48 - Tindakan Di Luar Nalar

120 32 15
                                    

Trigger warning⚠️

Part ini agak sensitif ya buat pembaca yang pernah ada niatan buat suicid*. So, aku menyarankan kalian untuk lewatkan apa part ini kalau kalian pernah hampir melakukan suicid* dan kemungkinan besar untuk terpicu atau teringat kambali. Semuanya kembali ke keputusan kalian, oke? Hati-hati bacanya.

Happy reading! 💝

~ Tisya dan Tisyu ~

Sepulang dari rumah Haryan, fokus pikiran Tisya terbelenggu pada cara agar bisa putus dengan Patru. Dia merencanakan segenap alasan ketika Patru nanti ternyata tidak bisa menerimanya. Yang menjadi alasan utama mereka putus adalah perbedaan agama, sisanya dia akan mengada-ada. Hati Tisya tidak bisa berbohong, sudah ada firasat buruk yang akan terjadi setelah ini.

Namun, saat hari Senin pagi, Patru malah menjemput Tisya untuk berangkat ke sekolah bersama. Bingung menolak, cewek itu pun terpaksa ikut. Begitu sampai di parkiran, gesturnya terlihat risi sekali, membuat Patru akhirnya sadar.

"Ada apa?" Patru bertanya sambil berjalan bersisian dengan Tisya.

Tisya menarik napas. Masa iya dia harus minta putus di pagi ini?

Batinnya menyeletuk, iya, harus, kalau ditunda-tunda malah nggak jadi.

"Kayaknya... hubungan kita nggak bisa lanjut Pat," ujar Tisya cepat dan samar-samar.

Yang diajak bicara kontan menganga.  Keputusan ini tiba-tiba sekali dan tidak dapat diprediksi. Patru mempercepat langkahnya dan mencegat Tisya. "Maksudnya, putus?"

"Ya."

"Nggak," tolak Patru cepat. "Setengah mati aku dapetin kamu lagi, terus kamu mau minta putus gitu aja? Nggak Tisya, aku nggak terima."

"Kita beda agama," sergah Tisya, "salah satu ada yang harus ngalah kalau sampai ini berlangsung terus-terusan."

"Itu dipikirkan nanti aja," bantah Patru lagi. "Selama ini aku kurang apa, sih?"

"Kurang seagama, apa lagi?" Sekakmat.

Beberapa siswa yang lewat di parkiran sempat berhenti sejenak untuk mendengarkan perdebatan mereka. Pasti seru. Si kakak kelas bermata sipit yang tampan bersama kakak kelas cantik yang diincar banyak orang sedang memiliki hubungan yang sebentar lagi rusak. Luar biasa, para siswa ekstrakurikuler jurnalistik segera mengeluarkan ponsel mereka.

Tisya yang sadar akhirnya menarik Patru untuk berbincang di belakang gedung jurusan. Lebih aman dan sepi. Kalau ada apa-apa, dia bisa berteriak nyaring untuk mengambil alih perhatian siswa di dalam kelas.

Patru yang diajak itu hanya bisa menghela napas kasar, bertingkah uring-uringan, sangat tidak terima. "Kamu mau aku apa? Masuk agama kamu, gitu?"

"Enggak, aku cuma mau kita putus." Tisya menarik napas dalam. "Aku bakal kembaliin semua yang udah kamu kasih. Uang, barang, hadiah, baju, aku kembalikan. Jadi kamu bisa pergi tanpa merasa rugi."

"Nggak Tisya, aku nggak mau kita putus."

"Udah nggak ada harapan lagi, Pat."

"Kata siapa?! MASIH ADA!" Patru membalas dengan nada tinggi, tangannya sigap mencengkeram tangan pergelangan tangan Tisya. "Permasalahan kita selama ini cuma karena kita beda agama. Aku udah ngasih yang terbaik buat kamu. Bahkan selama ini aku mencoba untuk nurunin egoku dari kamu. Masa segitu gampangnya kamu minta kita putus? Aku memang bukan cowok yang seagama sama kamu, tapi kamu nggak bisa gitu liat usaha gila aku selama ini?"

Tisya dan TisyuWhere stories live. Discover now