🌿01

156K 5.7K 267
                                    

Badai hujan yang menyelimuti seluruh kota, nyatanya tidak hanya membawa dampak bagi mereka yang melakukan aktivitas di luar, melainkan juga seorang gadis berseragam SMK yang kini hanya mampu menatap jalanan gamang.

Maniknya kembali melirik jam yang melingkar apik di tangannya, sejurus kemudian, dia nekat menerobos derasnya hujan dan angin yang disertai petir yang sesekali menggema di atas langit.

Jika menunggu alam berhenti dari amukannya, maka sudah bisa dipastikan Kaleza Odira akan terlambat sampai ke rumah. Dirinya sudah cukup lama berdiri menunggu hujan reda.

Tetapi logikanya menghentikan langkahnya, bila Kaleza nekat menerobos sedang jarak sekolah dan rumah memiliki jarak lumayan jauh.

Seketika dia menghentikan langkahnya yang ingin menerobos hujan dan berganti meneduh di sebuah halte yang terletak di depan sekolah. Meski mustahil mendapatkan angkutan umum, namun menunggu jauh lebih baik dibanding harus membuat seragamnya yang akan ia lepas sebulan lagi itu basah.

Satu jam kemudian, Kaleza baru tiba di rumahnya. Netranya melirik dua mobil di halaman rumahnya barulah ia kembali melanjutkan langkahnya.

Masuk ke dalam, Kaleza sekali lagi langsung berhadapan dengan orang rumah yang tengah berkumpul di ruang tengah.

"Loh, Kale. Kok kamu basahan, nak?" pertanyaan sang ibu tak semerta-merta Kaleza menjawabnya. Sebaliknya alisnya menyerngit mendapati saudara kembarnya ada di ruang yang sama dengan sang ibu.

"Tadi kan hujan, Bu. Lagian, Ibu gak jemput Kale." jawab Kaleza di sela kegiatannya melepas kedua sepatunya dan menaruhnya di rak sepatu yang tersedia di samping pintu.

"Maaf ya, Sayang. Kakak kamu tadi datang. Jadinya, ya Ibu lupa."

"Gak papa, Bu. Udah biasa juga." sahutnya memberi segaris senyum andalannya.

Tamari lalu mengajak Kaleza untuk minum teh hangat, guna menghangatkan badannya. Meski Kaleza tidak menyukai teh, demi sang ibu dia rela meminumnya.

"Lo udah lama?" Kaleza beralih pada saudara yang memiliki wajah mirip dengannya.

Delaza Lantana.

"Tiga jam lalu. Jenguk Ibu." jawabnya lembut.

Kaleza ber oh ria, setelahnya dia berlalu meninggalkan ruang tamu untuk berganti pakaian. Hidupnya tidak ada yang istimewa, Kaleza hidup bersama sang ibu sedangkan Delaza hidup bersama sang ayah.

Yah, kedua orang tua mereka resmi bercerai saat Kaleza berumur 10 tahun. Alasannya karena sudah tidak ada lagi kecocokan, padahal Kaleza tau alasan utama kandasnya hubungan keduanya adalah karena orang ketiga.

Info ini ia dapatkan dari ingatan sang pemilik tubuh yang asli.

Membuang asal tasnya, Kaleza bersiul ringan sambil membawa langkahnya menuju kamar mandi.

10 menit kemudian Kaleza kembali ke ruang tengah dan sudah mendapati eksistensi sang ibu yang sedang berbincang ringan besama Delaza.

"Kale, sini nak. Ibu mau bicara sesuatu."

Kaleza yang ingin ke dapur mengisi perut, seketika membelokkan kakinya menuju mereka.

"Apaan tuh, Bu?"

Tamari menggeleng pelan, lalu dengan gemas menarik tangan putri sulungnya agar duduk di sampingnya.

"Kamu tau Zairo kan?"

Zairo?

"Zairo yang bakal jadi tunangannya Dela kan?"

Tamari mengangguk, Kaleza mengaruk tengkuknya. Tentu saja dia tau pria itu. Meski belum bertemu, tapi Delaza sudah pernah. Mungkin lima kali.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang