xvi

1.7K 454 247
                                    

📜


weet wat je zegt, maar zeg niet alles wat je weet
bertanggung jawablah atas apa yang telah kita katakan, tetapi tidak perlu mengatakan semuanya.

"Gadis itu sudah dimakamkan."

Dengan ketenangan luar biasa, ia letakan kacamata yang membingkai kedua indranya di atas meja. Menghela napas sejenak, ia tatap lawan bicaranya sebelum bersuara, "Ada lagi yang ingin kamu katakan, Joo Heon?"

Yang dipanggil terdiam; memainkan jari jemarinya di samping saku celana. Rahangnya yang tegas nampak skeptis, dan Nam Joon bisa mengerti dari sekali tatap celah di tengah-tengah irisnya. "Ada apa? Katakan saja."

"Euhm ...." Joo Heon berdeham, menelan salivanya sebelum melanjutkan, "Pak Taehyung──"

"Ya, cukup." Nam Joon mengangkat sebelah tangan, membuat Joo Heon tergugu detik itu juga. Tak perlu diberitahu lebih detil, sebab lelaki itu sudah bisa menebak. "Putraku yang satu itu memang sangat nakal."

"Ah, tidak. Pak Taehyung hanya──"

"Tidak perlu membelanya, Joo Heon. Anak itu memang akan membangkang kalau berurusan dengan wanita. Itu sebabnya aku benci gadis itu."

Joo Heon kembali terdiam. Selama bekerja dengan Nam Joon sebagai pengawalnya, sekalipun ia tak pernah mengerti akan polah pikir Nam Joon; menurutnya beliau terlalu konservatif, terlalu membenarkan diri dengan semua pandangan dan ideologi yang ia punya.

Sekejam-kejamnya manusia; pastilah ia memiliki hati nurani. Tetapi, sepertinya hal tersebut tidak berlaku pada Nam Joon. Apa salahnya bila putranya jatuh cinta? Bukankah ia sendiri juga jatuh cinta pada istrinya─pada Nyonya Kim?

"Aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan, Lee Joo Heon."

Tergagaplah pemuda itu, kocar-kacir ia punya bola mata memandang ke sana kemari.

"Aku bukannya melarang ia jatuh cinta, tetapi memang putraku sudah tidak boleh jatuh cinta sejak lahir ..."

Ini aneh, Joo Heon membatin.

"... sejak kelahirannya, aku sudah menggadaikannya pada iblis. Apa kau tidak pernah tahu soal itu?"

© ikvjou ©

"Jadi, ayahmu mengorbankan nyawa Hellen bukan karena konferensi itu?"

Taehyung mengangguk, mengaduk gelas berisi susu cokelat hangat yang dibuatkan oleh Jung Kook. Sekarang mereka berdua ada di apartemen Jung Kook; sebab pemuda itu memutuskan untuk membawa Taehyung ke tempat yang tenang supaya pikirannya lebih jernih.

"Itu karena aku, Jeon."

Jung Kook menghela napas. Ia lantas menghampiri Taehyung, duduk di hadapannya seraya membawa dua mangkuk berisi sup kacang merah. "Coba jelaskan, aku tidak paham maksudmu."

"Aku harus memulainya dari mana, ya? Ini akan sangat panjang."

"Dari mana saja," ujar Jung Kook, menyuap sup kacang merahnya. "Aku akan mendengarkanmu dengan saksama."

"Oke, tapi janji jangan tertidur."

Jung Kook mengulas tawa. Ia tepuk pundak Taehyung sebelum mengangguk, "Tentu saja, kawan."

"Sebenarnya aku tidak tahu pasti soal hal ini. Kamu tahu kan, sekarang kakakku tinggal di asrama?" Jung Kook mengangguk. "Aku diam-diam sudah mencuri buku hariannya."

Melototlah kedua bola mata Jung Kook, "Kenapa kamu lakukan itu? Kak Seok Jin tidak akan marah, tapi itu perbuatan yang tidak baik."

"Aku tahu, makanya dengarkan dulu." Oke, kali ini Jung Kook menyimak dengan baik. "Sebenarnya aku tidak sengaja melakukan itu. Tetapi, aku penasaran dengan satu hal saat Kak Seok Jin memutuskan masuk seminari dan belajar teologi selagi ia kuliah. Tidakkah kamu tahu apa cita-citanya dulu?"

Mengelap bibir, Jung Kook berbicara skeptis, "Jadi jaksa?"

Taehyung menggeleng, "Bukan. Ia kuliah hukum pun karena ayah. Kamu tahu, waktu kecil Kak Seok Jin banyak mengisahkan aku dongeng, cerita-cerita dari Alkitab, bahkan semua hal yang ia lihat akan ia ceritakan. Saat aku masuk taman kanak-kanak dan kakak duduk di bangku sekolah dasar: dia bilang dia ingin menjadi seorang penyair."

"Hah? Sungguh?"

Taehyung menaik─turunkan kepala, "Kak Seok Jin dulu adalah orang yang ceria. Dia banyak sekali berbicara, bahkan ia memiliki banyak teman. Tetapi, sejak ia duduk di kelas lima, Kak Seok Jin jadi orang yang mendadak murung. Ia sering berceloteh hal-hal yang tidak masuk akal, dan ia menjadi orang yang mengasingkan diri."

Ada binar-binar kesedihan dari ceruk indra lelaki itu. Taehyung menatap langit-langit, mengingat bagaimana sedihnya ia melihat perubahan Seok Jin─yang secara tiba-tiba menjadi pemurung.

"Pernah suatu malam aku tidak sengaja memergoki Kak Seok Jin. Ia berdiri di atas loteng, menghadap ke sebuah dinding. Saat itu aku berpikir mungkin aku berhalusinasi, tetapi itu sungguh nyata. Kak Seok Jin berbicara pada dinding itu; wajahnya pucat, ia ketakutan."

Hening sejenak.

"Anehnya, kedua tangannya memegang penisnya dan ia berbisik dalam isak tangis; kenapa kamu lakukan itu? Ayah dan ibu akan marah. Kamu tidak boleh menyentuh milik saya. Aku tahu kamu pasti menganggap Kak Seok Jin sinting, tapi percayalah ia mengalami masa-masa yang sulit. Kak Seok Jin tidak gila─sungguh aku percaya hal tersebut. Ia mengalami hal yang sulit karena tidak ada satu pun orang yang paham akan keadaannya─termasuk aku, pada waktu itu. "

"Apa Kak Seok Jin mengalami semacam gangguan mistis?" Jung Kook bertanya dengan suara parau. Demi Tuhan, ia tidak pernah menyangka orang yang paling ia kagumi ternyata mengalami hal sesulit dan semenyedihkan itu.

Mengangguk, Taehyung membalas, "Kak Seok Jin sering bilang bahwa mereka ingin memakan miliknya. Aku tidak paham, tetapi ia bilang setiap kali ia tidur, miliknya selalu dijilat dan setiap ia bermimpi, ia akan basah; melihat ibu kami disetubuhi oleh mereka."

"Jeon, aku sungguh menganggap bahwa semua itu omong kosong. Tetapi saat Kak Seok Jin memutuskan masuk seminari (setelah ia tidak pernah membahas hal itu karena aku mengatainya mesum), aku memiliki firasat bahwa ada yang salah dengan dirinya. Benar saja. Ketika aku membaca buku hariannya; ia menulis bahwa ia melihat banyak hal yang muskil. Bahkan Kak Seok Jin menulis bahwa sebelum aku lahir, ibu kami sudah hamil selama sembilan kali, tetapi bayi-bayi yang ada di perutnya selalu lenyap ...

"... dan anehnya, ayah tidak pernah masalah akan hal itu. Maka aku membaca lagi buku hariannya sampai aku menemukan sesuatu yang membuatku sadar mengenai keanehan yang menimpa keluarga kami. Demi Kristus, pasti kamu tidak akan percaya, Jeon."

"Apa?" tanya Jung Kook datar. "Katakan saja."

"Ayahku memiliki sejenis penglihatan spiritual yang sama dengan Kak Seok Jin dan ayahku telah jatuh cinta pada salah satu dari mereka, yang tidak bisa kita lihat."

"Jadi maksudmu, kesembilan bayi ibumu adalah bayi milik ayahmu dan mereka?"

Taehyung mengangguk. "Ayahku sudah menggadaikan aku dan kakak pada mereka. Jadi, karena itu Kak Seok Jin memutuskan masuk seminari. Karena ia tahu bahwa tidak boleh ada wanita di hidupnya."

"Ayahmu gila, Kim Taehyung!"

"Bahkan ia lebih gila daripada yang kamupikirkan, Jeon."

ikvjou💕

Candramawa [BTS FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang