🌿35

31.1K 4.8K 2.1K
                                    

"Istri Anda mengalami benturan cukup serius pada kepalanya. Hal yang bisa terjadi adalah kehilangan sebagian ingatannya. Tapi ini masih pengamatan saya, semuanya akan jelas bila beliau sudah sadar." pungkas sang dokter pada pria yang berdiri dengan pandangan menyorot lurus pada manusia yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Amnesia bisa sembuh kan?" tanyanya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya.

"Bisa sembuh, dengan rangkaian beberapa perawatan rutin, obat-obatan, perubahan pola gaya hidup, dan terutama keluarga yang selalu mendampinginya. Keluarga bisa menjadi faktor utama agar pasier sedikit demi sedikit mengingat kehidupan lampaunya. Bisa di kata Anda akan berperan penting dalam proses memori milik istri Anda. Salah satunya adalah membawa ke tempat yang menurut Anda berarti bagi pasien. Misal rumah, tempat wisata, atau hal lainnya."

Mendengar hal tersebut, tak ada riak berarti di wajah datarnya itu. Suara gemircik hujan di luaran sana tidak sedikitpun membuatnya terganggu dengan pikirannya.

Lama berada di posisi yang sama, akhirnya bibirnya terbuka memberi beberapa patah kata. "Lakukan yang terbaik untuk kesembuhannya. Hari ini adalah hari terakhir saya menjenguknya. Dan bila perlu jangan biarkan ingatannya kembali."

"Kenapa?" pertanyaan spontan itu meluncur bebas dari bibir sang dokter. Pasalnya, dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat bagaimana pria itu berteriak seperti orang gila sambil menggendong istrinya.

"Karena sebentar lagi saya bukan suaminya. Mengingat saya, sama saja menjadi luka untuk kami berdua."

🌿🌿🌿

"HEI BERHENTI!"

Teriakan yang berasal dari penjaga keamanan itu tidak berhasil membuat Kaleza berhenti. Sebaliknya langkah kakinya semakin cepat berlari.

Ia sama sekali tidak diberikan izin masuk ke dalam ke sana alhasil Kaleza terpaksa menggunakan cara ini.

Kaleza sangat hapal kemana langkah kakinya akan membawanya, sebab dulu dia cukup sering kemari.

Setelah berhasil lolos dari kejaran penjaga, Kaleza yang saat itu berpakaian lusuh melangkah tenang tanpa menghiraukan beberapa pasang mata menatapnya ingin tau.

Hingga ketika kakinya berhenti pada sebuah pintu besar, salah satu karyawan menegurnya.

"Maaf, bos saat ini tidak bisa diganggu. Bila ada perlu, Anda bisa menunggunya hingga jam istirahat."

Namun Kaleza menghiraukan itu, tangannya tetap terulur membuka pintu itu cepat sebelum ada yang menghentikannya.

Aksinya itu sontak membuat beberapa karyawan yang kebetulan memiliki urusan dengan bos besar, melotot. Sepertinya memang ada orang gila yang berhasil menyusup dalam perusahaan.

"Wanita gila! Cepat bawa dia, atau kita akan dalam masalah!" salah satu karyawan menyeru.

Sayangnya tidak berarti apa-apa lantaran Kaleza berhasil memasukan badannya ke dalam.

Beda halnya suasana riuh di luar, justru keadaan dalam ruangan itu mencekam. Terutama pada seseorang yang kini menghentikan gerakan tangannya dari papan keyboard.

"Udah merasa punya kuasa hingga lo berani masuk ke sini, heh." kata-kata penuh sindiran itu bagai angin lalu bagi Kaleza.

Jika sebelumnya hatinya akan mengumpati sosoknya, maka sekarang Kaleza merasakan hatinya kosong.

Tatapannya tanpa sedikitpun mau beralih menyebabkan sang empunya perusahaan itu mendengus keras. Tanpa kata tangannya meraih sebuah telepon guna menyuruh penjaga agar ke ruangannya, tidak lupa dia akan memarahi mereka yang telah lalai hingga wanita itu berhasil masuk ke sini.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang