🌿13

52.4K 3.9K 492
                                    

"Kok Ibu ga kasih tau pertunangan Delaza akan dilakukan sehari sebelum Zairo pulang."

Hari sudah gelap, suasana begitu sunyi mengingat jam segini adalah kesempatan bagi pekerja untuk istirahat. Hal itu dimanfaatkan Kaleza untuk menelpon Tamari guna membahas perkataan Zairo pagi tadi.

"Ibu juga baru diberitahu semalam, Nak. Kakek Gavindra yang mengajukan agar pertunangan dipercepat."

Jawaban Tamari di sebrang sana berhasil membuat Kaleza menghela napas kasar.

"Jadi gimana? Gak mungkin juga kan Kale melakukan pertunangan. Itu harus dilakukan Delaza." kata Kaleza sedikit memberikan penekanan, sekedar memberi pengertian bahwa Kaleza tidak bisa membantu jauh selain menjadi Delaza palsu. Baginya  Kaleza sudah terlalu jauh mempermainkan hubungan ini, entah bagaimana reaksi Zairo setelah tau selama nyaris sebulan ini ia tinggal bersama Kaleza bukan Delaza.

Membayangkan betapa marahnya Zairo saja Kaleza sudah merinding dibuatnya.

"Kamu tenang aja Kale, kabar baiknya Delaza bakal balik 5 hari lagi. Jadi kamu aman, tidak perlu melakukan pertunangan itu sebab Delaza yang akan melakukannya."

Kaleza yang sedang membayangkan adegan ngamuk Zairo teralih saat Tamari kembali berujar. Gadis itu menghela napas lega, syukurlah bila Delaza bakal balik.

"Gimana kabar Dela? Pendaftarannya lancar kan?" Kaleza bertanya atau lebih tepatnya ingin menyindir walau masih terkesan halus.

"Ibu lupa memberitahumu. Dela gak lolos di sana, alhasil adikmu itu akan kuliah di sini."

Kaleza hanya ber oh ria saja, kontras dengan wajahnya yang julid. "Kalo gitu dia bisa manfaatin buat liburan, kasian nanti stres."

Tidak ada tanggapan di sebrang sana, padahal Kaleza sudah menunggu respon penuh kebohongan sang ibu.

"Ya udah kalo gitu. Ibu matiin dulu."

Tamari langsung mematikan panggilan secara sepihak bahkan sebelum Kaleza berbicara. Kaleza menatap layar ponselnya yang menghitam, kepalanya menggeleng pelan.

🌿🌿🌿

"Besok liburan."

Kaleza yang sedang mengeloni Zairo, mengerjap beberapa kali lalu dengan refleks mengangkat wajah Zairo yang bersembunyi apik di lehernya.

"Serius?! Liburan kemana?" tanya Kaleza dengan nada antusias, bayangan liburan orang kaya pasti sangat berbeda. Mungkin mereka harus mendatangi sebuah bungalo dilengkapi fasilitas dan keindahan yang disajikan.

Membayangkannya saja sudah membuat Kaleza bahagia luar biasa.

"Ck, kagak usah sentuh-sentuh." gerutu Zairo melepaskan tangan Kaleza yang menangkup wajahnya.
Kaleza hanya cengar-cengir, dia itu teramat bahagia sebab selama ujian selesai Kaleza hanya menghabiskan separuh waktunya bersama Zairo. Sekalinya keluar paling mentok ke panti asuhan saja.

"Btw, kita berdua aja kan?" tanya Kaleza seraya dengan halus menyingkirkan kepala Zairo yang makin menurun menuju dadanya. Terdengar decakan kecil dari bibir Zairo, Kaleza memilih pura-pura tidak mendengarnya.

"Ada beberapa sepupu gue yang ikut."

Senyum kalem Kaleza pudar mendengar itu, bayangan liburan menyenangkan beberapa saat lalu kini terganti dengan tatapan sinis serta perlakuan intimidasi para sepupu Zairo.

Dan praduga Kaleza tidak meleset jauh. Dia hanya menatap nanar bagaimana para sepupu Zairo yang berjumlah 10 orang itu tidak memberikannya tumpangan. Adapun Zairo, ketika tadi Kaleza hendak bersama-sama ternyata mobilnya sudah penuh. Kegondokannya bertambah saat mengetahui Alina juga ikut serta dalam rombongan Zairo. Kaleza sempat tantrun namun tidak ada yang memperdulikannya hingga wanita itu lelah sendiri.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang