09 - Novan dan Permainan

190 57 6
                                    

Kasihan sekali si Novan, sudah menunggu di depan rumah Tisya ternyata malah disuruh untuk bertemu di taman.

Ketika motornya sampai di taman kota, matanya langsung menangkap kehadiran Tisya yang datang dengan diantar menggunakan mobil.

Langsung di saat itu juga, hati Novan teriris untuk yang kesekian kalinya gara-gara Tisya. Dia sudah tahu sejak lama. Intinya kalau Tisya datang dengan mobil itu, pasti dia habis bermain di rumah Haryan.

"Ngapain di rumah Haryan?" tanya Novan, santai, tanpa turun dari motor.

Tisya merapikan rambutnya yang sedikit berantakan akibat terburu-buru turun. Untung saja dia masih sempat untuk datang ke sini, kalau tidak, habis dia dimarahin sama si Novan karena mempermainkan perasaan lagi.

"Tisya, mending jujur aja." Novan menghela napas kasar. "Kamu udah nggak mau, kan, sama aku?"

Ah, pertanyaan yang tepat. Tisya kontan mengangguk.

"Terus kenapa pas aku tawarin kamu balikan, kamu iya-iya aja?"

"Aku, kan, cuman bilang 'boleh' antara iya dan enggak. Kalau aku bilang iya, berarti iya banget," balas Tisya membela diri. Ada-ada saja jawabannya yang di luar nalar.

Novan meneguk saliva. "Kamu mau lanjut apa enggak?"

"Kamu capek enggak?" Tisya malah bertanya balik.

Yang ditanya tentu mengagguk. "Kamu nggak pernah serius sama aku."

Cewek yang rambutnya digerai itu menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Sebenarnya Tisya selama ini memang tidak pernah serius pada siapa pun selain Baza. Ada yang menawarinya menjadi pacar, ya dia terima saja, alasannya supaya tidak kesepian.

Dia adalah orang yang menganut prinsip "Yah, jalani aja dulu" tanpa memandang ke depan dan risiko dari jawabannya sendiri. Kalau ada orang sakit hati dan tidak tahan dengan sifatnya, Tisya memilih kabur dan mencari orang baru daripada harus bergulat dengan kalimat perpisahan.

Ya, Tisya sendiri mengakui bahwa dirinya menyedihkan. Sampai akhirnya dia ketemu Baza yang sudah menjelma bagaikan pawang, mencegah Tisya untuk tidak memanfaatkan kecantikannya di jalan yang salah. Namun, setelah didiamkan sama Baza dalam waktu yang cukup lama, sifat pemain Tisya kambuh.

"Kamu kenapa, sih, Tis, suka banget biarin orang sakit hati sendirian? Maksudnya, kamu kebiasaan kasih orang harapan. Mending gini, daripada kamu terpaksa terima aku dengan setengah perasaan kayak sekarang, lebih baik kamu jujur kalau kamu emang udah nggak mau sama aku," jelas Novan sambil menahan emosi. "Aku capek jadi pilihan kesekian dari koleksi kamu, Tis."

Tisya terdiam sejenak. Kasihan juga ya si Novan. Padahal dulu cowok itu tahu bahwa dia adalah pilihan kedua sekaligus pelampiasan Tisya karena diabaikan Baza, tetapi sampai sekarang masih saja meminta Tisya kembali. "Oke, kalau gitu gue jujur, nih, kali ini."

Secara mendadak, Novan menggeleng. "Nggak usah. Aku udah tau isi hati kamu, Tis. Kamu pasti mau selesai sama aku bener-bener, kan?"

"Lo sendiri, gimana? Mau selesai sama gue? Kalau mau, ayo." Ketika Tisya sudah mulai memakai kata 'lo-gue' berarti dia siap berpisah.

Novan menggeleng lagi.

"Lah, nggak jelas." Tisya berusaha menahan tawa. Bisa-bisanya mereka berdua menjadi tidak jelas bersama.

Wah, sepertinya Novan sudah tertular virus tidak jelas Tisya.

"Hati aku sebenernya masih nggak mau ngelepas kamu, Tis. Walaupun otakku berkali-kali bilang untuk berhenti, aku tetep nggak mau. Aku nggak peduli kamu suka mainin perasaan orang, kamu jadiin aku pilihan kedua, kamu abaikan aku. Aku nggak peduli."

Tisya dan TisyuWhere stories live. Discover now