xx

719 207 38
                                    

Sejenak lalu, perempuan berambut sebahu itu menghela penuh rasa gusar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejenak lalu, perempuan berambut sebahu itu menghela penuh rasa gusar. Malam merontokan kedamaian yang sekonyong-konyong lenyap digantikan perasaan cemas dan kecewa, juga bingung tentunya. Ada banyak tanda tanya bercokol di dalam kepala, dan Christa sama sekali tak tahu bagaimana cara menjawab satu demi satu pertanyaan yang lama kelamaan malah semakin memenuhi seisi kepala. Setiap kali ia berpikir, saat itu pula pertanyaan dengan tampang tak ragu muncul penuh jumawa.

Tak ayal dehaman menarik kembali kesadaran Christa yang semestinya memberikan jawaban sejak beberapa menit lalu; beberapa menit yang ia buang percuma hanya untuk sesuatu yang ia sendiri tak paham. Perempuan itu sedang gamang. Christa tengah dihantam kebingungan yang maha, yang membuatnya pandir mendadak. Otak yang biasa cemerlang itu redup, tertidur, nyenyak bersama khayal dan tanda tanya yang sejak tadi bersarang.

"Nak?"

Menghela, Christa mengangkat sebagian pandangan─sekonyong-konyong rasa kecewa berdesir, "Ayah ...." Tetapi, rengekan perempuan itu terhenti begitu saja. Pandangan yang tegas dari sang ayah membungkam mulutnya untuk berucap sepatah kata lagi. Demikianlah akhir dari diskusi barusan, tak ada pilihan sebab pilihan sang ayah mutlak adanya.

Christa memang terlahir sebagai perempuan; ada kalanya ia merasa dilahirkan dalam berkah dan penuh anugerah, namun di sisi lain ia merasa bahwa menjadi perempuan adalah kutukan. Perempuan tak pernah ditempatkan pada posisi yang benar-benar memilih. Sejak dahulu perempuan hanya dibiarkan menerima takdirnya begitu saja, baik atau buruk itu adalah pemberian Tuhan. Padahal, jelas Tuhan memberikan manusia kesempatan untuk memilih, bukan malah berserah begitu saja.

"Ayah──"

"Apa kamu berpikir seorang ayah mampu membuat keputusan yang merugikan putri yang teramat ia cintai?"

Christa tak bisa menjawab, pasalnya cinta pertama seorang anak perempuan ialah ayahnya. Christa mencintai sang ayah sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Kalaupun ia harus menerima ini (pilihan sang ayah) maka itu semata-mata karena ia mencintai ayahnya yang teramat. Bukan kepada siapa pun; Ahmed, hanya lelaki itu seorang yang ia cintai.

"Berikan Christa waktu dahulu untuk berbicara dengan Jung Kook, Yah."

© ikvjou ©

"Aku rasa kau salah paham, Christalina."

Jung Kook mendadak jadi gusar, sementara Christa yang duduk di hadapannya hanya menatap datar; tak ada celah untuk merobohkan kedua atensinya yang sekokoh baja itu. Bagaimanapun Jung Kook tak enak hati, melamar gadis itu begitu saja. Bukan maksud hati melangkahi persetujuan dari Christa sendiri, hanya niat yang baik memang harus disegerakan, bukan?

"Jujur saja," suara dehaman Christa juga jeda yang sengaja diberikan mendadak terasa jadi sangat mencekik, "aku tak pernah tahu kamu memiliki niatan seperti itu padaku."

Menunduk, gantian Christa yang mendadak diserang rasa tak enak hati. Kekecewaan terlampau nampak di wajah sang pemuda, sementara Christa memang sudahlah pandai membaca apa-apa yang terpampang dari mimik si lawan bicara. Resah, Christa pun angkat bicara kembali, "Bukan aku bermaksud buruk, hanya saja ini terlalu mendadak. Aku sungguh jadi orang yang dungu sekali, tak tahu menahu mengenai apa pun. Bahkan, kalian pun tak memberikanku kabar sedikit pun mengenai kematian Hellen. Aku merasa cukup kecewa."

Candramawa [BTS FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang