58 - Yang Telah Lama Ditunggu

154 31 18
                                    

Kondisi keluarganya memang sudah kacau balau, begitu juga dengan hidupnya. Bagai hidup dalam daun yang mengapung di perairan, Tisya tidak memiliki bayangan apa pun terhadap masa depannya. Intinya hanya ada dua: bertahan dan ikuti alur kehidupan atau menenggelamkan diri.

Namun, Tisya memilih bertahan.

Walau sendirian.

Baru-baru ini dia mendapat informasi bahwa Baza lolos masuk ke dalam Perguruan Tinggi Negeri ternama di Bandung, sementara Haryan mendapatkan predikat siswa terbaik kedua di jurusan yang sebentar lagi akan berkuliah di luar negeri.

Bagaimana Tisya yang masa SMK-nya dihabiskan dengan pacaran dan gonta-ganti cowok?

Nilai-nilai rapot Tisya tidak lolos seleksi menjadi siswa eligible, sehingga dia tidak bisa mendaftar SNMPTN di tahun 2019. Lagi pula, kalaupun dia lolos, biaya kuliahnya akan ditanggung oleh siapa? Ibu dan ayahnya yang sudah tidak ada kabar sama sekali? Tisya pasrah.

Selain informasi perkembangan hidup dua sahabatnya, Tisya mendapat informasi bahwa Zafri juga lolos di universitas terbaik di Kalimantan dengan mendapat beasiswa, kemudian Shinka berencana mendaftar SBMPTN untuk masuk Universitas Indonesia sambil magang di sebuah instansi yang dulunya dia tempati PKL atau Praktik Kerja Lapangan.

Lihatlah teman-teman Tisya yang serius belajar semasa sekolah, sudah memiliki jalan masing-masing.

Ujian Kompetensi Keahlian atau UKK sudah berlangsung setelah insiden Tisya dan Patru tempo hari. Apakah Tisya mengerti cara mengerjakan ujiannya? Ya, sedikit. Itu pun terbantu karena dia ikut les tambahan yang biayanya dibantu Haryan.

Ketika nilai UKK-nya keluar, jelas sekali nilai Tisya pas-pasan, tidak ada yang spesial. Kalau dia tahu masa SMK ternyata sepenting itu untuk direncanakan dan sangat menentukan masa depan, Tisya lebih memilih untuk fokus belajar saja. Masa bodoh dengan percintaan remaja yang tidak ada gunanya, cenderung lebih sering menyesatkan dan membuang waktu.

Lihat dia sekarang. Dia hanya mampu menatap keberhasilan dan rencana masa depan teman-temannya. Andai dia rajin belajar, menyusun masa depan, fokus memperbaiki diri, meningkatkan wawasan, dan menambah skill-nya, dia bisa saja seperti Baza yang lolos SNMPTN atau Zafri yang mendapatkan beasiswa karena kegigihannya dalam belajar atau magang seperti Shinka.

Belum sampai situ, keterkejutan Tisya bertambah saat dia melihat dua motor terparkir di halaman rumah, tepat saat dia pulang dari UKK.

Ayah dan Ibunya telah pulang.

Mendadak sekali.

Tentu saja Tisya langsung berlari secepat kilat sampai membanting tas di teras rumah dan membuka pintu dengan tergesa hingga meninbulkan bunyi decitan yang memekakan telinga.

Ternyata, ada kakaknya juga.

Semuanya telah berkumpul. Tisya menahan tangis. "Kok, pada di sini?"

"Tisya, kami mau bicara."

Satu kalimat itu cukup membuat Tisya sudah mendapat bayangan tentang keadaan keluarganya setelah ini. Ayah dan ibunya sudah tidak saling menatap benci lagi, sudah berdamai, dan sudah mampu mengontrol kalimat yang keluar dari mulut masing-masing. Mereka menjelaskan ke mana mereka pergi selama ini dan mengapa membiarkan Tisya hidup sendirian, tanpa ayah, ibu, bahkan kakaknya yang sudah menikah. Mereka juga meminta maaf kepada Tisya yang akhir-akhir ini bertahan tanpa keluarga.

Kemudian, kalimat yang sudah menjadi dugaan terberatnya keluar.

"Bapak sama ibu bakal pisah," kata kakaknya Tisya yang menjadi penengah.

Tisya sudah tidak syok lagi. Dia sudah menduga dan memilih diam saja selama membiarkan mereka menjelaskan ketidakcocokan kedua orang tuanya yang sekarang. Sudah tidak ada lagi cinta, kasih sayang, ataupun rasa iba. Apalagi yang paling sakit, ketika Tisya tahu bahwa masing-masing orang tuanya akan menikah lagi.

Tisya dan TisyuWhere stories live. Discover now