26 - Perempuan dengan Bahasa Khas

153 36 11
                                    

Tisya kira, hari itu Baza akan menemukan kebahagiaan karena sudah rela menjual kamera, memberikan uang, dan memanjat pagar demi berjumpa dengan Aunia. Namun, ternyata cowok itu menjemput kesedihan dia sendiri.

Baza ditinggal Aunia pergi.

Dalam tiga hari, berita tersebar luas ke seantero sekolah bahwa Aunia telah kabur. Dia sudah pergi dari indekosnya dan meninggalkan Baza tanpa informasi apa pun. Orang tua Aunia bahkan datang ke sekolah untuk menginformasikan bahwa anak mereka memang sudah berada di luar kendali.

Aunia seolah tidak pernah peduli dengan Baza. Tidak peduli bagaimana perasaan Baza saat ditinggal, tidak peduli bagaimana perjuangan Baza, dan tidak peduli bila Baza harus menderita.

Beberapa hari kemudian, Baza menemukan fakta bahwa dia hanyalah pelampiasan dan batu loncatan bagi Aunia untuk pergi ke Singapura, menjemput pacar aslinya di sana.

Baza hanya dia manfaatkan.

Itu berarti, Baza selama ini hanyalah selingkuhan tanpa dia sadari.

Bisa bayangkan betapa kagetnya Baza? Benar-benar di luar dugaan. Tisya sampai tidak bisa berkata-kata.

Sejahat-jahatnya Tisya selingkuh, dia tidak pernah separah Aunia yang memanfaatkan kekayaan cowok lain, memanipulasi mereka dengan cinta palsu, lalu pergi jauh-jauh untuk menjemput pujaan hati sebenarnya tanpa memberi kabar sama sekali, dan membiarkan cowok itu terpuruk sendirian dengan fakta bertebaran. Namun, tetap saja, kelakuan Tisya juga salah. Mereka berdua sama-sama salah.

Baza terjatuh dalam lubang yang gersang. Terlebih lagi, sudah banyak usaha yang dia lakukan selama ini sia-sia secara total.

Fatal.

Baza mendiamkan semua orang semenjak hari itu. Dia meminta untuk jangan diajak bicara, jangan dikasihani, apalagi dikunjungi untuk diberikan semangat dan ceramah apa pun. Dia hanya mau diam dan didiamkan.

Tisya dan Haryan sempat kebingungan dengan sifat sahabatnya yang satu itu. Takut terjadi apa-apa. Takut bila Baza melakukan hal di luar dugaan nantinya.

* * *

"Hellaw manusyah-manusyah syalon akuntans!" (1)

Telinga Tisya mendengar sebuah kalimat dengan dialek bahasa yang tidak asing. Dia yang saat itu sedang fokus memikirkan nasib Baza, lantas berjalan keluar untuk memastikan sumber suara mengganggu tersebut.

Sudah tertebak suara siapa.

Itu suara si Rilda, adik kelas Jurusan Multimedia yang suka mengajak ribut semua anak Jurusan Akuntansi karena dia sudah hobi berkunjung setiap hari. Rilda itu bagaikan anak Jurusan Akuntansi asli yang hanya menumpang kelas di Jurusan Multimedia. Istilahnya, jiwa akuntansi, raga multimedia. 

"Rildaaa! Sini!" teriak Tisya, memanggil adik kelas heboh satu itu.

"Uwh, ada Kak Tisya. Eike'm coming!"

Tisya refleks mengelus dada melihat cewek dengan mata sipit, wajah berbentuk  V, dan tubuh langsing yang bisa disebut cantik seperti Rilda, tetapi gaya bicaranya sedikit membuat sakit telinga.

Andai saja Rilda bisa lebih kalem, mungkin kecantikan dia tidak ada tandingannya di sekolah ini. Namun, yah namanya juga manusia, ada kurang, ada lebihnya.

"Kenapa lo masuk Jurusan Multimedia?" tanya Tisya langsung ke inti.

Sambil berpose-pose tidak jelas seolah sedang dalam pemotretan, Rilda menjawab, "Emh, disyuruh mamah."

"Padahal temen lo kebanyakan di jurusan ini. Nggak mau pindah aja?"

"Tyida bolyeh." (2)

Tisya menghela napas, memang harus sabar. "Capek nggak, sih, ke gedung Akuntansi?"

Tisya dan TisyuOn viuen les histories. Descobreix ara