🌿33

42.9K 4.7K 403
                                    

Kaleza tidak mengerti apa yang terjadi, sesaat dia ingin mengorek telinganya barangkali dia salah mendengar ungkapan Bryan.

"Kak Bryan baru bangun, ya?" tanyanya yang malah dibalas Bryan dengan tawanya. Sekonyong-konyongnya pria itu beralih mendorong kursi rodanya menuju Geva.

"Saya serius, nanti saya jelaskan." akunya bersamaan roda kursi berhenti hingga Kaleza terpaksa berhadapan dengan Zairo.

"Mamah!" dengan langkah mungilnya Geva berjalan menghampirinya kemudian memeluk kakinya.

Kaleza ingin menggendongnya tapi sadar tubuhnya sedang tidak baik-baik saja. Perkataan Bryan beberapa saat lalu, Kaleza anggap lelucon.

"Hai anak manis." sapa Bryan begitu ramah.

Kaleza membiarkan pria itu menggendong Geva, tetapi sang anak malah memberontak. Kaleza meringis tidak enak, tidak biasanya Geva berperilaku demikian. Alhasil Geva kembali diambil alih Zairo.

"Maaf Kak."

"Tidak apa-apa, umumnya anak-anak kurang akrab dengan yang baeu ia liat." timpal Bryan.

"Tuan Bryan, kakek Anda ingin bertemu."

Salah satu bawahan datang memberikan info, Bryan mengangguk kemudian menatap Kaleza yang sedang mengajak Geva ngobrol.

"Saya pergi dulu." pamitnya menepuk sekilas pucuk kepala Kaleza, tak lupa Bryan melempar senyum sapa pada Zairo yang dibalas pria itu dengan anggukan singkat.

Meski agak heran dengan tingkah Bryan, Kaleza memilih untuk tidak ambil pusing.

"Terima saja lamarannya."

Zairo yang sejak tadi bungkam, bersuara yang mana berhasil mengambil fokus Kaleza dari punggung Bryan yang perlahan menjauh.

Geva sudah Zairo titipkan kepada Ira.

Kaleza hanya mengangkat satu alisnya sebagai respon. Masih segar diingatan bagaimana Zairo mengatakan dengan jelas bahwa Geva hanya bisa memiliki satu ayah.

"Jadi tidak masalah aku nikah?" tanyanya skeptis.

"Yaa, dengan catatan Geva akan ikut bersamaku kemanapun aku pergi."

Sontak mendengar hal itu Kaleza berdecak keras, tidak pedulikan lehernya yang sakit, Kaleza mendongak guna mempertemukan tatapannya dengan si pemilik mata tajam itu.

"Geva putraku, dengan siapapun aku bersama itu tidak ada urusannya denganmu. Bila memang kamu menggunakan trik itu hanya agar aku pergi dari sini, aku siap. Tapi jangan sekali-kali mengatur hidupku atau mencoba menjauhkan Geva dariku. Karena itu sama saja kamu membunuhku secara perlahan." tukasnya tajam. Kaleza seakan lupa siapa yang ia hadapi sekarang.

Tapi apa pedulinya, Geva adalah segalanya bagi Kaleza. Meski kehadiran Zairo di sisi mereka bukanlah keinginannya tapi Kaleza mencoba menekan egoismenya mngingat Geva bukan dari bibit yang sembarangan.

"Begitukah?"

Kaleza yang sibuk dengan pikirannya tidak menggubris pertanyaan Zairo.

"Ooo, aku tau. Kamu melakukan ini karena membenciku bukan? Karena aku hanya diam saja saat Rengganis mendorongmu. Iya kan?" Zairo kembali berujar yang mana hal itu berhasil mengundang tatapan tajam Kaleza mengarah padanya.

"Tuan Zairo, dibanding memupuk benci, mengabaikan kehadiranmu lebih baik ketimbang aku memiliki rasa itu. Membencimu tidak akan berguna, tapi mengabaikanmu jelas berguna buatku."

Setelah menembakkan kalimat pedas itu, Kaleza menyuruh pelayan untuk mendorong kursi rodanya.

🌿🌿🌿

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang