🌿27

59.3K 6.4K 1.4K
                                    

"Katanya dokter hari ini mau datang. Bibi dengar tiap bulan biasanya akan ada pemeriksaan kesehatan para pekerja di sini. Sekalian aja kita periksa Geva." ujar Ira dengan kedua netranya mengamati Kaleza yang sedang menimang Geva.

"Tapi...." Kaleza lumayan tertarik, bukankah hal ini bisa ia manfaatkan. Namun kembali lagi, Kaleza takut bilamana wajah Geva terekspos dan orang-orang akan menyadari.

"Udah, soal Geva serahkan sama Bibi. Percaya, Bibi akan pastikan wajah Geva tidak ada yang mengenali. Kamu kerja aja, urusan Geva biar jadi urusan Bibi." kata Ira sedikit menghapus keraguan Kaleza di hatinya.

Beberapa detik setelahnya, kepala Kaleza mengangguk. Berat rasanya meninggalkan Geva yang demam, alasan untuk tidak bekerja hari ini pun sudah Kaleza ajukan tetapi alasannya ditolak mentah-mentah.

"Kalo ada apa-apa, Bibi segera beritahu aku."

Ira mengangguk sebagai balasan.

🌿🌿🌿

Kaleza menghela napas lantaran disuruh membawakan kopi hitam Zairo. Masalahnya, Kaleza harus naik di lantai paling atas, alias di rooftop.

Setelah melewati belasan anak tangga, Kaleza akhirnya sampai. Sebelum masuk, dirinya sempatkan mengetuk pintu seraya menyeru.

"Tuan, ini saya pelayan Anda."

Setelah itu Kaleza masuk, sosok Zairo langsung ditangkap di indera penglihatan Kaleza. Pria itu tidak terusik saat langkah kaki Kaleza terdengar menghampirinya.

"Tuan, kopinya." ujar Kaleza yang masih senantiasa memegang nampan, barula Zairo bereaksi.

Pria itu membuka matanya, kemudian menegakkan tubuhnya yang sempat bersandar di dinding.

"Bawa kemari," interupsinya membuat Kaleza sedikit bergidik mendengar suara berat yang terkesan dominan itu.

Langkah kakinya dibawa makin dekat hingga dirinya berdiri di depan Zairo.

Pria itu mengambil kopi hitamnya lalu pelan menyeruputnya sedangkan Kaleza setia menunggu sampai Zairo menghabiskan kopinya.

"Gimana kehidupan lo selama dua tahunan ini?"

Tiba-tiba Zairo melemparkan pertanyaan, sontak hal itu membuat Kaleza terkejut bercampur heran.

"Baik Tuan." jawabnya singkat.

Kali ini Zairo menatapnya, sejurus kemudian tersenyum tipis dan semua itu tak luput dari perhatian Kaleza. Wanita satu anak itu sedikit bergidik, agaknya Zairo kerasukan setan rooftop.

"Berapa umur anak teman lo itu?"

Pertanyaan Zairo beralih kepada Ira, sekali lagi semua itu tak luput dari Kaleza yang bertanya-tanya dalam hati.

"Umm, 1 tahun 5 bulan."

"Tanggal berapa dia lahir?"

"Tanggal 1 bulan 2."

"Lahir prematur?"

"Iya."

"Jam berapa?"

"Jam 10 pagi lewat 35 menit."

"Siapa nama lengkapnya?"

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang