seok Jin tentu tidak bisa menolak atau sekadar memberi enigma pada gadis itu. Ia akan berkisah, sampai suaranya hilang dan bibirnya bengkak ia sedia melakukan hal tersebut. Maka, ia sentuh puncak kepala Christa, memainkan anak rambutnya yang berada di ujung dahi. "Mau saya kisahkan apa?"

"Apa saja," balas Christa cepat. "Bunda bilang kamu senang mendongeng."

Seok Jin terkekeh kecil, lantas berdeham. Ia tatap paras ayu di hadapannya─sekali lagi, sebelum suaranya yang rendah dan berat itu mengalun.

"Kamu tahu kisah Ishak dan Ribka?"

Christa menggeleng, tetapi atensinya nampak antusias dan berbinar. "Aku tidak tahu. Apakah itu kisah romansa?" katanya. "Tolong ceritakan itu dengan lengkap pada saya."

Seok Jin mengangguk, jemarinya masih betah bermain di atas surainya yang selembut satin. "Ishak dan Ribka adalah kisah paling romantis yang pernah saya baca di Alkitab. Meskipun Bunda bilang Yakub dan Rahel adalah yang paling romantis karena perjuangannya bekerja pada Laban bertahun-tahun demi mendapatkan Rahel."

"Mengapa begitu?" tanya Christa, nampak heran.

"Suatu ketika, Abraham (ayah Ishak) meminta seseorang ke kampung halamannya untuk mencarikan Ishak istri dengan petunjuk dari Tuhan. Lalu, si pesuruh ini bertemu dengan Ribka yang memberikan minum kepada unta-untanya." Seok Jin tersenyum, mengambil kedua punggung tangan Christa untuk digenggam.

"Menjelang senja Ishak sedang keluar untuk berjalan-jalan di padang. Ia melayangkan pandangannya maka dilihatnyalah ada unta-unta datang. Ribka melayangkan pandangannya dan ketika dilihatnya Ishak, turunlah ia dari untanya.

Katanya kepada hamba itu; siapakah laki-laki itu yang berjalan di padang ke arah kita?

Jawab hamba itu; dialah tuanku itu.

Lalu Ribka mengambil telekungnya dan bertelunglah dia (Kejadian 24 : 63-65)."

Jeda menjamu percakapan mereka, membiarkan Christa memproses maksud dari ayat yang ia jelaskan.

"Ini bukan tentang perjuangannya, melainkan kepercayaan. Bagaimana Ribka percaya begitu saja pada orang tak dikenal sampai akhirnya ia bertemu dan jatuh cinta dengan Ishak. Kisah ini mengajarkan kita cara mempertahankan, sebab seumur hidupnya Ishak hanyalah punya satu orang istri dan dialah Ribka seorang. Tidakkah kebahagiaan tak terkira bagi seorang wanita untuk dicintai selama hidupnya?"

Lalu, dengan kontak mata yang tak terputus, Seok Jin mengecup punggung tangan Christa. Merindinglah sekujur tubuh gadis itu; bersama tatapan lekat yang tak putus, juga bibir lembabnya yang urung enyah dari punggung tangannya.

"Christa ...."

Panggilan itu begitu merdu, berdendang tak karuan di dalam selaput pendengarannya. Dengan kesadaran yang setengahnya lenyap, ia rasakan jemari besar itu menyentuh wajahnya dengan lembut. Memainkan ibu jarinya dengan teratur pada permukaan wajah, meneganglah sekujur tubuhnya.

"Sediakah kamu menjadikan saya Ishak yang hanya akan mencintaimu seorang dalam hidup?"

Tidakkah itu terlalu manis, terlalu membuat efek-efek romantisme picisan terbang keluar dari perutnya, menggelitik urat-urat di wajahnya membuat sebuah kurva. Maka, menunduklah gadis itu dalam senyum malu-malu. Manis, batin Seok Jin.

Pipinya merona bak buah persik, berbanding lurus dengan sandang yang ia kenakan. Agaknya ini akan menjadi detik yang panjang, bahwasannya perasaan itu membuncah dan satu pangutan tak terelakan terjalin. Memintal perasaan dengan cara yang cukup klise.

Bahwa ciuman ini akan jadi penutup siang yang panjang.

Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku ....

Juga Rut, perempuan Moab itu, isteri Mahlon, aku peroleh menjadi isteriku untuk menegakkan nama orang yang telah mati itu di atas milik pusakanya── Rut 4:10



ikvjou💕

Candramawa [BTS FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang