11 - Perasaan yang Plin-Plan

185 53 16
                                    

Sehabis melihat cowok keturunan China Indonesia yang katanya lebih ganteng daripada Baza, Tisya jadi mencari cowok itu di mana-mana. Mulai dari jalan menuju rumahnya, di taman kota, bahkan di halte dekat dengan TK-nya dulu. Berharap bisa ketemu untuk berkenalan.

Namun, cowok itu tak pernah kelihatan lagi. Tisya jadi galau sendiri. Bisa-bisanya dia tidak melihat dan baru sadar ketampanan cowok itu selama ini. Padahal, sering kali mereka berpapasan atau bertemu di halte, tetapi Tisyanya saja yang tidak ngeh wajah cowok itu.

Tisya yang suka memainkan perasaan orang pun menahan diri untuk tidak jadian selama beberapa hari, sampai dia ketemu cowok ganteng itu lagi.

Pertanyaannya, apa bisa?

* * *

Di kelas, Tisya mulai menggila dengan segala mata pelajaran di Jurusan Akuntansi. Namun, kegiatan sekolah harus tetap berlanjut dan sekarang dirinya sudah menginjak semester dua di kelas 10.

Sesekali Tisya pergi bertanya ke Zafri perihal soal pilihan ganda di mata pelajaran ekonomi bisnis yang jawabannya tidak ketemu-ketemu. Soal A, jawaban G, alias tidak dijelaskan di bab materi, mengharuskan Tisya pasrah dan membuka Google.

Namun, tetap saja tidak ketemu. Saat dia mencari di Brainly saja, dia hanya menemukan jawaban yang belum terverifikasi dan di akhir jawaban itu terdapat kalimat "Maaf kalau salah". Selesai dia, pasrah saja bisanya.

"Jawaban nomer dua apa Zaf?" tanya Tisya langsung ke inti.

Tidak pakai kalimat embel-embel seperti, "Kok, gue nggak ketemu jawaban nomer ini ya? Lo dapet nggak jawabannya? Ada di halaman berapa?" Tidak! Sudah pusing kepalanya, lansung saja.

Zafri yang sibuk mengerjakan bersama enam cewek kelas lainnya pun menoleh dengan sigap. "Oh itu C," jawabnya tanpa berpikir dua kali lipat.

Tisya manggut-manggut dan cepat mengisi jawaban di buku tulis, selagi Bu Resti sedang balik sebentar ke kantor. "Nomor tiga belas apa?"

"A, Tis."

"Dua puluh satu?"

"Kalau gue, D, tapi tadi si Nurya nggak sengaja liat buku paketnya Bu Resti, jawabannya C."

"Yang mana jadinya yang bener?"

"Ikutin Bu Resti aja."

"Oke. Nomor tiga puluh?"

"A."

"Oke, makasih." Tisya berlalu begitu saja sementara Zafri masih terpaku padanya. Cewek itu lalu meletakkan buku tulis dengan santai dan lanjut bercerita selagi teman circle-nya asyik menyalin jawaban.

Tanpa sadar Zafri tersenyum sekilas.

"Zaf?"

"Zaf?"

"Hei!" Adi, cowok lain di kelas menyadarkan Zafri. "Kenapa lo natepin Tisya segitunya?"

Sontak para cewek yang ribut menyalin jawaban di meja Zafri itu kontan mendongak. Mereka terkejut melihat tingkah Zafri yang baru kali ini KETAHUAN aneh.

"Nggak, nggak papa."

Naya langsung berbisik, "Jangan sama Tisya, cadangannya banyak."

"Lah, bukannya lo juga sama?" balas Zafri santai.

Directed by Robert B. Weide.

Tisya dan TisyuWhere stories live. Discover now