Pagi yang mendung itu, Tisya menunggu di depan sekolah karena Liza mengatakan bahwa mereka harus datang ke perusahaan bersama. Hujan turun membasahi seluruh kota, untung Tisya membawa payung. Dia berteduh sebentar, tetapi derasnya hujan menimbulkan tempias yang membasahi sepatunya.
Liza datang dua puluh menit kemudian, tetapi dia justru berlari meninggalkan Tisya menuju perusahaan.
Tisya masih mencoba sabar.
Sudah seminggu mereka melaksanakan PKL dan sifat Liza yang menganggap Tisya saingan mulai terlihat jelas. Secara perlahan, sikap apatis Liza membuat Tisya merasa sudah melakukan kesalahan besar, padahal sebelum ini tidak ada, rasanya.
Tisya hanya mengikuti semua perkataan dan apa yang dikerjakan Liza, menunggunya sebelum berangkat ke perusahaan, kemudian ditinggal. Setengah mati dirinya mengintrospeksi diri.
Liza sering kali membawa makanan ke kantor. Mulai dari buah anggur dan kue-kue. Dia bahkan berani mengangkat telepon, ini beneran telepon genggaman yang ada kabelnya itu, khusus dipakai di perusahaan. Tingkahnya sudah menjelma seperti karyawan.
Liza juga sering membantu petugas kebersihan untuk menyapu atau mencuci piring. Memang baik sekali perangainya. Intinya, Liza terlihat lebih dominan dibandingkan Tisya. Yah, mungkin karena dia mau menggapai mimpinya untuk kerja juga di sana.
Dua minggu berlalu, Tisya sudah terbiasa ditinggal oleh Liza. Setiap hari bahkan. Dia juga sudah terbiasa bila Liza mengambil jurnal kegiatannya untuk menyalin seluruh pekerjaan yang diberikan karyawan, sebab pekerjaan mereka sama, yaitu menge-print dokumen, stempel dokumen, merapikan arsip, dan lain-lain. Alasannya satu, Liza tidak terbiasa merangkai kata untuk ditulis di dalam jurnal, memerlukan catatan Tisya. Terkadang, dia juga malas mencatat segala pekerjaan di jurnal, nanti-nanti saja, toh, ada Tisya yang mencatat.
Lambat laun, Liza sama sekali tidak mau mencatat jurnal, katanya malas mengisi setiap hari, sekalian saja nanti di akhir bulan. Namun, Tisya tetap rutin mencatat jurnal setiap menyelesaikan pekerjaan, karena dia mudah lupa. Mencatat juga palingan hanya beberapa detik, daripada kepikiran terus. Dari sikap Liza itu, dia mulai waspada, jangan sampai Liza di akhir bulan malah menyalin jurnalnya saja.
Memasuki minggu kedua, Liza benar-benar hanya menyalin seluruh pekerjaan yang dicatat Tisya di jurnalnya. Hei, apa susahnya mencatat tanpa menyalin punya orang lain?
Kesal, Tisya menyeletuk saat Liza merebut jurnalnya. "Tukang salin!"
Semenjak saat itu, Liza berhenti menyalin jurnal Tisya, bahkan berhenti mencatat segala pekerjaan. Jurnalnya dibiarkan begitu saja.
Namun, imbalan dari ucapan Tisya, Liza semakin menunjukkan taringnya dari belakang. Dia mendominasi seratus persen di kantor itu dan menghalau Tisya mendapatkan pekerjaan. Liza menjadi orang yang paling cepat nan tangkas saat ada karyawan yang membutuhkan bantuan, yah walaupun tidak akan dia catat juga.
Tekanan yang diberikan Liza secara tidak langsung membuat Tisya menarik diri ke arah sebaliknya, ke arah yang lebih mengikuti aturan dan perkataan Bu Suti.
Di kantor itu, sifat Tisya mulai berubah 180 derajat. Dia harus menahan diri untuk tidak bicara, menahan diri untuk tidak protes, dan jalan dengan baik. Tidak boleh melompat-lompat, tidak boleh berdebat, dan tidak boleh terlalu bersemangat. Harus datar dan jangan berteriak seperti di rumah Haryan. Jaga sikap intinya, walau dia tersiksa secara batin. Demi menjaga nama baik ayahnya yang ternyata bekerja di Departemen Operasional.
Kebiasaan ditinggal Liza, membuat Tisya berbaur dengan wanita magang di sana. Namanya Kak Fira, masih muda dan sangat cekatan. Dia memakai hijab yang menutup dada dengan sebuah bros di sebelah kanan, pakaiannya dominan berwarna ungu atau warna gelap. Dia mau menerima Tisya untuk duduk di sebelahnya, makan bersama, hingga salat bersama. Bila tidak ada karyawan yang memberi Tisya tugas, Kak Fira yang akan memberikannya. Sederhana, hanya print surat keluar dan memberikan stempel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tisya dan Tisyu
Teen FictionSemua orang tahu bahwa Tisya suka memainkan perasaan laki-laki dengan memanfaatkan kecantikannya. Tisya selalu membuat mereka merasa diangkat tinggi-tinggi lalu dijatuhkan hingga tak berarti. Yang ganteng dia patahkan, yang baik dia buang, yang kaya...