45. Tiga Remaja Ribut (2)

133 36 15
                                    

Ada sebuah rumor baru. Katanya, Baza kembali dihantui oleh bayang-bayang Aunia dan berhalusinasi mengenai kehadirannya. Namun, hal itu belum diketahui pasti, nyata atau hanya dalam bayangan Baza saja.

Awalnya, Haryan sempat mengatakan bahwa mungkin saja Baza hanya rindu dengan cewek tidak jelas satu itu. Namun, sepulang dari bioskop, Haryan tak sengaja melihat Aunia berdiri di samping studionya Baza. Kalau sudah terbukti ada orang lain yang melihat Aunia nyata, itu berarti bukan halusinasi Baza semata. Rasa penasaran membuat Baza perlahan menggila, kembali lagi ke setelan awal, si paling gagal move on.

Satu per satu teror tentang Aunia mulai berdatangan. Dari pesan pada nomor baru, kehadiran di antara keramaian, dan telepon dari nomor tidak dikenal. Sudah berkali-kali Baza mencoba untuk mengabaikannya, tetapi bayangan Aunia itu––yang entah orang mana, Aunia sendiri, atau bukan––terus menghantui Baza tanpa ampun. Hidupnya yang perlahan kembali normal menjadi gelap lagi.

Tisya tidak terima dengan kehadiran Aunia itu. Bukan sebagai mantan yang menyesal sudah selingkuh, tetapi sebagai sahabat yang masih peduli dengan keadaan Baza.

Sepulang dari bioskop, ketiganya berkumpul di rumah Haryan untuk bersantai sejenak. Mereka disambut oleh ibunya Haryan dengan hangat dan dipersilakan duduk di meja besar di ruang makan, lalu mulai makan malam bersama seperti keluarga. Tisya jadi lupa dengan masalah di rumahnya sejenak. Setelah itu mereka pergi ke ruang tengah untuk menonton televisi bersama dan berbagi cerita lagi. Beberapa pelayan rumah Haryan seperti biasa memberikan privasi, tetapi tetap mengawasi, khususnya ke Tisya yang merupakan cewek sendiri.

"Jam berapa sekarang?" Tisya melihat jam dengan panik. "Oh, jam sepuluh."

"Nggak usah panik. Nanti gue anter lo pulang," kata Baza sambil membaringkan diri di sofa sebelah Haryan.

"Tapi motornya Haryan tadi kita titip di rumah lo Ja. Gimana ceritanya?"

"Simpel, titip dulu malam ini. Besok pagi gue berangkat sama Haryan. Sepulang sekolah sekolah kami ke rumah gue, nanti Haryan ambil motornya dan pulang sendiri. Kayak biasa. Jadi Haryan nggak perlu bolak-balik malam ini. Besok aja, gampang," jelas Baza. Tumbenan sekali mau berkata banyak.

Haryan tiba-tiba menyeletuk, "Iya Tis, biar lo sama Baja bisa nostalgia masa jadian, haha! Eh, tapi jangan balikan."

Baza mendorong bahu Haryan. "Itu terus yang dibahas."

"Ah, gue jadi nyesel putus sama Baja," celetuk Tisya tiba-tiba.

"Dih, apaan lo? Tumben," balas Baza yang bersikap tidak suka bila dua orang itu membahas masa lalu. "Sudahlah Tis, masa lalu. Kita sudah damai, aman, sejahtera."

Serempak Haryan dan Tisya menertawakan Baza.

"Baja bener-bener udah nggak ada rasa sama gue Yan, rasanya sama Aunia doang dia, mah," kata Tisya masih tertawa.

"Iya makanya. Gue dari tadi itu ngetes aja Tis. Mau liat aja responsnya Baja gimana. Ada hasrat balikan sama lo buat ngelupain Aunia kagak ya? Gitu pikir gue."

Baza menatap mereka dengan sebal. "Aunia terus."

"Loh?" Dua sahabat itu terkejut. "Tumben, giliran bahas Aunia malah males. Biasanya bersemangat banget."

Baza berdecak, mulai lelah dengan dugaan-dugaan yang muncul di pikiran mengenai Aunia.

"Lo nggak niat nyari pelampiasan, Ja?" tanya Tisya.

Tisya dan TisyuWhere stories live. Discover now