🌿28

56.1K 6.4K 1.1K
                                    

Keadaan mansion Zairo sedang riuh lantaran tangisan Geva tak kunjung berhenti. Kedua anak mata itu sudah sembab, hal ini didasari karena dia belum mendapatkan asi eksklusif. Geva terakhir menyusui di pagi hari, sedangkan hari sudah sore.

Bahkan Ira yang terbiasa bersama anak itu, kini kesulitan mendiamkannya. Sudah banyak cara Ira lakukan mulai dari mengajaknya jalan-jalan hingga memberikan susu formula, tapi semua ditolak Geva.

"Hei, tidak bisakah kamu mendiamkannya? Sedari tadi telingaku sudah pengang." gerutu salah satu pekerja di sana. Suara nyaringnya berhasil membuat tangisan Geva yang mulanya sedikit reda menjadi kencang.

Ira kewalahan, dia berharap Kaleza segera sadar dari pingsannya.

"Bawa pergi jauh anak itu, Ira. Suaranya cukup mengganggu kenyamanan kami." yang lain ikut bersuara.

"Benar, rasanya aku ingin menyumpal mulutnya. Kita bahkan tidak bisa istirahat seharian ini karena suaranya." sungut teman sebaya mereka yang mendapat anggukan yang lainnya.

Ira menghela napas, ditatapnya satu persatu wajah mereka yang menunjukkan tampang tidak bersahabat. Karena tidak tahan dengan aura intimidasi mereka, Ira beranjak namun langkahnya terhenti saat sosok Zairo yang baru pulang dari kantor berjalan menghampirinya.

Begitu tiba di hadapan Ira, tanpa kata Zairo mengambil alih Geva. Ajaibnya, tangisan anak itu berhenti meninggalkan jejak airmata juga mata sembab. Bahkan Zairo masih rasakan suhu badannya yang masih hangat.

Anak balita itu memeluk erat leher Zairo diikuti wajahnya yang menyeruk di sela perpotongan leher Zairo.

"Siapa tadi yang ingin menyumpal mulutnya." suara pelan yang terkesan dingin itu menyapu seluruh orang-orang di sana. Bahkan Ira mundur lantaran tidak sanggup dengan aura menekan yang Zairo keluarkan.

Semenit pertanyaan itu keluar dari Zairo, semuanya tidak ada yang berani menjawab. Zairo mendengus dingin, dalam keheningan yang mencekam Eza selaku tangan kanan Zairo mendekat. Tau betul bahwa majikannya itu ingin menjatuhkan arahan selanjutnya.

"Jangan biarkan mereka lepas." ucap Zairo lalu beranjak pergi meninggalkan semua orang terutama para pelayan yang sudah gemetar di tempatnya.

Zairo membawa langkahnya menuju kamar Kaleza, dalam gendongannya masih ada Geva yang tidak merubah posisinya sejak tadi.

Begitu tubuh tingginya masuk ke sana, si empunya kamar masih belum sadar dari pingsannya.

Entah pingsan atau tidur, Zairo tidak bisa membedakannya.

"Mama-mu." bisik Zairo pada Geva dan seperti sudah di setting anak itu segera menoleh ke arah Kaleza.

"Mamah."

Zairo dengan mengerti membawa Geva menuju ranjang tempat Kaleza menghabiskan malamnya untuk istirahat. Menaruh anaknya di sana lalu mengamati bagaimana Geva berusaha membangunkan Kaleza.

Karena tidak mendapat respon, Geva bersiap menumpahkan airmatanya sebelum kemudian Zairo bergerak cepat. Kedua tangannya begitu cekatan mengangkat bagian bawah baju Kaleza, menariknya sampai ke atas hingga tubuhnya hampir telanjang.

Tak berhenti sampai di sana, Zairo juga membuka pelindung satu-satunya aset Kaleza, lalu dengan wajah watadosnya menatap Geva yang juga balas menatapnya polos.

"Mau ini kan? Ayo minum."

Bagai kerbau yang di cunguk hidungnya, Geva dengan semangat mengarahkan bibir mungilnya pada sumber kehidupannya. Anak balita itu nampak semangat menjadikan Zairo yang sejak tadi hanya memperhatikan mengalihkan pandangan disertai helaan napas panjang.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang