🌿34

36.7K 4.7K 951
                                    

Seusai pulang dari pemakaman, Kaleza menjadi pendiam. Otaknya tak bisa berhenti memikirkan tentang Zairo juga dirinya di masa lalu.

Kaleza merasa mereka seperti ada ikatan dan Kaleza harus bisa mencari benang merah yang menghubungkan dirinya di masa lalu dengan pria itu. Dan bisa saja ini juga menjadi jawaban atas mimpi-mimpinya.

"Mamah!"

Kaleza mengerjap lalu nenatap sekitarnya, tidak sadar bahwa dirinya sudah sampai di mansion Zairo. Dan hampir saja Kaleza menabrak pilar bila suara Geva tidak segera menyadarkannya.

"Kak Bryan," gumam Kaleza setelah menyadari kehadiran Bryan di tengah anaknya yang sedang berlari menuju ke arahnya. Terlihat Bryan mengawasi pergerakan Geva hingga anak balita itu berada di pelukan ibunya.

"Kak Bryan, udah lama di sini?" Kaleza bertanya setelah menilik setelan santai yang melekat di badan pria itu.

"Sekitar 1 jam lalu. Karena kamu di sini, saya pulang dulu." katanya meraih kepala Kaleza, menariknya sedikit lalu melabuhkan ciuman singkat di dahi Kaleza.

Sontak Kaleza tersenyum kaku, dia masih belum terbiasa dengan skinship yang Bryan lakukan. Mencium sekilas pipi Geva, Bryan berpamitan dari sana diiringi tatapan Kaleza yang tidak putus terhadap punggung tegap itu.

Selepas Bryan pergi, Kaleza berbalik masuk ke dalam mansion Zairo.

Sebelum itu Kaleza mengedarkan pandangan sebab sedari tadi dia merasa seperti diawasi. Ocehan Geva menarik kembali fokus Kaleza, segera wanita itu membawa sang putra masuk ke dalam sebab cuaca sedang tidak baik.

Keesokan harinya, Kaleza sudah dibuat bingung lantaran melihat beberapa pelayan masuk ke dalam kamar sederhanya sembari membereskan barang-barang pribadinya. Tentu Kaleza melemparkan pertanyaan.

"Kalian mau apa dengan barang-barangku?"

"Seorang yang menyandang calon istri dari pria lain, tidak baik bila tinggal satu atap dengan pria yang tidak memiliki hubungan apa-apa."

Tiba-tiba suara lain menjawab pertanyaan Kaleza, masih dengan mode linglung, Kaleza menatap Zairo yang sekarang ini sedang berdiri angkuh seraya bersedekap dada di pintu masuk kamar.

Kaleza berdecak kesal, tau Zairo tengah menyindirnya. Dari tutur katanya jelas sekali menggambarkan bahwa Kaleza harus sadar diri dengan posisinya.

"Lalu Geva?" tanyanya setelah menyadari Geva sudah tidak ada di sisinya. Siapa lagi yang berani melakukan itu jika bukan pria penuh kuasa yang mana saat ini menyuruh pelayan agar meninggalkan mereka.

"Dia ada di tempat yang seharusnya."

Jawaban ambigu itu memantik sesuatu dalam diri Kaleza. Tanpa mempedulikan kondisinya yang baru bangun tidur, Kaleza menghampiri Zairo lalu menatapnya garang.

"Zai aku serius, di mana Geva? Kamu jangan macam-macam, ya." desisnya disertai napas memburu.

Namun alih-alih memberikan jawaban, sekonyong-konyongnya tangan pria itu menutup hidungnya.

"Napasmu bau empang lele."

Kaleza menggertakkan giginya, di saat tegang begini Zairo masih sempat memberinya hinaan.

Meski hinaannya itu benar adanya.

"Zai, di mana Geva?" kali ini Kaleza menjaga intonasi suaranya agar tidak tinggi seperti sebelumnya. Pun mengambil jarak, memastikan napasnya aman dari jangkauan hidung Zairo.

"Sudah aku bilang dia berada di tempat yang seharusnya." jawab Zairo sekenanya.

Kali ini Kaleza benar-benar tidak menahan kekesalannya, namun bukannya mengamuk wanita itu duduk di pinggir kasur sambil mengatur ritme napasnya yang mulai tidak beraturan.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang