🌿29

60.8K 7K 1.6K
                                    

"Ini serius, Dek Leza udah gak jadi pelayan lagi?" tanya Ira yang diangguki antusias oleh Kaleza. Senyumnya begitu lebar hingga matanya menyipit, menggambarkan bagaimana bahagiannya Kaleza karena sudah bebas dari belenggu yang Zairo ciptakan.

Terhitung sudah sebulan dia menjadi pelayan di mansion ini, dan entah ada angin apa pagi tadi Zairo mencabut status pelayannya. Yang mana Kaleza bisa menikmati hidup seperti semula.

"Iya, Bi. Pokoknya kita harus rayain." ujar Kaleza menggebu-gebu bahkan satu tangannya terkepal ke atas demi menunjukkan antusiasnya.

Selama menjadi ibu, Kaleza lebih menekankan untuk menjadi ibu yang terbaik bagi Geva. Sifat-sifat petakilannya ia tinggalkan demi agar Geva bangga mempunyai ibu hebat sepertinya.

Tapi untuk hari ini, Kaleza seperti menemukan dirinya yang dulu usai Zairo menjatuhkan keputusan. Bahkan ada perjanjian hitam di atas putih supaya Kaleza yakin bahwa keputusan Zairo bukanlah karangan semata.

"Tapi, Geva?"

Kaleza yang sedang berjoget-joget, seketika menghentikan gerakannya. Pikirannya kembali ia bawa ke kejadian beberapa saat lalu.

"Geva akan kita rawat bersama-sana. Dia akan selalu gue awasi. Mulai dari tempat tinggal, makanan, hingga biaya lainnya gue yang akan tanggung semua tanpa terkecuali."

Sebenarnya Kaleza agak kurang setuju, namun mengingat Zairo masih lah ayah kandung dari anaknya, Kaleza mau tak mau setuju. Bahkan pria itu sudah menyiapkan rumah tersendiri khusus Geva dan pastinya Kaleza akan ikut serta bersama sang anak.

"Tenang saja, Bi. Semua sudah diatur. Tinggal menunggu Geva besar maka aku akan memilih minggat dari rumah itu. Biar bagaimanapun, Zairo memberikannya atas nama Geva." timpal Kaleza setelah sebelumnya menjelaskan persyaratan Zairo.

Ira sejenak termenung, memikirkan ulang apa yang Kaleza ucapkan. Kedua maniknya menatap Kaleza, tidak ada perubahan dari ekspresi wajahnya. Sepertinya kebebasan yang Zairo beri adalah angin segar yang selama ini Kaleza nanti-nantikan.

"Hari ini aku bakalan bawa Geva ke rumah barunya. Bibi ikut denganku."

Ira mengangguk, di siang hari itu keduanya sibuk menyiapkan barang-barang mereka. Tidak banyak sebab saat kemari untuk pertama kalinya, Kaleza hanya membawa beberapa lembar pakaian.

Setelah semuanya siap, Kaleza keluar terlebih dahulu. Rencananya sore ini Kaleza akan pergi, sekarang dia harus mencari Zairo. Karena Geva ada bersamanya.

"Papah kutang."

Kaleza yang tiba di depan kamar Zairo, meneguk ludahnya saat dua kata itu keluar dari bibir Geva. Mengantisipasi hal lain yang bakal terjadi, Kaleza mengetuk pintu. Hal pertama yang ia lihat ada Geva yang sedang menepuk-nepuk wajah Zairo. Netranya bergulir ke arah pria itu, wajah masam tak bisa di elakkan.

"Geva ngomong apa tadi?" tanya Zairo sambil melirik ganas Kaleza yang sudah panas dingin di tempatnya.

"Papah kutang."

Kaleza menggigit bibirnya cemas, seharusnya Kaleza tidak sembarang berucap, alhasil anak itu malah ikut-ikutan mengatai Zairo kutang yang sebenarnya plesetan dari kata kuyang.

"Kamu yang ajarin?" tuding Zairo membiarkan Geva duduk di atas perutnya.

"Bukan, gu— aku gak mungkin ajarin Geva hal yang tidak baik." dalihnya sembari menghampiri Geva lalu mengambil anaknya itu.

Zairo menyipitkan mata, sebelum memilih untuk bangkit dan mengamati Kaleza yang sedang bercanda dengan putra mereka. Wajahnya begitu ceria, satu hal yang tidak pernah Zairo dapati selama bekerja menjadi pelayannya di sini. Padahal setelah kejadian itu, Kaleza acuh tak acuh padanya.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang