40 - Rumah Kedua

137 40 9
                                    

Tisya meyakinkan diri untuk bertanya langsung ke Haryan pasal sesuatu tentang Rilda.

Begitu Candra dan Rilda pulang dari studio, Haryan juga cepat-cepat keluar. Tisya semakin penasaran, bahkan sempat menahan cowok itu untuk memberikannya tumpangan.

"Haryan ikut!" Tisya berteriak. Perdebatan di antara keduanya terjadi lagi, hingga Haryan harus kehilangan jejak Rilda dan Candra.

Pada Tisya akhirnya diperbolehkan ikut, karena Haryan sudah kehabisan waktu.

Senyum Tisya sudah mengembang sejak dia bisa membaca niat Haryan buru-buru pulang dari studio, tidak seperti biasanya. Dia pun mencoba menjebak Haryan. "Eh itu Yan, Rildanya. Dia mau belok ke kiri. Ikutin ya!"

"Hah?" Haryan kontan menoleh ke sebelah kirinya, tanggap. "Kok, nggak ada?"

Tisya kontan tertawa terbahak-bahak. Ternyata benar dugaannya. Tangannya refleks menepuk bahu Haryan hingga menimbulkan bunyi gedebuk. Banyak kendaraan yang lewat dan memperhatikan mereka, tetapi dia tidak peduli, asyik sekali tertawa.

Bisa-bisanya Haryan selama ini suka dengan Rilda dan dia baru sadar dengan bukti sejelas-jelasnya! Padahal, Tisya dan Rilda sudah berteman dari dulu. Andai saja Haryan bercerita, mungkin akan lebih mudah.

Tisya terus mengejek Haryan selama perjalanan, sampai cowok berambut ikal itu pusing sendiri. "Haryan suka Rilda! Haryan suka Rilda! Ya ampun, hai dunia, Haryan suka Rilda! Tapi si Rildanya malah jadian sama Candra. Ups, sedih."

Motor Haryan berhenti di ujung jalan. "Tis!" panggilnya.

"Apa? Lo mau gue tunjukin rumahnya Rilda di mana? Bokap sama nyokapnya jualan apa? Ruko kakaknya di mana? Terus, dia sering latihan catwalk di mana?" tanya Tisya bertubi-tubi. Dia sudah akrab dan hapal mati dengan kebiasaan Rilda.

Haryan mematikan mesin motornya. "Lo kok ribut banget, sih, Tis? Lo cemburu sama gue?"

Alamak, bukan main. Tisya terkejut, lantas mengernyit. Dia itu sangat bersemangat setelah mengetahui faktanya. Bagaimana mungkin dia suka dengan Haryan setelah mereka cukup sering berdebat dan bertengkar seperti saudara? Yang menarik dari Haryan di mata Tisya itu hanya dompet dan rumahnya.

Sebuah firasat sekilas muncul di benak Tisya. Jangan-jangan dugaannya salah, Haryan itu..., ah, bahaya.

"Enggak lah, ih! Lo, mah, apa-apa ngira gue mulai suka sama lo. Parah, sih," bantah Tisya cepat lalu bersedekap. "Ayo, mumpung gue lagi baik! Kita samperin Rilda beneran kalau lo mau."

"Eh sumpah, nggak lucu loh kalau sampe lo beneran suka sama gue terus malah sok-sokan dukung gue sama Rilda," kata Haryan blak-blakan.

Makin terkejut, Tisya memelotot. Jantungnya berdegup tak stabil. Pertanyaan Haryan itu masuk ke dalam ranah serius. Kalau dia salah jawab, bisa-bisa Haryan semakin serius. Apa yang harus dia jawab agar Haryan tidak bertingkah yang lebih di luar dugaan?

Yang lebih parah lagi, pikiran Tisya mulai memunculkan spekulasi, bagaimana kalau Haryan tidak bisa mendapatkan Rilda, ternyata cowok itu malah beralih kepadanya?

Akhirnya Tisya mengeluarkan kalimat andalan zaman dulu sambil berdecak sebal. "Gue udah ada cowok kali Yan. Lo, ah! Males ah!"

Bohong saja itu, dia tak punya pacar.

Haryan terkekeh palsu. "Oke, good. Aman. Tunjukkin ke gue rumahnya Rilda kalau begitu."

Untunglah jawaban Haryan seperti itu. Kalau sampai Haryan beralih suka padanya, itu akan menjadi masalah yang lebih-lebih-lebih besar lagi daripada Baza. Tisya takut kalau dia akan mengecewakan Haryan suatu hari nanti, sama seperti Baza.

Tisya dan TisyuWhere stories live. Discover now