🌿21

68.1K 5.3K 1.3K
                                    

"Bukan dia yang akan menjadi tunanganku. Tapi, Alina Caroline,"

Alina yang posisinya tidak jauh berada di atas panggung langsung mengangkat kepalanya. Pun para tamu yang memusatkan perhatian pada gadis bersurai blonde tersebut.

"Alina, sebelumnya terimakasih karena kamu sudah membantuku mengungkap perselingkuhan mereka."

"Apa makdsudmu?" Gavindra menyuarakan keheranannya, sepertinya dia banyak ketinggalan sesuatu.

Zairo beralih menatap sang kakek, seutas senyum kecil tercipta di bibir merah mudanya. "Keluarga mereka sudah menipu kita. Selama sebulan, yang menemaniku di mansion adalah anak bungsu mereka yang tak lain saudara kembar Delaza. Fakta ini baru aku ketahui beberapa hari yang lalu."

Bingo!

Inilah tujuan Zairo mengungkapkan segalanya di puncak acara. Dia tidak akan terima atas penipuan yang telah mereka lakukan padanya. Zairo benar-benar memastikan keluarga mereka hancur dan tidak punya muka lagi di depan publik.

"Apa?"

"TIDAK!" seruan Tamari mengambil perhatian orang-orang dari Zairo. Wanita yang malam ini mengenakan gaun warna sage itu melangkah mendekati Gavindra lalu menatap pria tua itu memohon.

"Tuan Gavindra, saya dan keluarga saya mana mungkin berani melakukan hal hina seperti itu." kilahnya seraya menatap Rian bermaksud meminta bantuan mantan suaminya.

"Betul, Tuan Gavindra. Tidak ada untungnya juga bila itu terjadi." sahut Rian terdengar tenang.

"Jangan menyangkal, tidak mungkin aku berkata demikian bila tidak memiliki bukti valid. Atau, kalian sedang meremehkanku? Mengatakan bahwa semuanya hanya omong kosong bukan?"

"Tidak, bukan itu maksud kami."

"Lalu? Kalian mau mengaku sendiri atau aku yang akan membeberkannya sendiri berikut dengan bukti. Seperti bukti perselingkuhan Delaza dan juga pacar kembarannya, hal serupa pun akan aku lakukan."

Kalimat Zairo bagai bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Hal buruk tidak akan terjadi bila kedua manusia itu mau diajak kerjasama.

Pada akhirnya, baik Tamari maupun Rian tidak lagi menyuarakan sanggahan mereka. Sementara itu, Delaza yang sudah tidak memiliki muka lagi, hanya bisa menunduk dalam guna menyembunyikan wajahnya dari para tamu meski aksinya itu percuma saja.

"Berani sekali kalian!" teriakan kemarahan Gavindra menggema di gedung mewah tersebut. Semua yang berada di sana tak sanggup mengangkat kepala bahkan bernapas pun mereka harus hati-hati.

"Ma-Maafkan kami, Tuan Gavindra. Zairo tolong ampuni kami." pinta Rian dengan nada memohon. Hal serupa pun juga dilakukan Tamari, airmatanya berderai menggambarkan bagaimana besarnya penyesalan yang telah mereka lakukan.

Melihat kedua manusia itu, Zairo tak mampu menyembunyikan dengusan dinginnya. Kedua tangannya dengan arogan mengibas ringan, pandangannya sudah tak ingin melihat orang-orang itu.

"Zairo, apa yang bisa kami lakukan agar kamu memaafkan kami. Katakan saja, kami akan melakukan apa saja."

Kalimat selanjutnya dari Rian berhasil menarik perhatian Zairo, pria itu membuat raut berpikir sebelum kemudian berujar.

"Apapun?" pertanyaan menggantung Zairo segera mendapat anggukan dari Rian juga Tamari. Meski tidak bisa dipungkiri hati mereka sedang was-was.

"Kalau begitu, berikan putri kalian yang lain kepadaku. Kaleza Odira, yang akan aku jadikan pelayan di rumahku. Selamanya." penekanan kata terakhir Zairo menegaskan bahwa permintaannya mutlak dan tidak bisa diganggu gugat.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang