🌿05

61.9K 4K 104
                                    

Kaleza menatap bangunan sederhana di depannya penuh rindu. Bangunan yang juga pernah menampungnya semasa menjadi Kalisa.

Selama berada di kediaman Zairo selama seminggu, Kaleza disibukkan dengan tingkah caper untuk menarik perhatian Zairo.

Sebenarnya, di pagi ia menampar bibir laknat pria itu, Kaleza berusaha menghindarinya. Tetapi Tamari jelas tidak akan membiarkannya. Tiap saat ibunya itu membombardir Kaleza dengan sejumlah list berisi menjadi Delaza serta bagaimana menarik minat Zairo terhadap Delaza KW.

Dan dengan penuh perjuangan, akhirnya Kaleza bisa menginjakkan kakinya di panti Sayang Ibu.

"Kacin!" seruan anak-anak panti membuyarkan lamunan Kaleza. Gadis itu mengulas senyum lebar kemudian mengangkat sesuatu yang berada di tangannya.

"Lihat, kakak beli oleh-oleh untuk kalian."

Salah satu sisi baiknya selama menjadi Delaza, uang jajan Kaleza turut bertambah. Jadinya, dia bisa membeli apa yang ia mau termasuk memberikan sedikit sumbangan pada tempat yang menjadi saksi bisu dirinya tumbuh dewasa sebelum memutuskan hidup mandiri di tengah kota.

"Yeyy! Kacin bawa banyak makanan!" seruan penuh kegembiraan menjadi salah satu kebahagiaan Kaleza.

Kacin, adalah singkatan yang diberikan oleh mereka. Yakni Kakak Cantik. Setiap mendengar mereka memanggilnya demikian, maka tanpa diundang kepalanya akan membesar.

Rasanya diakui cantik oleh anak kecil nyatanya jauh lebih berkesan dibanding mendapat pengakuan dari orang dewasa.

"Kok baru datang?" ibu panti yang bernama Sintia itu bertanya setelah Kaleza membagikan oleh-oleh yang ia beli. Dirinya pun turut kebagian.

"Baru ada waktu, Bun. Kabar mereka baik-baik aja kan?" Kaleza biasanya akan berkunjung seminggu 3 kali. Baru kali ini dia datang, pantas Sintia bertanya.

"Baik kok, mereka rindu katanya. Udah lama gak nongol." katanya sambil menyediakan makan yang tentu dibantu Kaleza seadanya.

"Kaira gimana perkembangannya? Aku dengar, dia-nya gak mau masuk sekolah, ya?"

Kaira adalah sekian dari anak panti yang tidak dikaruniai kesempurnaan. Gadis berumur 7 tahun itu adalah bisu. Tak heran Kaleza bisa bahasa isyarat.

Kabarnya gadis kecil itu mengalami insiden pembullyan di sekolahnya karena kekurangannya.

"Bunda masih bujuk-bujuk. Tapi kalo gak mau, bunda gak akan paksa," sahut Sintia mengamati Kaleza yang hanya mengangguk.

"Mendadak Bunda liat sosok anak Bunda yang udah tiada. Tingkah laku kalian sama."

Kaleza menghentikan gerakan tangannya yang sedang menuangkan air minum di gelas stainlis. Pandangannya meredup sambil melanjutkan kegiatannya.

"Mungkin ini cara Tuhan kirim kamu. Setidaknya rindu Bunda sama anak-anak sedikit terobati."

Sintia ingat saat pertama kali Kaleza kemari. Yakni 3 hari setelah Kalisa wafat. Aura gadis itu mampu meleburkan kesedihan yang dirasakan mereka. Kasih sayang serta kebaikannya, Sintia seakan melihat sosok Kalisa dalam diri Kaleza.

Pun nama mereka yang nyaris terdengar sama.

"Aku panggil anak-anak dulu ya, Bun." ujarnya berlalu bersamaan airmatanya luruh.

Sampai kapan Kaleza menyimpan ini semua. Jiwanya yang terjebak di raga Kaleza sebenarnya bukanlah sesuatu yang buruk. Namun, sepintas Kaleza ingin kembali ke masa dulu.

Keinginan yang sangat mustahil sebab raga Kalisa sudah bersatu dengan tanah.

Ini semua gara-gara si Galen mantan brengseknya. Tukang selingkuh, juga penipu. Uang simpanan Kaleza habis tak bersisa karena ulahnya.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang