51 - Insiden Tak Diharapkan

126 32 8
                                    

Mata Tisya bengkak karena sudah banyak menangis seharian. Dia harus menghapus semua air mata itu karena nanti malam akan ada acara di rumah Haryan. Dia harus terlihat ceria dan bahagia ketika bertemu dengan teman-teman semasa SMP nanti.

Tisya pun membuka kado dari Patru dan mengamati isinya dengan saksama. Pemberian cowok itu adalah sebuah gauh high-low berwarna emas. Indah sekali dan terlihat mahal. Tisya mengeluarkan gaun itu dari kotaknya dan melihat pantulan dirinya di depan cermin berukuran sedang.

"Bagus banget!" Tisya menganga, tidak percaya. "Berapa ini harganya?" Napasnya mendadak tidak beraturan. "Sampai pangling gue liat diri sendiri."

Tiba-tiba ponselnya berdering, ada sebuah panggilan dari Haryan di seberang sana. Buru-buru Tisya menerimanya. Dia ingin bercerita panjang lebar mengenai apa yang terjadi tadi. Namun, dari cara cowok itu membuka percakapan yang terburu-buru, Tisya jadi membatalkan niatnya. 

"Tisya, entar malem lo beneran nggak bawa cowok lo, kan?" tanya Haryan dari seberang sana, mengkonfirmasi.

Tisya berdeham sejenak. "Kenapa memangnya?" Dia mengintip ke jendela, melihat para tetangga yang mulai ramai berjalan-jalan sore. Sejenak, dia merasa aman. Dia pun berkata, "Kalau kalian nggak bawa, ya gue nggak bawa. Kalau kalian bawa, hayuk aja gue bawa juga."

"Gue disuruh cari pasangan prom sama nyokap. Mau dipakaikan dress, tuh, katanya. Gratis lagi. Lo mau nggak? Lumayan. Gue juga nggak keberatan kalau lo yang dapet," jawab Haryan.

Tisya melirik ke gaun yang dibelikan Patru dan berdeham cukup lama. Yakin gaun secantik dan semahal itu tidak mau dia kenakan? "Nggak dulu, deh. Gue baru dibeliin dress sama... Patru, tapi... itu dress seminggu yang lalu. Kalau dikasih lagi sama nyokap lo, bingung gue mau dipake ke mana aja. Kasih ke cewek lain aja, Yan. Ajak Rilda, kek." Kalimat saran Tisya yang terakhir mampu mengalihkan dengan cepat keinginan Haryan untuk protes terhadap gaun pemberian Patru.

"Rilda? Haduh, nggak punya nomornya."

"Gampang." Tisya langsung memutuskan panggilan dan mengirimkan kontak Rilda yang selama ini dia simpan.

Usai berteleponan dengan Haryan, Tisya mengambil gaunnya lagi dan menempelkannya ke bagian depan tubuh. Dia bercemin sambil berputar. Gaun high-low berwarna emas itu memiliki potongan yang lebih pendek di bagian depan dan kain bagian belakang yang memanjang hingga lantai. Tisya bisa memamerkan sepatunya dengan leluasa. Tampilannya akan lebih elegan nanti malam. Dia pun bersiap-siap mulai dari mandi, makeup yang cukup lama untuk menutup matanya yang bengkak, mencatok rambut dengan alat yang dia ambil dari kamar ibunya, dan memakai gaun itu dengan hati-hati.

Jam delapan malam Patru menjemputnya, menggunakan mobil, entah milik siapa, Tisya tidak tahu. Cewek itu sempat khawatir untuk keluar dari rumah, mengingat perseteruan cowok itu dengan Baza tadi. Kepercayaannya hanya tersisa setengah. Namun, ketika Patru lagi-lagi melakukan hal yang sama yaitu menarik duluan kenop pintu rumahnya dengan lancang, Tisya pun mengalah dan memilih keluar sebelum cowok itu bertindak lebih mengerikan. 

Patru terpana hingga membisu selama beberapa detik.

Tisya sangat cocok dengan gaun high-low barwarna emas yang dia belikan. Bahannya yang terbuat dari satin memberikan kesan anggun dengan detail payetnya yang memanjakan mata, membuat cewek itu terlihat sempurna untuk acara pesta dansa. Dengan potongan gaun di depan yang lebih pendek, high heels sewarna dan sebagian betis Tisya yang mulus itu dapat terlihat dengan jelas. Untuk gaya rambut, malam ini Tisya memilih model half updo with floral, yang membuatnya terlihat seperti Princess Belle dari film Beauty and The Beast. 

"You're gorgeous," puji Patru yang masih belum mengedip. Bukan hanya diri Tisya yang indah, bayangan yang terpantul dari lampu teras rumah pun tak kalah indah. "Aku nggak salah kasih kamu hadiah gaun itu."

Tisya dan TisyuWhere stories live. Discover now