03 - Baru Belajar Akuntansi

290 79 26
                                    

Setelah menghadapi hari-hari MPLS atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, Tisya dan kawan-kawan akhirnya menghadapi momen belajar-mengajar pertama di SMK. Bukan hal yang susah baginya untuk mencari teman. Ya, dengan sedikit jurus menggosip, tahu-tahu Tisya mendapatkan teman satu kumpulan yang terdiri dari delapan orang.

Namun, sayang, kelas mereka terpisah-pisah setelah MPLS. Alhasil Tisya hanya bersama tiga teman di kelas 10 Akuntansi 3. Tak apa sudah, dia tetap bisa berbahagia dan menyerap segala anugerah yang ada. Tisya jadi bersyukur masuk jurusan Akuntansi.

"Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Perkenalkan nama Ibu, Suti. Kita langsung masuk ke dalam materi pertama pelajaran Akuntansi Dasar. Buka bukunya, cepat!" titah guru perempuan ketika baru masuk ke dalam kelas.

Ah tidak, sepertinya Tisya tidak jadi bersyukur. Terlalu terkejut otaknya bila dipaksa belajar akuntansi tanpa permulaan.

Satu kelas mendadak ramai, diisi dengan keributan antar siswa. Mereka kaget dengan buku Akuntasi Dasar yang teramat asing itu. Baru dilihat saja sudah bikin pusing apalagi dikerjakan.

"Buka halaman tiga puluh, itu ada soal pilihan ganda. Kebetulan jam pelajaran kita sampai pulangan, jadi total lima jam, saya mau kalian kerjakan soal ini sekitar satu jam aja. Sambil baca-baca, nanti kita bahas bersama. Selanjutnya, kita bakal masuk ke hapalan saldo normal dan jurnal umum."

Tisya syok. Aduh, otaknya ini belum ada pemanasan. Baru saja dia dan yang lainnya menikmati libur ujian nasional SMP dan libur lebaran selama dua bulan, tahu-tahu pas masuk disambut puluhan soal asing, ya kaget.

Satu jam mengerjakan, Tisya terpaksa isi secepat mungkin dan masa bodoh dengan nilainya di akhir. Yang penting, dia bisa bernapas lega walau otaknya benar-benar dikuras.

Dia duduk sebangku dengan Kania, teman yang dia kenal saat MPLS kemarin. Mereka pun bekerja sama untuk mengerjakan soal pilihan ganda asing itu dengan dibagi menjadi dua; Tisya nomor satu sampai lima belas, Kania nomor enam belas sampai tiga puluh.

Selama satu jam akhirnya mereka bisa menyelesaikannya. Tinggal pasrahkan hasil kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Begitu dikoreksinya ternyata nilai mereka pas tujuh puluh. Yah, ya... yang penting sudah berusaha, pikir mereka.

"Oke saya mau kalian hapalkan saldo normal," titah Bu Suti yang membuat banyak siswa mengeluh saat itu juga.

Itu baru hari pertama.

Terlalu terkejut dengan cara mengajar beliau, di pojokan terdapat dua siswa yang menangis karena merasa ini bukan jurusan yang mereka mau. Mereka hanyalah korban dari jurusan pilihan orang tua yang sama sekali tidak mereka minati.

Seketika Tisya teringat dengan Haryan.

* * *

Baza lagi, Baza lagi.

Tisya malas sekali bertemu dengan cowok satu itu. Haryan juga, bukannya on time datang ke kantin, malah membiarkan Baza menjadi orang yang pertama datang dan menunggu mereka.

Duh, gengsi sekali jika harus menunggu kedatangan Haryan hanya berdua. Tisya meneguk saliva, bingung harus lanjut melangkah atau kabur saja sebelum terlihat oleh Baza.

Namun, cowok itu menoleh dan mengangguk saja, pertanda agar Tisya cepat duduk di sampingnya.

Gengsi, kaku, bimbang adalah efek dari putus dengan sahabat sendiri. Tisya duduk di sebelah Baza, takut-takut, tetapi harus tetap terlihat baik-baik saja.

"Udah lama nunggu di sini?" tanya Tisya basa-basi.

Baza mengangguk, "Lumayan. Gimana hari pertama?"

Rasanya, asing sekali, seperti baru pertama kali berkenalan. Padahal dulu, Tisya gas saja dengan nada bicara yang terdengar asik. Sekarang, tersenyum tulus saja tak sanggup.

Tisya dan TisyuWhere stories live. Discover now