🌿02

73.3K 4.8K 296
                                    

Kaleza menatap bangunan mewah di depannya kagum. Bahkan mulutnya sedari tadi tak bisa tidak untuk berdecak mengagumi infrastruktur yang tersaji.

Julukan si kaisar uang bukanlah isapan jempol semata. Kaleza sudah melihat bukti nyatanya.

"Calonnya si Dela mehong ternyata. Curiga di dalam rumahnya ada emas pajangan." gumamnya berjalan masuk saat pelayan menuntunnya.

Dan ketika masuk ke dalam, dugaan Kaleza tidak meleset jauh. Guci-guci mulai dari yang besar hingga yang kecil menyambutnya. Lampu kristal menggantung yang menyilaukan mata sekejap membuat sisi kriminalnya bangkit.

Kaleza rasanya ingin nyolong, dirinya teramat yakin bahwa itu adalah kristal asli.

"Nona Dela, Anda duduk dulu saya akan ke dapur buatkan minum." sahut sang pelayan yang sekaligus membuyarkan pikiran-pikiran negatif Kaleza.

"Eh iya, Bi. Kalo bisa sama kuenya, ya. Saya laper, hehehe." ujarnya tanpa tau malu, padahal sebelum kemari, Tamari sudah mewanti-wantinya agar menjadi Delaza yang terkenal keanggunannya.

Beruntung si pelayan hanya tersenyum sebelum berlalu meninggalkan Kaleza yang kembali sibuk menyusuri rumah Zairo.

"Hiiih, ini beneran emas?" Kaleza menatap guci berwarna emas yang terpajang di kaca etalase. Kaleza mengambilnya lalu mengetuknya dengan ekspresi rumit.

"Kira-kira berapa gram, ya? Ini kalo gue ambil kagak bakalan ada yang nyari kan?" monolognya menatap benda itu penuh puja. Sedetik kemudian Kaleza menggeleng, dia tidak boleh menggagalkan rencana.

"Barang siapa yang suka mencuri, maka di akhirat kelak kedua tangannya akan dipotong."

Sekilas ucapan guru agamanya semasa SD menyeruak, Kaleza jadi merinding. Beruntung otak normalnya datang sebelum terlambat.

"Gak boleh. Pantang anak gadis nyolong. Dosa." sugestinya pada diri sendiri sembari menaruh guci itu cepat sebelum Kaleza khilaf membungkusnya dalam tas.

Memilih duduk manis pada sofa empuk, Kaleza sekali lagi dibuat terkesima. Sofanya tidak seempuk sofa di rumah Zairo, Kaleza jadi ingin menidurinya.

"Ck, bisa jantungan ibu Tamari." decaknya seraya menyilangkan kakinya anggun. Tetapi sebagaimanapun Kaleza berusaha menjadi Delaza tetap jiwa dirinya tidak bisa. Kakinya sedari tidak bisa diam, bergerak layaknya bapak-bapak yang sedang nongkrong di warung makan lengkap dengan segelas kopi.

Kaleza harap sebulan ini bisa berakhir segera.

Pelayan yang tadi berpamitan membuatkannya minum, kini datang lengkap dengan pesanan Kaleza. Gadis itu cengar-cengir, mengucapkan terimakasih Kaleza mulai menikmati kudapan mahal tersebut.

"Tunggu." Kaleza menghentikan langkah pelayan yang akan pergi, mengunyah sebentar, Kaleza bertanya.

"Zairo mana?"

"Tuan ada di atas. Sebentar lagi dia turun." jawabnya yang mendapat anggukan paham Kaleza.

Berlalunya pelayan, Kaleza kembali melanjutkan kegiatannya. Agenda menemui Zairo dia pending dulu, baginya tidak baik mengabaikan makanan demi ciptaan makhluk Tuhan itu.

Merasa sudah puas, Kaleza bangkit. Tujuannya adalah menemui si pemilik rumah yang tidak keluar semenjak kedatangannya.

Tubuhnya baru saja berbalik sebelum sosok tampan yang sedang menuruni tangga mengambil atensinya.

Siapa dia?

Kaleza mengamati penampilan pria itu. Kaos polos putih yang dipadukan celana pendek coklat selutut. Juga kacamata bening yang membingkai wajahnya menjadi nilai plus tersendiri bagi Kaleza.

Mungkin bawahannya Zairo.

"Emm, hai. Boleh minta tolong gak? Eh sebelumnya, perkenalkan, namaku Delaza Lantana, calon istri Zairo Ranggala Laler. Alias calon majikan kalian. Aku mau bertemu Zairo tapi gak tau di mana kamarnya. Boleh Anda menunjukkannya?" tanyanya di akhir kalimat. Senyum Kaleza terus terukir meski rahangnya mulai terasa kaku.

Namun sayang, senyum palsu Kaleza harus surut lantaran pria itu melewatinya begitu saja. Kaleza tentu mengekorinya, rumah ini besar. Kaleza tidak yakin bisa mengelilinginya sampai seharian.

Sebenarnya bisa saja Kaleza meminta tolong pada pelayan, tetapi dirinya juga ingin modus.

"Mohon bantuannya dong. Kamarnya calon suami di mana?" tanyanya ulang bahkan tak sungkan Kaleza menahan lengan pria berkacamata tersebut.

Sekali lagi tidak ada suara yang keluar dari bibirnya selain menatap Kaleza datar. Mengerti bahwa pria di hadapannya tidak suka disentuh, Kaleza melepas pegangannya.

Dia sudah bertanya dua kali dan dia tidak mendapat jawaban, lalu satu pemikiran muncul dalam otaknya.

Pria itu bisu.

Atas pemikirannya itu, Kaleza menatapnya iba. Meski hidupnya petakilan dan tidak tau aturan tapi percayalah. Bila hal seperti ini, hatinya mudah tersentuh, sebab anak-anak panti yang biasa ia kunjungi tak semuanya diberi karunia sempurna.

Kali ini Kaleza bertekad memegang kedua bahu pria kacamata itu. Menyuruhnya agar senantiasa menatapnya meski tatapan tajamnya seakan bisa menghunus jantungnya.

Tangannya mulai bergerak memberi bahasa isyarat, gerakan-gerakannya teramat lihai sebab Kaleza sudah biasa berbicara menggunakan bahasa isyarat bersama anak panti.

Dan topiknya masih seputar pertanyaan tadi. Yakni menanyakan kamar Zairo. Tidak cukup tangan, mulutnya pun senantiasa komat-kamit berharap pria tersebut mengerti.

"Tuan Zairo."

Kaleza yang sedang memonyong-monyongkan bibirnya, kontan menoleh pada suara yang memanggil calon tunangan Delaza.

Kepalanya bergerak ke sana kemari mencari si empunya nama, tetapi masih tidak ada.

"Hei maksudmu Zairo Ranggala Laler, ya? Di mana calon masa depanku itu?" tanyanya pada penjaga yang memanggil Zairo beberapa saat lalu. Namun ekspresi kebingungan bercampur kagetnya justru diberikan pada Kaleza.

"Nona Dela namanya tuan Zairo Ranggala Caler bukan Laler, dan tuan Zairo tepat berada di hadapan Anda." tuturnya setelah beberapa saat terdiam.

Kaleza mengerjap, kepalanya menoleh kaku pada pria kacamata yang senantiasa menatapnya malas. Segera setelahnya, Kaleza mengambil langkah mundur.

Sadar akan tindakannya, Kaleza kembali merengsek maju.

"Ugghh, my Honey Bunny Sweety Ulala. Maaf ya Sayang, habisnya lama gak ketemu bikin pangling. Serius, kamu tambah ganteng di mata aku."

Ember, mana ember. Kaleza rasanya ingin muntah.

Entah bagaimana perangai Delaza ketika menunjukkan rasa cintanya pada Zairo. Yang pasti kata Tamari, Delaza bahkan tak sungkan bersikap manja pada Zairo. Panggilan kesayanganmu Delaza punya, dan sayangnya Kaleza tidak tau panggilan apa yang telah kembarannya itu sematkan.

Alhasil, kata-kata bak pujangga tadi di sapu rata Kaleza.

🌿🌿🌿

Laler gak tuh?

Barangkali ada yang mau bantu Kaleza.

Gimana untuk part 2 ini?

Sejauh ini sih aku paling suka scene my Honey Bunny Sweety Ulala.

Makasih banget antusias kalian untuk part kemarin. Gak nyangka bakalan sukak.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang